SOLO, KOMPAS.com - Takmir Masjid Darussalam Jayengan, Serengan, Solo, Jawa Tengah kembali membagikan bubur takjil samin khas Banjar, Kalimantan pada Ramadhan 1443 Hijriah.
Tradisi ini sudah ada sejak tahun 1985 atau berlangsung selama 37 tahun. Karena pandemi Covid-19, tradisi ini ditiadakan dua kali yakni 2020 dan 2021.
"Sekarang diadakan kembali dengan menerapkan protokol kesehatan," kata Wakil Ketua Takmir Masjid Darussalam Jayengan Solo, Noor Cholish di Solo, Jawa Tengah, Minggu (3/4/2022).
Baca juga: Semarak Kampung Ramadhan Digelar di Solo, Ini Harapan Gibran
Bagi warga yang kangen dengan kudapan khas Banjar ini bisa datang langsung ke Masjid Darussalam Solo setiap sore pukul 16.00 WIB selama Ramadhan.
Bubur samin disajikan takmir masjid setiap sore hari menjelang berbuka puasa.
Cholish mengatakan, setiap hari selama puasa Ramadhan takmir masjid Darussalam membuat sekitar 45 kilogram atau sekitar 1.300 porsi bubur samin.
Bubur ini dibuat dengan bahan utama beras ditambahkan dengan bumbu-bumbu dan sayuran serta daging. Tidak lupa minyak samin khas Banjar yang membuat aroma bubur menjadi lebih sedap.
"Pembuatan bubur samin membutuhkan waktu dua jam dimulai habis Dzuhur pukul 13.00 WIB sampai waktu Ashar pukul 15.00 WIB," kata dia.
Baca juga: Petis Bumbon, Makanan Legendaris Semarang yang Hanya Ada Saat Ramadhan
Pembagian bubur samin khas Banjar terbagi dua, yakni 1.000 porsi untuk masyarakat atau jemaah masjid. Sedangkan sisanya 300 porsi untuk buka puasa bersama di masjid.
Pembagian bubur samin menjadi sebuah destinasi wisata religi di Solo setiap bulan Ramadhan, khususnya di Kelurahan Jayengan.
Asal mula bubur samin
Tradisi berbuka bersama dengan menu bubur samin di Jayengan, Serengan, Solo, ini berawal dari kebiasaan para pendatang dari Kota Banjar di Provinsi Kalimantan Selatan pada awal tahun 1900-an.
Saat itu, para perantau dari Banjar mengadu nasib dengan berjualan batu permata Martapura di Kota Bengawan, Solo.
Para pedagang yang jumlahnya semakin banyak memilih kampung Jayengan untuk berkumpul bersama, sekaligus melepas rindu sesama perantau dari Banjar.
Saat bulan puasa, warga Banjar yang tinggal di Jayengan memilih menu khas daerah mereka, bubur samin, untuk menu berbuka.