Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ereveld Kalibanteng, Peristirahatan Terakhir Pasukan Belanda di Semarang

Kompas.com - 05/06/2022, 13:17 WIB
Muchamad Dafi Yusuf,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

SEMARANG, KOMPAS.com - Ereveld Kalibanteng menjadi lokasi pemakaman yang menyita perhatian ketika melalui Jalan Kalibanteng, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Kebanyakan, makam terkesan mistis dan menakutkan. Di pemakaman Ereveld Kalibanteng justru sebaliknya. Ribuan makam tersebut dirawat sedemikian rupa sehingga tak terkesan menakutkan.

Tak sembarang orang bisa masuk kompleks makam tersebut. Pengunjung harus berkirim surat sebelum datang ke Makam Ereveld. Sebelum berkeliling, pengunjung juga diberi tahu soal aturan apa saja yang harus dipatuhi.

Baca juga: Viral Makam Belanda di Kebun Raya Bogor Diinjak Wisatawan, Pelaku Minta Maaf

Salah satunya adalah pengunjung tak boleh foto nama yang ada di batu nisan makam dari jarak dekat. Pengunjung hanya boleh mendokumentasikan ribuan makam itu dengan jarak tertentu sesuai aturan Ereveld.

Kami berkesampatan mengunjung makam tersebut setelah berkirim surat beberapa hari yang lalu. Setelah tiba di pintu gerbang kami dijemput oleh salah pengawas lapangan Ereveld Kalibanteng, Eko Boedi Listyanto.

Di dekat gerbang, terdapat bel yang menendakan jika ada tamu yang datang. Eko mendatangi kami yang sudah menunggu beberapa menit.

Jika dilihat, Eko tak sendirian. Dia ditemani oleh beberapa tukang kebun yang merawat makam tersebut. Sebelum berkeliling, kami diberi buletin berisi sejarah singkat Ereveld Kalibanteng.

"Ini adalah sejarah singkat, ada yang bahasa Belanda juga," katanya sambil memberikan tiga buletin berisi sejarah singkat kepada kami beberapa hari yang lalu.

Pertama kali tiba, kami sempat kaget. Makam Ereveld lebih seperti sebuah taman. Kebersihan makam tersebut benar-benar dijaga dengan baik.

Baca juga: Makam Belanda Ini Terkesan Seram, Padahal Penghuninya Bukan Orang Sembarangan

"Ini mau langsung atau gimana, kalau siang sedikit panas," ucap Eko menawari kami.

Sekitar pukul 10.00 WIB kita mulai berkeliling makam tersebut. Eko tak membawa kami langsung ke makam, melainkan dibawa ke proses produksi peremajaan batu nisan di makam tersebut.

Di lokasi yang ditunjukkannya kami diperlihatkan beberapa pegawai yang sedang melakukan peremajaan batu nisan. Tempat peremajaan batu nisan dibagi menjadi tiga ruangan.

Pertama, adalah proses penghalusan dan pewarnaan. Ruang tersebut hanya dihuni oleh satu orang yang sedang sibuk mewarnai batu nisan tersebut.

Untuk ruang kedua diisi oleh petugas yang mencetak nama dan nomor di batu nisan. Petugas di ruangan kedua bebannya lebih berat karena berhubungan dengan nama dan nomor batu nisan.

Sementara yang ketiga berada di luar, petugas tersebut merupakan bagian terakhir dari peremajaan batu nisan yang ada di Makam Ereveld.

Baca juga: Kisah Kartini dalam Pingitan, Gagal Sekolah ke Belanda hingga Memutuskan Menikah

"Kalau yang batu nisan kayu itu sudah tak digunakan. Sekarang pakai baja semua," jelasnya menunjukan tumpukan batu nisan yang terbuat dari kayu jati itu.

Setelah puas di tempat peremajaan batu nisan, kami dibawa ke lokasi makam. Di sebuah pohon yang cukup besar Eko mengajak kami untuk berteduh sebelum melanjutkan perjalanan.

"Kalau di Candi sana cuma jenazah tentara KNIL. Yang di Kalibanteng ini ya tetap ada tentara, cuma ada juga rakyat sipil," ujar Eko.

Makam Ereveld Kalibanteng dibangun pada 1946 hingga 1950 ini berbentuk segitiga sama sisi. Kala itu Jalan Siliwangi masih bernama Grote Pstweg.

Makam Ereveld dibangun dinas pemakaman tentara milik Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL), makam ini baru diresmikan pada 22 April 1949.

Meski pemakaman milik Belanda, orang yang dimakamkan di Ereveld Kalibanteng tak cuma tentara KNIL, namun ada juga masyarakat sipil.

Baca juga: Mengenal Vila Bella Vista, Bangunan Peninggalan Belanda di Kota Malang yang Terbengkalai

Banyak masyarakat sipil yang berasal dari tempat pengasingan tawanan milik Jepang yang berada di Jawa Tengah, seperti Ambarawa, Banyu Biru, Lampersari, dan Karangpanas.

"Lebih dari 3.000 jenazah korban perang disemayamkan di sini," jelasnya.

Menurut arsip catatan Ereveld, dahulu ada 22 Makam Kehormatan Belanda yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia.

Namun atas permohonan Pemerintah Indonesia setelah penyerahan kedaulatan di tahun 60-an, Makam Kehomatan Belanda tersebut dipusatkan di Pulau Jawa.

Orang yang dimakamkan di tempat tersebut juga berasal dari bermacam keyakinan mulai dari Kristen, Islam dan Yahudi. Mereka mempunyai ciri masing-masing di batu nisannya.

"Kalau yang Kristen kan salib, kalau yang Yahudi itu seperti bintang dan yang Islam itu yang lurus," imbuhnya.

Baca juga: Biografi I Gusti Ketut Jelantik, Pahlawan Nasional Asal Bali yang Tiga Kali Berperang Melawan Belanda

Di bagian paling belakang pemakaman juga terdapat warga pribumi yang dimakamkan di lokasi tersebut. Mayoritas mereka beragama Islam.

"Mereka adalah bekas pasukan KNIL," katanya menjelaskan.

Selain pemakaman, di lokasi tersebut juga terdapat beberapa patung sebagai simbol kondisi dan nasib anak-anak serta perempuan saat penjajahan Jepang.

Salah satunya adalah patung anak-anak dengan tubuh yang terlihat kurang gizi. Tulang belulang di bagian rusuk terlihat menonjol.

"Sementara patung paling pojok itu adalah patung perempuan pribumi dan Belanda," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Bakal Ikuti Shalat Idul Adha dan Serahkan Sapi Kurban di Simpang Lima Semarang

Jokowi Bakal Ikuti Shalat Idul Adha dan Serahkan Sapi Kurban di Simpang Lima Semarang

Regional
Terdampak Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki, Bandara di Maumere Ditutup

Terdampak Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki, Bandara di Maumere Ditutup

Regional
Pakaian Dinas Pj Walkot Ambon Disebut Capai Rp 400 Juta, Diskominfo: Tidak Benar

Pakaian Dinas Pj Walkot Ambon Disebut Capai Rp 400 Juta, Diskominfo: Tidak Benar

Regional
Grebeg Besar Demak: Waktu Pelaksanaan, Sejarah, dan Rangkaian Acara

Grebeg Besar Demak: Waktu Pelaksanaan, Sejarah, dan Rangkaian Acara

Regional
Perburuan Kendaraan Bodong di Pati, 3 Orang dari 3 Kecamatan Diperiksa

Perburuan Kendaraan Bodong di Pati, 3 Orang dari 3 Kecamatan Diperiksa

Regional
Presiden Jokowi Bakal Shalat Idul Adha di Simpang Lima Semarang

Presiden Jokowi Bakal Shalat Idul Adha di Simpang Lima Semarang

Regional
Kronologi Suami di Kampar Bunuh Istrinya di Lahan Eukaliptus, Pelaku Tikam Korban yang Tak Berdaya

Kronologi Suami di Kampar Bunuh Istrinya di Lahan Eukaliptus, Pelaku Tikam Korban yang Tak Berdaya

Regional
Salat Idul Adha Pemprov Sumbar Dipusatkan di Halaman Kantor Gubernur, Mahyeldi Jadi Khatib

Salat Idul Adha Pemprov Sumbar Dipusatkan di Halaman Kantor Gubernur, Mahyeldi Jadi Khatib

Regional
Jemaah Islam Aboge di Banyumas Rayakan Idul Adha Rabu 19 Juni 2024

Jemaah Islam Aboge di Banyumas Rayakan Idul Adha Rabu 19 Juni 2024

Regional
Gas Melon di Lampung Langka, Mendag Zulhas Klaim Cuma Masalah Distribusi

Gas Melon di Lampung Langka, Mendag Zulhas Klaim Cuma Masalah Distribusi

Regional
Jelang Idul Adha, Mendag Zulhas Bagi-bagi 2 Ton Beras di Lampung

Jelang Idul Adha, Mendag Zulhas Bagi-bagi 2 Ton Beras di Lampung

Regional
Raih Penghargaan Tingkat ASEAN, Kang DS: Bukti Nyata Kerja Ikhlas

Raih Penghargaan Tingkat ASEAN, Kang DS: Bukti Nyata Kerja Ikhlas

Regional
Di Balik Dugaan Ancaman Hakim di Padang ke Advokat LBH, Berawal dari Lontaran Seksis Saat Sidang

Di Balik Dugaan Ancaman Hakim di Padang ke Advokat LBH, Berawal dari Lontaran Seksis Saat Sidang

Regional
Sempat Diremehkan, Kini Alim Disabilitas Semarang Sukses Bisnis Hewan Kurban

Sempat Diremehkan, Kini Alim Disabilitas Semarang Sukses Bisnis Hewan Kurban

Regional
Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Minggu 16 Juni 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Lebat

Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Minggu 16 Juni 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Lebat

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com