Salin Artikel

Ereveld Kalibanteng, Peristirahatan Terakhir Pasukan Belanda di Semarang

Kebanyakan, makam terkesan mistis dan menakutkan. Di pemakaman Ereveld Kalibanteng justru sebaliknya. Ribuan makam tersebut dirawat sedemikian rupa sehingga tak terkesan menakutkan.

Tak sembarang orang bisa masuk kompleks makam tersebut. Pengunjung harus berkirim surat sebelum datang ke Makam Ereveld. Sebelum berkeliling, pengunjung juga diberi tahu soal aturan apa saja yang harus dipatuhi.

Salah satunya adalah pengunjung tak boleh foto nama yang ada di batu nisan makam dari jarak dekat. Pengunjung hanya boleh mendokumentasikan ribuan makam itu dengan jarak tertentu sesuai aturan Ereveld.

Kami berkesampatan mengunjung makam tersebut setelah berkirim surat beberapa hari yang lalu. Setelah tiba di pintu gerbang kami dijemput oleh salah pengawas lapangan Ereveld Kalibanteng, Eko Boedi Listyanto.

Di dekat gerbang, terdapat bel yang menendakan jika ada tamu yang datang. Eko mendatangi kami yang sudah menunggu beberapa menit.

Jika dilihat, Eko tak sendirian. Dia ditemani oleh beberapa tukang kebun yang merawat makam tersebut. Sebelum berkeliling, kami diberi buletin berisi sejarah singkat Ereveld Kalibanteng.

"Ini adalah sejarah singkat, ada yang bahasa Belanda juga," katanya sambil memberikan tiga buletin berisi sejarah singkat kepada kami beberapa hari yang lalu.

Pertama kali tiba, kami sempat kaget. Makam Ereveld lebih seperti sebuah taman. Kebersihan makam tersebut benar-benar dijaga dengan baik.

"Ini mau langsung atau gimana, kalau siang sedikit panas," ucap Eko menawari kami.

Sekitar pukul 10.00 WIB kita mulai berkeliling makam tersebut. Eko tak membawa kami langsung ke makam, melainkan dibawa ke proses produksi peremajaan batu nisan di makam tersebut.

Di lokasi yang ditunjukkannya kami diperlihatkan beberapa pegawai yang sedang melakukan peremajaan batu nisan. Tempat peremajaan batu nisan dibagi menjadi tiga ruangan.

Pertama, adalah proses penghalusan dan pewarnaan. Ruang tersebut hanya dihuni oleh satu orang yang sedang sibuk mewarnai batu nisan tersebut.

Untuk ruang kedua diisi oleh petugas yang mencetak nama dan nomor di batu nisan. Petugas di ruangan kedua bebannya lebih berat karena berhubungan dengan nama dan nomor batu nisan.

Sementara yang ketiga berada di luar, petugas tersebut merupakan bagian terakhir dari peremajaan batu nisan yang ada di Makam Ereveld.

"Kalau yang batu nisan kayu itu sudah tak digunakan. Sekarang pakai baja semua," jelasnya menunjukan tumpukan batu nisan yang terbuat dari kayu jati itu.

Setelah puas di tempat peremajaan batu nisan, kami dibawa ke lokasi makam. Di sebuah pohon yang cukup besar Eko mengajak kami untuk berteduh sebelum melanjutkan perjalanan.

"Kalau di Candi sana cuma jenazah tentara KNIL. Yang di Kalibanteng ini ya tetap ada tentara, cuma ada juga rakyat sipil," ujar Eko.

Makam Ereveld Kalibanteng dibangun pada 1946 hingga 1950 ini berbentuk segitiga sama sisi. Kala itu Jalan Siliwangi masih bernama Grote Pstweg.

Makam Ereveld dibangun dinas pemakaman tentara milik Tentara Kerajaan Hindia Belanda (KNIL), makam ini baru diresmikan pada 22 April 1949.

Meski pemakaman milik Belanda, orang yang dimakamkan di Ereveld Kalibanteng tak cuma tentara KNIL, namun ada juga masyarakat sipil.

Banyak masyarakat sipil yang berasal dari tempat pengasingan tawanan milik Jepang yang berada di Jawa Tengah, seperti Ambarawa, Banyu Biru, Lampersari, dan Karangpanas.

"Lebih dari 3.000 jenazah korban perang disemayamkan di sini," jelasnya.

Menurut arsip catatan Ereveld, dahulu ada 22 Makam Kehormatan Belanda yang tersebar di seluruh kepulauan Indonesia.

Namun atas permohonan Pemerintah Indonesia setelah penyerahan kedaulatan di tahun 60-an, Makam Kehomatan Belanda tersebut dipusatkan di Pulau Jawa.

Orang yang dimakamkan di tempat tersebut juga berasal dari bermacam keyakinan mulai dari Kristen, Islam dan Yahudi. Mereka mempunyai ciri masing-masing di batu nisannya.

"Kalau yang Kristen kan salib, kalau yang Yahudi itu seperti bintang dan yang Islam itu yang lurus," imbuhnya.

Di bagian paling belakang pemakaman juga terdapat warga pribumi yang dimakamkan di lokasi tersebut. Mayoritas mereka beragama Islam.

"Mereka adalah bekas pasukan KNIL," katanya menjelaskan.

Selain pemakaman, di lokasi tersebut juga terdapat beberapa patung sebagai simbol kondisi dan nasib anak-anak serta perempuan saat penjajahan Jepang.

Salah satunya adalah patung anak-anak dengan tubuh yang terlihat kurang gizi. Tulang belulang di bagian rusuk terlihat menonjol.

"Sementara patung paling pojok itu adalah patung perempuan pribumi dan Belanda," imbuhnya.

https://regional.kompas.com/read/2022/06/05/131745778/ereveld-kalibanteng-peristirahatan-terakhir-pasukan-belanda-di-semarang

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke