KABUPATEN BOGOR, KOMPAS.com - Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor, menangkap enam pelaku mafia tanah di Desa Cijayanti, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Enam pelaku ini berinisial AS (54), DH (44), RF (54), IS (54), MS (44) dan IA (34).
Dari enam orang ini, AS merupakan mantan pegawai honorer di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (DJKN Kemenkeu).
Baca juga: Ada Warga Bogor Terpapar Omicron, Dinkes Sebut Transmisi Lokal dari Jakarta
"Para pelaku mafia tanah yang memperjualbelikan aset negara ini mengakibatkan kerugian terhadap korban dan negara mencapai Rp 15 miliar," kata Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin dalam konferensi persnya di Mapolres Bogor, Cibinong, Kamis (13/1/2022).
Kasus ini terungkap berawal adanya laporan polisi atas pemalsuan surat dari DJKN Kemenkeu perihal permohonan penerbitan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dan buka blokir.
Atas laporan tersebut, kata Iman, polisi langsung melakukan penyelidikan dan kemudian dua orang berhasil diamankan yakni AS dan DH.
Baca juga: Tangkap Pelaku Pemalsuan Sertifikat Tanah, Polisi di Sumsel Dihujani Tembakan
Iman mengungkapkan, modus para tersangka dalam melakukan aksinya tersebut yaitu dengan melakukan pemalsuan surat-surat dari DJKN dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 1914.
Surat palsu yang seolah-olah diterbitkan oleh DJKN ini kemudian digunakannya untuk membuka blokir di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor, serta terkait objek tanah milik negara yang mereka jual kepada pembeli korban.
"Untuk meyakinkan para calon pembelinya, tersangka membuat seolah-olah surat tanah palsu mirip dengan yang diterbitkan oleh DJKN Kemenkeu," ujar mantan Kapolres Tangsel ini.
Atas pengungkapan tersebut, polisi melakukan pengembangan kembali dan berhasil mengamankan empat pelaku lainnya, yang juga melakukan pemalsuan dokumen DJKN dan jual beli aset milik negara.
Dari penangkapan itu, diketahui bahwa mantan pegawai Kemenkeu itu sengaja memanfaatkan akses informasi terkait objek kekayaan negara.
Ia nekat membuat surat-surat palsu tersebut untuk menjualnya kepada orang lain dengan mengaku sebagai pegawai DJKN.