KOMPAS.com - Jembatan perahu ponton di Karawang, Banten, menjadi sorotan.
Membelah Sungai Citarum, jembatan ini menghubungkan Desa Anggadita, Kecamatan Klari dengan Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel.
Adanya jembatan penyeberangan ini membuat warga menjadi terbantu lantaran bisa menghemat waktu tempuh.
Bagi warga yang melintas, dipatok tarif Rp 2.000.
Kini, dari jembatan perahu ini, Muhammad Endang Junaedi sebagai pemilik jembatan, mampu mendapat omzet sekitar Rp 20 juta per hari.
Baca juga: Cerita Haji Endang, Pemilik Jembatan Perahu di Karawang yang Beromzet Rp 20 Juta
Pria yang kerap disapa Haji Endang ini menceritakan awal mula pembuatan jembatan perahu tersebut.
Pembuatan jembatan ini bermula pada 2010 lalu. Saat itu, seorang tokoh Dusun Rumambe menyampaikan permintaan kepada Haji Endang.
"Karena jalan buntu, agar kampungnya enggak terisolasi maka perlu dibangun penyeberangan. Dulu ini tempat menyeberang kerbau," ujarnya.
Endang mengatakan, kala itu dirinya sempat meminta izin kepada Dadang S. Muchtar selaku Bupati Karawang masa itu.
Baca juga: Cerita Pengguna Jembatan Haji Endang Beromzet Rp 20 Juta Per Hari: Hemat Waktu 1 Jam
Dia juga sempat menawarkan kerja sama dengan pemerintah daerah.
Akan tetapi, karena beberapa alasan, termasuk risiko, Dadang menyarankan Endang menjalankannya sendiri.
Dia lalu memberitahukan kepada warga sekitar mengenai rencana pembangunan jembatan penyeberangan, termasuk juga kepada warga Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel.
Ternyata, tidak semua warga setuju.
"Enggak semua warga mendukung. Ada yang takut nanti banyak maling dan lain-lain. Tapi sebagian besar tokoh mendukung," ucapnya.
Baca juga: Haji Endang Rela Jembatannya yang Beromzet Rp 20 Juta Diambil Alih Pemerintah, Titipkan Pesan Ini
Singkat cerita, dibangunlah jembatan yang membelah Sungai Citarum. Jembatan penyeberangan tersebut awalnya berbahan kayu.
Pada 2014, jembatan itu pernah karam. Ia mengaku harus tiga kali mengganti perahu kayu.
Kejadian tersebut membuat Haji Endang dan pekerjanya memutar otak untuk memikirkan konsep jembatan penyebarangan yang aman.
Baca juga: Buat Jembatan Perahu Beromzet Rp 20 Juta Sehari, Haji Endang Mengaku Tak Semata Bisnis
Akhirnya teretuslah ide untuk menggunakan besi atau perahu ponton.
"Kita otodidak aja. Kita pikirkan juga safety-nya,"
Endang menuturkan, pembuatan jembatan itu membutuhkan modal mencapai Rp 5 miliar. Ia mengaku harus beberapa kali meminjam ke bank.
Kini, jembatan tersebut menjadi akses mobilitas warga. Warga yang melintasi jembatan perahu dikenai tarif Rp 2.000.
"Pendapatannya tak kurang Rp 20 juta per hari," ungkapnya.
Menurut Haji Endang, pemasukan tersebut dipakai untuk biaya operasional sebesar kurang lebih Rp 8 juta per hari.
Biaya operasional tersebut untuk perawatan, penerangan, hingga upah pekerja.
Baca juga: 2 Pencuri Besi Proyek Jembatan Nibung Ditangkap Polisi, Hasil Curian Hendak Dijual Rp 500.000
"Perawatan itu termasuk juga perawatan jalan akses ke sini," terangnya.
Dikatakan Haji Endang, tarif menyeberang sebesar Rp 2.000 itu bukanlah suatu yang kaku.
Pasalnya, kadang ada warga yang membayar Rp 1.000 atau bahkan tak membayar karena tidak membawa uang, apalagi yang melintas adalah warga sekitar jembatan.
Baca juga: Dalam Setahun, Pemkab Bogor Bangun 33 Jembatan Gantung di Pedasaan
Salah seorang warga, Kardi (52), mengaku tak keberatan dengan adanya tarif penyeberangan sebesar Rp 2.000.
Sebab bila dirinya memilih rute memutar, justru ongkosnya bakal ebih besar.
"Sangat terbantu. Kalau muter sejaman (sekitar satu jam)," tutur pria yang berprofesi sebagai pedagang roti ini.
Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Karawang, Farida Farhan | Editor: Pythag Kurniati, Khairina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.