Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Cipto Mangunkusumo dan Perjuangan Memberantas Wabah Pes di Malang

Kompas.com - 26/01/2022, 12:00 WIB
William Ciputra

Penulis

KOMPAS.com - Sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia mengenal adanya tokoh tiga serangkai yang dikenal luas kiprahnya di masa pergerakan nasional.

Tiga serangkai itu adalah Cipto Mangunkusumo, Ernest Douwes Dekker, dan Ki Hajar Dewantara.

Ketiga tokoh ini dikenal gigih menyebarluaskan ide tentang pemerintahan sendiri. Mereka juga sangat kritis terhadap pemerintahan Hindia Belanda yang zalim.

Cipto Mangunkusumo adalah seorang dokter yang memilih jalur perjuangan melalui kesehatan dan juga politik.

Baca juga: Cipto Mangunkusumo: Pendidikan, Peran, Perjuangan, dan Akhir Hidupnya

Dia berperan penting dalam menangani wabah pes yang melanda Malang, Jawa Timur pada tahun 1910.

Selain itu, Cipto Mangunkusumo juga terlibat aktif dalam sejumlah organisasi perjuangan, seperti Budi Utomo, Indishce Partij, hingga Komite Bumi Putera.

Profil Cipto Mangunkusumo

Cipto Mangunkusumo lahir di Desa Pecangakan, Jepara, Jawa Tengah, pada tanggal 4 Maret 1886.

Cipto lahir dari keluarga priyayi rendahan. Ayahnya bernama Mangunkusumo yang masih memiliki darah keturanan Kesultanan Yogyakarta. Sementara ibunya keturunan tuan tanah di Mayong, Jepara.

Mangunkusumo, ayah Cipto merupakan seorang guru. Karir pendidikannya dimulai dari sekolah dasar di Ambarawa, lalu pindah ke Purwodadi, kemudian ke Semarang.

Di Semarang, Mangunkusumo menjadi kepala sekolah Hollands Inlandse School (HIS), yaitu sekolah Belanda untuk pribumi.

Baca juga: Profil Dewi Sartika dan Kiprahnya Melalui Sakola Kautamaan Istri

Meski berstatu sebagai priyayi rendahan, Mangunkusumo tetap bisa menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan tinggi, termasuk Cipto yang merupakan anak tertua.

Cipto menempuh pendidikan di School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), yaitu sekolah pendidikan dokter pribumi di Batavia.

Selama bersekolah di STOVIA, Cipto menunjukkan kualitasnya sebagai pemuda yang berbakat, cerdas, dan kritis. Bahkan ia dijuluki sebagai “Een begaafd leerling” atau murid berbakat.

Di STOVIA, Cipto menunjukkan ketidakukaan terhadap aturan sekolah yang dinilainya sangat feodal. Salah satunya tampak pada aturan berpakaian murid-murid STOVIA.

Saat itu, murid-murid STOVIA yang berasal dari Jawa dan Sumatera yang bukan beragama Kristen harus memakai pakaian tradisional ketika di lingkungan sekolah.

Sementara pakaian bergaya Barat, hanya boleh dikenakan oleh orang-orang penting dalam administrasti kolonial, seperti pribumi yang menjadi bupati.

Cipto menilai, aturan berpakaian semacam ini bukti bahwa kolonial Belanda sangat arogan dan melestarikan feodalisme di Nusantara.

Untuk itu Cipto kemudian dikenal sebagai sosok yang sangat kritis terhadap segala bentuk feodalisme dan kolonialisme, seperti yang ditunjukkan Belanda.

Kritik dan kegundahan itu dituangkan Cipto melalui tulisan-tulisanya di harian De Locomotief. Akibatnya Cipto sering mendapat teguran dan peringatan dari Belanda.

Baca juga: Biografi Singkat Raden Saleh dan Makna Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

Regional
Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Regional
Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Regional
Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Regional
Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Regional
Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Regional
Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Regional
Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Regional
Rumah Pembunuh Pelajar SMK Diserang Puluhan Massa Bersenjata Parang

Rumah Pembunuh Pelajar SMK Diserang Puluhan Massa Bersenjata Parang

Regional
Maju Bakal Calon Wakil Wali Kota Semarang, Ade Bhakti Mendaftar ke PDI-P

Maju Bakal Calon Wakil Wali Kota Semarang, Ade Bhakti Mendaftar ke PDI-P

Regional
Teka-teki Pria Ditemukan Terikat dan Berlumpur di Semarang, Korban Belum Sadarkan Diri

Teka-teki Pria Ditemukan Terikat dan Berlumpur di Semarang, Korban Belum Sadarkan Diri

Regional
Menikah Lagi, Pria di Sumsel Luka Bakar Disiram Air Keras oleh Istrinya

Menikah Lagi, Pria di Sumsel Luka Bakar Disiram Air Keras oleh Istrinya

Regional
Duduk Perkara Rektor Unri Laporkan Mahasiswa yang Kritik Soal UKT

Duduk Perkara Rektor Unri Laporkan Mahasiswa yang Kritik Soal UKT

Regional
Truk Dipalak Rp 350.000 di Jembatan Jalinteng, Polisi 'Saling Lempar'

Truk Dipalak Rp 350.000 di Jembatan Jalinteng, Polisi "Saling Lempar"

Regional
9 Orang Daftar Pilkada 2024 di PDIP, Tak ada Nama Wali Kota Semarang

9 Orang Daftar Pilkada 2024 di PDIP, Tak ada Nama Wali Kota Semarang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com