Firdaus Ferdiansyah dari LaporCovid-19 mengatakan apa yang terjadi pada Kara, Anisa, dan suami Fia menunjukkan bahwa program Vaksinasi Gotong Royong "problematik dari segi perencanaan".
Program Vaksinasi Gotong Royong telah menuai kritik luas sejak awal dicetuskan, lantaran dianggap "menyerobot" antrean vaksinasi yang semestinya diatur berdasarkan skala prioritas penerimanya,
Namun dengan dalih "mempercepat" capaian target vaksinasi, program ini tetap dilaksanakan dengan syarat biaya vaksinasi untuk pekerja ditanggung oleh perusahaan.
Lantaran statusnya sebagai program berbayar, maka pelaksanaannya pun dipisahkan dengan program vaksinasi gratis yang diselenggarakan oleh pemerintah. Firdaus menuturkan itu lah yang membuat penerima vaksin gotong royong "terbelenggu oleh birokrasi".
Baca juga: Dari Program Vaksinasi Gotong Royong Berbayar, Dikritik WHO hingga Jokowi Batalkan
Inisiator dan penyelenggara Program Vaksinasi Gotong Royong terbukti tidak mengantisipasi pemenuhan hak bagi mereka yang mengundurkan diri dari perusahannya.
Selain itu, juga tidak ada regulasi yang mewajibkan perusahaan peserta program Vaksinasi Gotong Royong untuk menyelenggarakan dosis ketiga.
Sayangnya, tidak ada data yang menunjukkan berapa banyak orang yang mengalami hal serupa, namun Firdaus memperkirakan jumlahnya ada banyak.
"Misalnya ketika satu perusahaan punya 5.000 karyawan, ketika tidak ada kebijakan booster ya segitu banyak yang enggak bisa booster. Apalagi kebijakan perusahaan biasanya juga mengikuti keluarganya," kata Firdaus kepada BBC News Indonesia.
Baca juga: Rencana Vaksinasi Gotong Royong Berbayar yang Berakhir Pembatalan
"Banyak yang dirugikan dengan adanya kebijakan yang dari awal tidak disiapkan, dari awal problematik, dan tidak kunjung dihentikan."
"Ini sangat diskriminatif apabila pemerintah tidak ikut mengakomodir teman-teman vaksin gotong royong ini yang memiliki kendala dan keluhan," ujar dia.
Sulitnya akses itu pula lah, yang menurut Firdaus, memunculkan praktik jual beli vaksin Sinopharm seperti yang ditemui Fia.
Padahal, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2021 telah meniadakan ketentuan Vaksin Gotong Royong berbayar bagi individu.
Aturan itu menyatakan bahwa penerima vaksin Gotong Royong seharusnya tidak dipungut biaya. Biaya vaksinasi semestinya ditanggung oleh badan hukum/badan usaha, bukan oleh individu.
"Saya kira sudah saatnya Kemenkes untuk tidak lepas tangan, menutup mata dan harus punya perhatian."
"Bagaimana pun kan tanggung jawab pemerintah, negara, untuk memenuhi hak kesehatan masyarakat, dalam hal ini perlindungan untuk vaksin itu tetap ada," kata Firdaus.
Dia menyarankan pemerintah untuk meniadakan saja program vaksinasi Gotong Royong, sehingga seluruh penerimanya bisa dileburkan pada program vaksinasi pemerintah yang gratis. Dengan demikian, setiap orang memiliki hak yang sama.
Baca juga: Vaksinasi Berbayar Dibatalkan, Istana Tegaskan Vaksinasi Gotong-royong Tetap Ditanggung Perusahaan
Apalagi sejauh ini, vaksinasi Gotong Royong pun dianggap tidak cukup signifikan berkontribusi pada cakupan program vaksinasi secara umum.
Data progres vaksinasi di situs Kementerian Kesehatan yang diakses pada Senin (24/4) menunjukkan bahwa cakupan vaksinasi dosis kedua pada program Gotong Royong baru berkisar 1,1 juta atau 7,34% dari targetnya sebanyak 15 juta.
Cakupan vaksinasi booster-nya pun lebih kecil lagi, yakni baru mencapai sekitar 365.000 dosis atau 2,43%.
"Saya kira cukup lah dihentikan saja. Orang sudah ada vaksin program (gratis), vaksin kita juga berlimpah. Silakan diselesaikan yang belum selesai, tapi saya rasa enggak perlu dilanjutkan," tutur Firdaus.
Saat ini, kata dia, ada sekitar tiga juta dosis vaksin yang disiapkan sebagai booster, sesuai dengan perkiraan kebutuhan berdasarkan jumlah dosis pertama dan dosis kedua yang telah disuntikkan sejauh ini.
Namun, Bambang mengakui bahwa banyak perusahaan tak lagi mendaftarkan diri untuk mengikuti program vaksinasi booster. Ini lah yang menyebabkan cakupan booster pada program Gotong Royong masih rendah, dan para pekerjanya kebingungan mencari akses.
"Kami kan punya data perusahaan yang ikut, kami invite lagi untuk ikut program vaksinasi booster, tapi kan pertimbangannya ada di perusahaan masing-masing, kami nggak bisa memaksa," kata Bambang kepada BBC News Indonesia.
Baca juga: 1.408.000 Dosis Vaksin Sinopharm Tiba di Indonesia untuk Dukung Vaksinasi Gotong Royong
Sebagai solusinya, Bambang mengatakan masyarakat yang tidak lagi bisa mengakses vaksin booster melalui jalur perusahaan untuk datang ke program yang diadakan oleh PT Bio Farma maupun PT Kimia Farma di sejumlah titik.
Sementara itu, Juru bicara vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmidzi mengatakan akan menunggu pengelola vaksin Sinopharm untuk bersinergi menyikapi pemberian dosis ketiga bagi peserta Vaksinasi Gotong Royong.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.