Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Kartini dalam Pingitan, Gagal Sekolah ke Belanda hingga Memutuskan Menikah

Kompas.com - 21/04/2022, 11:15 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Raden Ajeng Kartini adalah tokoh emansipasi perempuan kelahiran Jepara, 21 April 1879.

Sang ayah adalah Bupati Rembang. Dengan jabatan sang ayah, Kartini bisa mengenyam pendidikan di Europese Lagere School (ELS).

Setelah lulus ELS tepatnya di awal 1892, Kartini harus memulai masa pingitan di usia 12 tahun. Ia mengasingkan diri di dalam rumah dan dilarang ke luar lingkungan rumahnya yang megah.

Jangankan keluar pendapa, Kartini juga jarang menginjak serambi rumah.

Selama empat tahun menjalani masa pingitan, Kartini hanya lima kali keluar dari lingkunggan Kabupaten jepara.

Baca juga: Akhir Hayat Kartini, Meninggal di Usia 25 Tahun Saat Melahirkan

Saat sang kakak RA Soelastri menikah dengan Raden Ngabehi Tjokroadisosro dan pindah ke Kendal, Kartini menjadi puteri tertua di kabupaten. Ia pun berhak mengatur semua urusan adik-adiknya.

Ia pun mulai menempati kamar sang kakak Soelastri yang jauh lebih luas dari kamarnya. Ia kemudian mengajak dua adiknya, Roekmini dan Kardinah untuk tinggal satu kamar.

Saat bersama, tiga bersaudara tersebut menyalurkan kegemarannya mulai melukis, main piano hingga ketrampilan tangan. Kartini juga menularkan kebiasaan membaca ke adik-adiknya.

Mereka mmebaca surat kabar De Locomatief sehingga tahu perkembangan yang terjadi di Hindia Belanda atau Eropa.

Baca juga: Hari Kartini, Iriana Jokowi Apresiasi Peran Perempuan Indonesia Selama Pandemi

Pada tahun 1896, sang ayah mengajak anak-anaknya untuk perjalanan dinas ke Kedungpenjalin menhadiri penahbisan pendata.

Ia menceritakan kisah tersebut melalui surat ke Stella. “Alhamdulillah! Alhamdulillah!
Saya boleh meninggalkan penjara saya sebagai orang bebas," tulis Kartini.

Sejak aturan pingitan dilonggarkan, Kartini dan dua adiknya diperkenankan kembali mengunjungi rumah Nyonya Ovink Sore secara rutin. Nyonya Ovingk juga sering mengajak tiga saudara tersebut pergi menghadiri pesta keluarga Belanda.

Hal tersebut dicermati secara baik oleh sang ayah. Hingga akhirnya pada 2 Mei 1898, tiga bersaudara tersebut tak lagi dipingit.

Baca juga: Peringatan Hari Kartini, Jokowi: Indonesia Selalu Melahirkan Perempuan-perempuan Tangguh

Kebebasan tiga saudara ditandai dengan ikutnya mereka dalam kunjungan Bupati Sosroningrat ke Semarang menghadiri perayaan penobatan Ratu Wilhelmina.

Kartini membagi kebahagian tersebut kepada Stella melalui surat, “Kami diperkenankan meninggalkan kota kediaman kami dan ikut pergi ke ibukota menghadiri perayaan penghormatan kepada Sri Ratu. Lagi kemenangan yang besar, amat besar yang sangat patut kami hargai“

Sejak saat itu Kartini dan adik-adiknya berkunjung ke desa-desa dan berdialog dengan warga.

Salah satu permasalahan yang berhasil diselesaikan Kartini adalah kemiskinan yang membelit para pengrajin ukir di Kampung Belakanggunung.

Baca juga: Pemikiran RA Kartini Abadi, Tertuang dalam Buku-buku Ini

Hasil karya pengrajin dihargai murah dan tak sebanding dengan jerih payah yang telah mereka lakukan.

Mendengar itu, Kartini langsung menghubungi orang Belanda di Semarang dan Batavia untuk membantu mempromosikan kerajinan seni ukir Jepara.

