SOLO, KOMPAS.com - Tempat ibadah umat Islam yang tertua di Kota Solo, Jawa Tengah, yakni Masjid Laweyan.
Lokasinya terletak di Jalan Liris Nomor 1, Belukan, Desa Pajang, Kecamatan Laweyan.
Masjid ini berdiri sejak 1546 lalu. Desain arsitektur terlihat adanya pengaruh peradaban Hindu.
Masjid ini sering dikenal dengan Masjid Ki Ageng Henis, masjid pertama yang didirikan di Kerajaan Pajang.
Ki Ageng Henis yang merupakan keluarga Raja Kerajaan Majapahit terakhir, Brawijaya V.
Ki Ageng Henis bertugas sebagai pemangku agama di Kerajaan Pajang.
Saat ditemui Kompas.com, Asisten Takmir Masjid Laweyan, Cherik Ayyash, mengatakan, Masjid Laweyan awalan merupakan tempat peribadatan umat Hindu yang dikelola Ki Beluk.
Baca juga: Kue Coro dan Ketan Biru, Takjil Khas Semarang yang Ramai Diburu Saat Ramadhan
Ki Ageng Beluk adalah seorang lurah di daerah setempat yang beragama Hindu, lalu datanglah Ki Ageng Henis untuk berdakwah menyebarkan agama Islam di wilayah tersebut.
Setelah melakukaan pendekatan atau berdakwah dengan Ki Ageng Beluk, akhirnya dirinya masuk agama Islam.
Setelah masuk agama Islam, Ki Ageng Beluk mewakafkan tempat yang awalnya pura tersebut dan dijadikan masjid.
"Awalnya ini pura, untuk renovasi beberapa kalinya hingga kini belum ada arsip yang menyebutkan. Tapi, kalau dilihat sekarang, memang ada beberapa tambah bangunan. Yang inti sebenernya ruang utama dan serambi ini," kata dia.
Pantuan Kompas.com, bangunan masjid masih terlihat terawat dan bisa dipergunakan seperti biasa untuk kegiatan keagamaan.
Nuansa warna hijau mendominasi bangunan masjid ini. Tampak pula beberapa tiang atau pintu juga masih terjaga keasliannya.
Untuk bangunan masjid masih terjaga keaslinya, mulai dari serambi dan bagian utama untuk shalat. Cagak atau tiang masjid juga masih asli dan ada 12 tiang.
"Yang jelas pintu masjid, bermakna Iman Islam Iksan. Pintu berjumlah lima mengartikan rukun Islam. Tiang masjid berjumlah 12 ini, tapi makna secara detailnya kami masih mencari-cari literatur. Karena memang sangat minim catatan sejarahnya," kata dia.
Untuk proses perawatan, Cherik mengatakan, pihaknya selalu berkonsultasi dengan Keraton Solo.
"Kami selalu berkonsultasi untuk membugar yang vital dengan penasehat dari Keraton Solo. Karena tidak bisa mengubah seenaknya sendiri," ujar dia.
Baca juga: Antisipasi Permasalahan Pembayaran THR, Pemkot Solo Buka Posko Aduan
Selain berdirinya bangunan masjid ini, Kompleks Masjid Laweyan juga berdampingan dengan lingkungan makam Keraton Solo.
"Makam itu, berkaitan dengan masjid ini karena di sana dimakamkan Ki Ageng Henis, dan beberapa kerabat Keraton juga. Akhirnya banyak yang berziarah atau wisata religi," ujar dia.
Aktivitas berziarah atau wisata religi tersebut dibuka secara umum setiap harinya, tidak ada batasan waktu.
"Ada dari Madura, Cilacap dan banyak lagi. Karena memang menjadi rujukan para peziarah ke sini terutama orang-orang yang mengetahui sejarahnya ini," ujar dia.
Cherik berharap, ke depannya Masjid Laweyan semakin dikenal, terjaga dan menajdi rujukan dengan sejarah yang ada di masjid tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.