Perjuangan Kartini untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi banyak dibicarakan oleh orang-orang di Belanda.
Adalah Van Kol, anggota parlemen Belanda yang mengusahakan beasiswa untuk Kartini saat ia datang ke Jepara pada 20 April 1902.
Van Kol takjub dengan pemikiran dan perjuangan Kartini tentang persamaan dejarat antara laki-laki dan perempuan yang bisa dicapai melalui pendidikan.
Bahkan pertemuan Van Kol dan keluarga Bupatu Sosroningrat diberitakan di surat kabar De Locomotief.
Namun banyak usaha untuk menghalangi keberangkatan Kartini ke Belanda baik dari para bangsawan pribumi hingga orang -orang Belanda.
Salah satu orang Belanda yang mempengaruhi Kartini untuk membatalkan beasiswanya adalah Nyonya Abendanon. Pada Mei 1902, ia mengirim surat ke Kartini dan meminta remaja putri itu membatalkan rencana belajar ke Belanda karena bisa menjadikan murid-murid Kartini tercerabut dari budaya Jawa.
Baca juga: Panggilan Kartini Kecil, dari Trinil hingga Si Jaran Kore
Namun Kartini tidak bergeming. Hingga J.H Abendanon, pejabat tinggi Belanda datang ke Jepara pada 24 Januari 1903 untuk menemui Kartini. Ia pun mengajak Kartini berbicara di Pantai Klien Scheveningen (Bandengan).
J.H. Abendanon membujuk Kartini untuk merubah tujuannya belajar dari Belanda ke Batavia, karena akan banyak keuntungan yang didapatkannya.
Pembicaraan antara J.H. Abendanon dan Kartini membawa pengaruh yang tidak terduga, Kartini membatalkan niatnya untuk pergi belajar ke Belanda. Keputusan yang sangat aneh dan misterius, karena Kartini sudah mendambakan kesempatan itu bertahun tahun.
Dalam suratnya kepada anak keluarga Abendanon tanggal 27 Januari 1903 Kartini menulis, “Percakapan kami di pantai menghasilkan keputusan, kami segera menyampaikan permohonan kepada Gubernur Jenderal dengan persetujuan orang tua, agar kami diberi kesempatan oleh pemerintah untuk menamatkan pendidikan di... Betawi !"
Baca juga: Panggilan Kartini Kecil, dari Trinil hingga Si Jaran Kore
Surat tersebut juga menjelaskan sebab-sebab Kartini membatalkan niatnya berangkat ke Belanda :
Keputusan Kartini tidak berangkat ke Belanda membuat teman-teman yang memperjuangkan dirinya kecewa. Kartini berusaha menjelaskan kepada teman-temannya tentang budaya masyarakatnya yang masih belum semaju masyarakat yang tinggal di Belanda.
Baca juga: Rayakan Hari Kartini, Ini 5 Film tentang Perjuangan Perempuan Indonesia
Setelah batal sekolah ke Belanda, Kartini dan adiknya Roekmini memutuskan membuka sekolah untuk anak gadis.
Sekolah itu untuk menekankan pembinaan budi pekerti dan karakter anak. Pada bulan Juni 1903, kegiatan sekolah dimulai di pendopo kabupaten.
Kartini mengatur sekolah sesuai dengan gagasan yang ada di dalam dirinya. Murid-muridnya adalah anak perempuan priyayi ada ada di Kota Jepara.
Sekolah dilakukan selama empat hari dalam seminggu yaknu mulai Senin hingga Kamis. Para siswa masuk jam 08.00 dan pulang jam 12.30.
Murid-murid belajar membaca, menulis, menggambar, tata krama, sopan-santun, memasak, serta membuat kerajinan tangan.
Aktifitas Kartini di sekolah menjadikannya melupakan rasa pedih karena gagal berangkat ke Belanda.
Pertengahan Juli 1903 perhatian Kartini dalam mengelola sekolah mulai terpecah, karena datang utusan Bupati Rembang Raden Adipati Djojo Adiningrat membawa surat lamaran untuk Kartini.
Surat lamaran Raden Adipati Djojo Adiningrat diterima oleh Kartini disertai dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu :
Baca juga: Ngasirah Ibu Kandung Kartini
Pada 24 Juli 1903, setelah Kartini menerima lamaran Raden Adipati Djojo Adiningrat, datang surat dari Surat Keputusan Gubernur Jenderal yang memberikan izin kepada Kartini dan Roekmini untuk melanjutkan pendidikan ke Batavia.
Mereka mendapatkan bantuan biaya dari pemerintah masing-masing sebesar f. 200,- (dua ratus gulden) sebulan selama dua tahun.
Keputusan pemerintah tersebut menjadi tidak berarti karena Kartini sudah memutuskan untuk menikah, sementara Roekmini tidak mungkin pergi sendiri belajar di Batavia.
Baca juga: 6 Tempat Wisata Jejak Peninggalan R.A. Kartini di Jepara dan Rembang
Pernikahan Kartini yang semula direncanakan pada 12 November 1903, atas permintaan Bupati Rembang dimajukan menjadi 8 November 1903. Pernikahan dilaksanakan di Jepara dengan cara yang sederhana dihadiri oleh saudara-saudara dekat kedua mempelai.
Pernikahan ini tidak disertai dengan upacara mencium kaki mempelai laki-laki oleh
mempelai perempuan sesuai dengan permintaan Kartini. Mempelai laki-laki mengenakan pakaian dinas, sementara Kartini memakai pakaian seperti keseharian biasa.
Setahun setelah menikah, Kartini hamil dan melahirkan. Sayangnya beberapa hari setelah melahirkan, Kartini meninggal dunia pada 17 September 1903 di usia 25 tahun.
Kematian R.A. Kartini sangat mengguncang pikiran suaminya, R.M. Djojo Adiningrat.
Baca juga: INFOGRAFIK: Menelusuri Munculnya Disinformasi Kartini Berjilbab yang Beredar di Medsos
Kepada Nyonya Abendanon beliau menulis sebuah surat yang menceritakan kematian isterinya:
“Dengan halus dan tenang ia menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan saya. Lima menit sebelum hilangnya (meninggal), pikirannya masih utuh, dan sampai saat terakhir
ia tetap sadar. Dalam segala gagasan dan usahanya, ia adalah Lambang Cinta, dan pandangannya dalam hidup demikian luasnya. Jenazahnya saya tanam keesokan harinya di halaman pesanggrahan kami di Bulu, 13 pal dari kota”
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.