Kartini menugaskan kepada pengrajin ukir dari Belakanggunung membuat berbagai macam furnitur dan kerajinan untuk dipasarkan ke Semarang, Batavia, bahkan Belanda.

Harga kerajinan mereka mampu dijual dengan harga yang tinggi, sehingga kesejahteraan pengrajin bisa meningkat.

Dengan cara yang sama Kartini juga berhasil meningkatkan kesejahteraan pengrajin emas dan tenun yang ada di Jepara.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Banjir dan Longsor Landa Pinrang, Satu Warga Tewas, Sejumlah Rumah Warga Ambruk

Banjir dan Longsor Landa Pinrang, Satu Warga Tewas, Sejumlah Rumah Warga Ambruk

Regional
Kasus Dokter Lecehkan Istri Pasien, Pelaku Serahkan Uang Damai Rp 350 Juta ke Korban

Kasus Dokter Lecehkan Istri Pasien, Pelaku Serahkan Uang Damai Rp 350 Juta ke Korban

Regional
UNESCO Tetapkan Arsip Indarung I Semen Padang Jadi Memory of the World Committee for Asia and the Pacific

UNESCO Tetapkan Arsip Indarung I Semen Padang Jadi Memory of the World Committee for Asia and the Pacific

Regional
Golkar Buka Peluang Majunya Raffi Ahmad di Pilkada Jateng

Golkar Buka Peluang Majunya Raffi Ahmad di Pilkada Jateng

Regional
Mantan Gubernur Babel Maju Periode Kedua Usai 'Video Call' dengan Gerindra

Mantan Gubernur Babel Maju Periode Kedua Usai "Video Call" dengan Gerindra

Regional
Kisah Istri Berusia 19 Tahun di Karimun yang Tewas Dibunuh Suami dengan Batang Sikat Gigi

Kisah Istri Berusia 19 Tahun di Karimun yang Tewas Dibunuh Suami dengan Batang Sikat Gigi

Regional
Terluka akibat Terperangkap di Pohon, Seekor Monyet di Salatiga Diserahkan ke BKSDA Jateng

Terluka akibat Terperangkap di Pohon, Seekor Monyet di Salatiga Diserahkan ke BKSDA Jateng

Regional
Maju Pilkada Blora, Politikus NasDem Mendaftar ke Gerindra

Maju Pilkada Blora, Politikus NasDem Mendaftar ke Gerindra

Regional
Kebakaran Pemukiman Nelayan di Pesisir Pulau Sebatik, 29 Jiwa Kehilangan Tempat Tinggal

Kebakaran Pemukiman Nelayan di Pesisir Pulau Sebatik, 29 Jiwa Kehilangan Tempat Tinggal

Regional
Kecanduan Judi Online, Pasutri di Kubu Raya Nekat Mencuri di Minimarket

Kecanduan Judi Online, Pasutri di Kubu Raya Nekat Mencuri di Minimarket

Regional
DMI dan LPQ Kota Semarang Usulkan Mbak Ita Maju Pilkada 2024

DMI dan LPQ Kota Semarang Usulkan Mbak Ita Maju Pilkada 2024

Regional
Kampung Jawi di Semarang: Daya Tarik, Jam Buka, dan Rute

Kampung Jawi di Semarang: Daya Tarik, Jam Buka, dan Rute

Regional
Gantikan Ganefri, Krismadinata Terpilih Jadi Rektor UNP 2024-2029

Gantikan Ganefri, Krismadinata Terpilih Jadi Rektor UNP 2024-2029

Regional
Anak Ketua DPC Gerindra Ambil Formulir Pilkada Blora di PDI-P

Anak Ketua DPC Gerindra Ambil Formulir Pilkada Blora di PDI-P

Regional
Video Viral Bocah Menangis di Samping Peti Mati Sang Ibu yang Dibunuh Ayahnya di Minahasa Selatan

Video Viral Bocah Menangis di Samping Peti Mati Sang Ibu yang Dibunuh Ayahnya di Minahasa Selatan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com