Sekretaris Desa Kuta, Mardan, menjelaskan proyek galian di Bukit Lenser sudah dimulai sejak dua-tiga tahun lalu menyusul pembangunan sirkuit. Ia mengaku tak tahu nama kontraktor penambangan. Menurut Mardan, pemerintah desa juga tak pernah mendapatkan surat pemberitahuan mengenai kegiatan penambangan galian.
“Kami nanti dikira menghambat proyek kalau mengajukan protes,” ujarnya.
Bukit Lenser tampak botak ketika dipotret dengan pesawat nirawak pada 16 Januari 2022. Vegetasi di area galian lenyap. Bukit itu kini tampak berwarna cokelat karena tanah yang digaruk, alih-alih pepohonan yang ijo royo-royo.
Baca juga: Sirkuit Mandalika Macet Parah, Penonton MotoGP Keluhkan Pengaturan Amburadul
Masalahnya, penambangan tanah di Bukit Lenser tak hanya merusak lingkungan. Tapi aktivitas galian juga diduga ilegal.
Kepala Bidang Perlindungan Hutan, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Ekosistem, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nusa Tenggara Barat, Mursal, mengatakan kawasan Bukit Lenser termasuk ke dalam kawasan Hutan Kemasyarakatan. Warga yang bermukim di sana diduga ilegal.
Mursal mengaku sudah menyelidiki aktivitas galian di Bukit Lenser. Berdasarkan kajiannya, separuh kawasan Bukit Lenser sudah terkupas. Mursal mengatakan pihaknya tak dapat bertindak apa-apa untuk menghentikan penambangan.
“Galian ada di Bukit Lenser kawasan satu dan dua,” ujarnya.
Baca juga: Presiden Jokowi Akan Serahkan Trofi MotoGP di Sirkuit Mandalika
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lombok Tengah, Supardiono, mengatakan institusinya tak pernah menerbitkan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan untuk proyek galian di Bukit Lenser. Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Nusa Tenggara Barat, Syamsul Ma’rif, juga mengungkapkan informasi yang serupa.
Menurut Syamsul, pemerintah hanya menerbitkan satu izin usaha pertambangan untuk menguruk Sirkuit Mandalika. Izin pertambangan itu diberikan untuk Budi Utama, yang beralamat di Desa Puyung, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah. Tapi lokasi tambang yang diizinkan berada di Dusun Rangkap-sekitar 7 kilometer dari Bukit Lenser.
“Aktivitas tambang di Lenser tak ada di basis data kami,” kata Syamsul.
Data kegiatan tambang di Bukit Lenser seharusnya juga diterima pemerintah. Syamsul mengatakan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara memang mengatur bahwa pemberian izin tambang kini terpusat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Namun, pemerintah pusat bersama-sama pemerintah daerah mengawasi penambangan.
Sebagaimana Syamsul, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Nusa Tenggara Barat, Madani Mukarom, menjelaskan pemberian izin tambang harus mencermati pertimbangan teknis dan masukan mulai dari pemerintah desa sampai kabupaten. Dinas di tingkat provinsi baru akan turun jika penambangan menimbulkan dampak lingkungan yang berat.
“Peran pengawasan kegiatan tambang galian C berada di pemerintah kabupaten ,” ujar Madani.