Kala itu, sepupu Maria yang merupakan putri-putri pamannya bisa sekolah di sekolah tersebut.
Namun berbeda dengan Maria yang tidak bisa mendapatkan akses ke pendidikan yang lebih tinggi.
Tidak dapat melanjutkan studi bukan berarti semangat belajar Maria luntur.
Paman Maria yang merupakan pejabat pribumi cukup sering kedatangan tamu.
Hal itu dimanfaatkan Maria untuk belajar mengurus rumah tangga, termasuk menjamu tamu dari bibinya.
Hingga pada usia 17 tahun, Maria dikenal sebagai gadis yang cakap dan penuh dengan sopan santun.
Sejumlah pria datang dengan maksud untuk menikahi Maria, namun ditolak.
Hingga kemudian Maria bertemu dengan seorang laki-laki bernama Jozep Frederik Calusung Walanda yang kelak menjadi suaminya.
Setelah menikah, Maria dan suaminya kemudian pindah ke Manado.
Di sana, Maria aktif menulis opini di surat kabar setempat bernama Tjahaja Siang.
Dalam tulisan-tulisannya, Maria Walanda Maramis banyak menyoroti tenang peran ibu dan wanita dalam kehidupan.
Maria juga menggarisbawahi pentingnya sosok ibu dalam pendidikan anak.
Maria kian hari semakin dikenal. Hingga pada 8 Juli 1917, Maria dan beberapa rekannya mendirikan Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya atau PIKAT.
PIKAT memiliki beberapa misi khusus, yaitu mendorong perempuan Minahasa untuk saling bergaul dan mengenal.
Lalu menyiapkan masa depan pemuda Minahasa serta membiasakan perempuan untuk mengutarakan pikiran secara bebas.