Saat di kantor notaris, SK mengatakan kalau tanah blok dua adalah miliknya. Tanah itu dinyatakan aman bisa ditransaksikan dengan perusahaan tersebut.
Padahal, tanah blok dua tersebut sebenarnya adalah milik orang lain.
"Sampai dengan Juli 2020, lahan selain milik SK sudah proses peralihan hak dan hanya blok dua milik SK saja yang belum, padahal untuk uang pembayaran sudah diterima," ungkapnya.
Baca juga: Kasus Mafia Tanah di Sukabumi, 12 Orang Diperiksa Termasuk Pegawai BPN
Kanit 2 Satreskrim Polres Klaten Iptu AA Ngurah Made Pandu Prabawa menambahkan awalnya SK sempat menjadi penampung rekening pembayaran kelima blok tanah.
Namun, karena penyaluran kepada pemilik blok satu, tiga, empat dan lima tersendat, akhirnya transfer pembayaran dialihkan kepada EP.
"Uang pembayaran untuk blok dua juga tidak disalurkan EP sebagaimana mestinya. Akhirnya blok dua tidak bisa terbeli," katanya.
Baca juga: Jadi Tersangka Mafia Tanah, Anggota DPRD Depok Nurdin Al Ardisoma Terancam Dipecat dari Golkar
Akibat perbuatan kedua tersangka ini perusahaan garmen tersebut mengalami kerugian sebesar Rp 2.153.125.000.
Kedua tersangka dijerat Pasal 378 KUHP atau 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP tentang Penggelapan, Penipuan dengan ancaman hukuman penjara paling lama empat tahun penjara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.