Menurut Kume, banjir pada waktu itu merupakan kejadian pertama sejak ia bermukim di Desa Kuta pada 1990-an. Ia menduga bencana itu disebabkan vegetasi di Bukit Lenser yang mulai gundul karena proyek galian. Sungai yang menggenang di sebelah rumahnya berhulu di Bukit Lenser yang tak lagi dikelilingi pepohonan.
Samah Gare, korban banjir lainnya di Desa Kuta, mengatakan sungai dari Bukit Lenser awalnya punya kedalaman lebih dari dua meter. Dasar kali itu kini menjadi dangkal karena digenangi lumpur yang datang dari hulu.
“Lumpur itu tanah yang berguguran karena pengerukan di bukit,” ujar Samah.
Baca juga: 10.000 Tiket Kelas Festival MotoGP Mandalika Habis Terjual
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nusa Tenggara Barat telah meneliti penyebab bandang di Desa Kuta. Dinas menerjunkan tim pada 7 April 2021 ke Bukit Lenser. Kepala Bidang Perlindungan Hutan, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Ekosistem, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nusa Tenggara Barat, Mursal, yang ikut ke lapangan, menyebutkan pohon-pohon di bukit justru berganti dengan ladang jagung.
Minimnya area tangkapan air hujan di Bukit Lenser ditengarai menjadi penyebab banjir bercampur tanah yang menerjang Desa Kuta.
“Bukit itu menjadi tempat terbuka yang tak punya saringan untuk menangkap air hujan karena hutannya sudah gundul,” kata Mursal.
Baca juga: 5 Fakta Menarik MotoGP Mandalika, dari Aksi Rara si Pawang Hujan hingga Dedikasi Juara untuk Risman
Koordinator Inspektur Tambang Wilayah NTB Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Idham Halid, mengklaim pihaknya belum menerima laporan mengenai dugaan galian ilegal yang memicu kerusakan lingkungan dan banjir di Desa Kuta. Ia menyebutkan kepolisian dapat menggulung para penambang jika aktivitas pengerukan Bukit Lenser tak dilengkapi dengan izin.
Kepala Kepolisian Resor Lombok Tengah, Ajun Komisaris Besar Heri Indra Cahyono, menjelaskan bahwa polisi telah menyelidiki dugaan penambangan tanah ilegal di Bukit Lenser. Penyelidikan itu bermula dari laporan masyarakat yang dirugikan oleh aktivitas tambang.
“Kami akan menindak jika ditemukan bukti adanya illegal mining,” ujar Heri.
***
Liputan ini terbit atas kerja sama Tempo dengan Tempo Institute dan Kompas.com dengan dukungan International Media Support.
Credit
Penulis: IDHAM KHALID
Editor: ANTON APRIANTO, RAYMUNDUS RIKANG
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.