"Sindikat itu ada terutama di kawasan-kawasan perbatasan, kemudian jejaringnya dengan birokrasi. Artinya, ini terkait juga dengan integritas petugas kita yang ada di pelabuhan perbatasan," ujar Wahyu.
Kendati Malaysia menutup pintu bagi pekerja asing, mengapa pekerja migran asal Indonesia masih tertarik untuk bekerja di negara tetangga tersebut? Bahkan, dengan cara yang tidak resmi.
Wahyu Susilo dari Migrant Care menjelaskan, selain kedekatan budaya dan historis, faktor ekonomi membuat pekerja migran Indonesia tertarik bekerja di Malaysia.
Apalagi, celah-celah untuk bekerja di negara itu secara tak resmi acap kali terbuka lebar karena, menurutnya, standar ganda pemerintah Malaysia.
"Suatu saat ketika punya kebutuhan tenaga kerja yang tinggi, mereka tutup mata. Perbatasan dibuka, [sehingga] tidak sedemikian ketat."
"Tapi ketika mereka tidak membutuhkan, ketika pekerja migran dianggap sebagai ancaman, itu mereka punya kebijakan deportasi," jelas Wahyu.
Ia menambahkan pengguna terbesar pekerja migran tak berdokumen asal Indonesia adalah perkebunan kelapa sawit di Malaysia.
Migrant Care memperkirakan ada sekitar 2,5 juta pekerja migran Indonesia yang masuk secara tak resmi di negara tersebut, dua kali lipat dari jumlah pekerja migran resmi yang sebanyak 1,2 juta orang.
"Pada umumnya mereka ini very low education, uneducated persons (kurang berpendidikan) sehingga mudah dipengaruhi oleh calo-calo atau pihak yang mengorganisir. Tapi sebetulnya, it's a syndicate. Ini adalah sindikat yang melakukan aktivitas kriminal berulang-ulang," ujar Hermono.
Secara finansial, lanjut Hermono, gaji yang diterima oleh rata-rata para pekerja migran tak berdokumen asal Indonesia tidaklah besar, hanya berkisar 1.200 ringgit, atau Rp3,6 juta.
Baca juga: Polisi Gagalkan Pengiriman 7 Calon Pekerja Migran Ilegal di Gresik
"Dan ada pertimbangan-pertimbangan lain yang buat mereka kerja di luar negeri itu suatu kebanggaan tersendiri, meskipun di sini sengsara juga. Dengan gaji sebesar itu, Rp3,6 juta, nggak gampang juga di Malaysia untuk hidup dengan biaya yang sekarang ini," katanya.
Menyoal aktivitas penempatan ilegal yang berulang-ulang Benny Ramdhani dari BP2MI mengatakan ada tindakan tegas dan luar biasa yang harus dilakukan negara.
"Investigasi menyeluruh ini adalah bagian dari tindakan extraordinary yang kita lakukan atas kejahatan yang bisa dikategorikan luar biasa yaitu kejahatan perdagangan manusia," jelas dia.
Adapun BP2MI mencatat ada sekitar 4,4 juta pekerja migran Indonesia yang bekerja di 150 negara. Namun, World Bank mencatat, sesungguhnya ada sekitar 9 juta pekerja migran Indonesia yang bekerja di seluruh dunia.
"Berarti ada 4,6 juta orang Indonesia yang bekerja di negara-negara penempatan yang mereka tidak tercatat secara resmi dan saya meyakini 90% dari 4,6 juta itu yang berangkat secara tidak resmi dan diberangkatkan oleh sindikat penempatan ilegal," cetus Benny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.