KOMPAS.com - Suku Dayak Iban menjadi salah satu suku di Indonesia yang dikenal dengan seni tato di tubuhnya.
Tato di beberapa daerah di Indonesia memang menjadi hasil budaya yang sudah dilakukan secara turun temurun.
Baca juga: Tari Hudoq Asal Dayak, Tarian Pengusir Hama Bernuansa Mistis
Melansir laman Kemendikbud, masyarakat suku Dayak Iban diperkirakan telah mengenal tato sejak tahun 1500 SM-500 SM.
Tato sebagai seni ukir atau rajah pada tubuh dikenal oleh suku Dayak Iban di Kecamatan Embaloh, Kabupaten Kapuas Hulu.
Baca juga: Ngayau, Tradisi Perburuan Kepala yang Membuat Suku Dayak Ditakuti Musuh
Oleh suku tersebut, tato dianggap sebagai tradisi, religi dan simbolisasi dari cara hidup mereka.
Suku Dayak Iban mengenal seni tato dengan nama ukir, sementara penato dipanggil dengan sebutan Pantang.
Baca juga: Asal-usul Mandau, Senjata Tradisional Suku Dayak yang Terbuat dari Batu
Pantang merajah tato dengan sebuah kayu kecil sejenis pelaik yang dibelah pada bagian ujungnya.
Ujung kayu tersebut digunakan untuk menjepit duri dari pohon tertentu sebelum mengenal jarum.
Jarum atau duri ini digunakan oleh Pantang sebagai penusuk kulit ari.
Sementara pewarna tato menggunakan pewarna alami dari jelaga lampu yang berwarna hitam.
Jelaga dikumpulkan dengan meletakkan lampu di tengah lubang yang atasnya diletakkan daun atau seng untuk menangkapnya.
Jelaga kemudian dicampur dengan air gula atau perasan tebu agar lebih pekat.
Jelaga yang sudah dicampurkan dengan air tebu akan dibiarkan mengkristal dan dicairkan ketika akan digunakan.
Untuk pembuatan garis digunakan sebuah jarum, namun untuk merajah tato bidang luas digunakan setidaknya 12 jarum yang ujungnya dibatasi oleh benang.
Jarum yang sudah dicelupkan ke dalam pewarna akan dipukul-pukul ke bidang kulit yang ditato.