Menjadi yang pertama di tanah air, Banyuwangi segera menerapkan percepatan penurunan stunting sebagai key perfomance indicator atau pengukur kinerja kepala desa dan camat.
Desa atau kecamatan yang tidak serius menangani penurunan stunting akan mendapat “hukuman” dari bupati. Sementara yang berhasil akan mendapat hadiah berupa sapi.
Tidak hanya di level nasional, masing-masing kecamatan dan desa di Banyuwangi memiliki data berapa balita yang stunting, kepala keluarga yang belum memiliki jamban atau yang belum memiliki akses air bersih serta kondisi yang menjadi penyumbang potensial stunting.
Setiap desa atau kecamatan memiliki data prevalensi stunting. Data by address dan by name di setiap desa dan kecamatan menjadi tolak ukur penerima bantuan sosial dengan intervensi spesifik dan intervensi sensitif untuk memastikan penanganan balita stunting.
Dengan keberagaman dan kompleksitas wilayah yang berbeda, tentu langkah penanganannya dan pendekatannya berbeda pula.
Di Jawa Timur, Kabupaten Banyuwangi termasuk daerah bersatus kuning karena memiliki angka prevalensi stunting 20,1 persen berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021.
Artinya setiap 100 balita yang ada di Banyuwangi, ada 20 balita yang stunting.
Pada akhir 2022 nanti, Banyuwangi mendapat target capaian angka prevalensi stunting 17,69 persen.
Pada 2023 diharapkan melandai menjadi 14,84 serta pada 2024 menjadi 11,96 persen.
Jika Banyuwangi mencapai angka ideal 11,96 persen pada 2024, maka akan memberikan kontribusi bagi Provinsi Jawa Timur yang ditargetkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencapai angka prevalensi stunting 13,51 persen pada 2024.
Mengingat Jawa Timur memiliki jumlah penduduk yang besar, andai saja penurunan stunting di setiap kabupaten dan kota memberikan kontribusi yang maksimal, maka target nasional percepatan penurunan stunting ke angka 14 persen bukan lagi sekadar slogan kosong.
Tidak salah Wakil Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Budi Ari Setiadi memberi “ponten” bagus untuk Program Bunga Desa.
Selain efektif untuk mendekatkan diri dengan rakyat, Bunga Desa juga bisa menyelesaikan permasalahan di tingkat desa termasuk akselerasi penurunan stunting.
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi berharap segala inovasi yang dilakukan Bupati Ipuk dapat menjadikan Banyuwangi semakin maju.
Capaian yang diperoleh Banyuwangi dengan segala inovasinya menjadi yang tertinggi, baik di Jawa Timur maupun nasional serta bisa menjadi inspirasi untuk desa-desa lainnya di tanah air.
Sejatinya, Program Bunga Desa adalah upaya merevitalisasi spirit gotong royong pemerintahan daerah bersama seluruh jajarannya hingga tingkat desa untuk jemput bola layanan dan mencari solusi atas masalah yang ada di desa.
Saya jadi terngiang-ngiang dengan ucapan tulus dari Nur Kholidah, mantan penyintas tuberkulosis yang berhasil sembuh berkat penanganan program Bunga Desa di Kecamatan Songgon.
“Saya dulu yang pasrah dengan penyakit TBC, akhirnya tersadar bahwa kehidupan itu harus diperjuangkan. Dengan bantuan aparat desa hingga bupati, akhirnya saya dirujuk ke Puskemas Songgon dan berhasil sembuh. Matursuwun sanget Bu Bupati” (Nur Kholidah – warga Desa Sumberarum, Songgon, Banyuwangi).
Di Banyuwangi-lah kita tersadar, nilai-nilai kebangsaan yang terukir indah dalam butir-butir pengamalan Pancasila dilakukan dengan “semenjana” tanpa persamuhan basa-basi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.