NUNUKAN, KOMPAS.com – Nelayan bagan perbatasan RI–Malaysia di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mengeluhkan masifnya penyelundupan kayu nibung ke wilayah Indera, Sabah, Malaysia.
Hasbi, salah satu anggota perkumpulan nelayan bagan Tanjung Karang Sebatik menuturkan, saat ini, pohon kayu nibung sebagai konstruksi bagan mulai sulit didapat.
"Harga kayu nibung sekarang mahal, baru susah didapat, tapi yang dijual ke Malaysia lewat perairan Indera Sabah banyak sekali," ujarnya, dihubungi Rabu (26/1/2022).
Baca juga: 15 TKI dari Malaysia Masuk via Entikong Kalbar Positif Covid-19
Ia menuturkan, terakhir kali para nelayan bagan Pulau Sebatik mendapati ada tiga kali pengiriman kayu nibung ke Indera Sabah selama Januari 2022.
Para penjual kayu nibung menebang pohon di wilayah Sebaung dan dijual dengan harga sekitar 15.000 ringgit Malaysia per pasang, atau sekitar Rp 52.500.000 dalam kurs Rp 3.500 per RM 1.
Harga yang cukup tinggi dibanding pasaran lokal yang dibanderol Rp 21 juta atau RM 6.000.
Satuan jumlah kayu nibung dihitung per pasang, sepasangnya ada 100 batang pohon. Jumlah tersebut adalah batang yang diperlukan untuk membangun 1 pondok bagan.
Hasbi mengaku khawatir dengan masifnya penyelundupan nibung.
Pasalnya, hal ini akan menjadi ancaman serius bagi ekonomi nelayan bagan, bahkan ancaman nyata bagi eksistensi Teri Ambalat yang selama ini menjadi andalan nelayan Pulau Sebatik dan selalu menjadi barang ekspor perikanan ke Malaysia.
Baca juga: Curhat Dokter di Pegunungan Krayan Kalimantan, Minim Fasilitas dan Sulitnya Akses Jalan
Saat ini jumlah bagan nelayan di Pulau Sebatik, ada lebih dari 300. Satu bagannya, mampu menghasilkan rata-rata tangkapan ikan bilis atau teri, senilai Rp.10 juta perbulannya.
"Kalau nibung terus masuk Malaysia, nelayan Sabah akan memiliki bagan sendiri. Mereka akan memiliki hasil tangkap teri ambalat sendiri. Imbasnya, mereka bisa memainkan harga sesuka hati, dan ekonomi kita anjlok," keluhnya.