Selama ini, para penjual kayu nibung selalu beralasan akan membawa kayu kayu tersebut untuk nelayan bagan lokal ketika mereka berpapasan dengan aparat di tengah laut.
Begitu aparat berlalu dan mereka sampai perairan perbatasan RI–Malaysia, mereka langsung menyimpan kayu kayu nibung yang ternyata pesanan warga Malaysia tersebut di pinggiran sungai.
Mereka meninggalkan kayu yang telah diikat sesuai jumlah pesanan begitu saja, setelah memberi tahukan koordinat lokasi penyimpanan.
Baca juga: Polisi Amankan 8 Truk Ekspedisi Berstiker Pertamina Bawa Barang Bekas Ilegal dari Malaysia
Keluhan nelayan Sebatik akan penyelundupan kayu nibung juga disuarakan tokoh masyarakat Sebatik Andre Pratama.
Legislator DPRD Nunukan ini, bereaksi keras terhadap potensi ancaman ekonomi, yang dia anggap akibat pembiaran para stake holder.
"Saya anggap ini pembiaran. Dari Sebaung ke Malaysia itu melewati sejumlah pos aparat keamanan di laut. Mungkinkah ini tidak diketahui?" katanya.
Selain itu, dampak penyelundupan kayu nibung ke Malaysia sudah mulai dirasakan sejak awal 2022.
Harga teri ambalat kini anjlok di harga Rp 73.500 per kilogram atau RM 21, dari harga normal Rp 105.000 per kilogram atau RM 30.
Baca juga: Cerita Jamlos, Bocah SMP di Perbatasan RI – Malaysia Selamatkan Orangtuanya dari Kebakaran
Ia juga mengaku miris, baru baru ini ada sekitar 4 bagan milik nelayan Sebatik, hancur dihantam ombak.
Peristiwa ini, menjadi dampak lain dari sulitnya nelayan mencari nibung sebagai bahan konstruksi untuk memperbaiki bagian bagan yang rusak.