Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Maleo, Burung Khas Sulawesi yang Populasinya Terancam

Kompas.com - 21/11/2021, 10:34 WIB
Rosyid A Azhar ,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

MOLIBAGU, KOMPAS.com – Burung maleo (Macrocephalon maleo) termasuk suku megapodiidae, yaitu suku burung yang memiliki kepala berukuran kecil, bulu berwarna hitam atau coklat, memiliki kaki besar dan kuat yang digunakan untuk menggali tanah dan menyingkirkan batuan saat bertelur.

Meskipun memiliki kaki besar dan kuat ternyata maleo tidak bisa bertelur di sembarang tempat.

Burung ini bergantung pada daerah yang terdapat panas bumi (geothermal) atau di pasir pantai yang hangat.

Mereka menggali tanah atau pasir pada kedalaman tertentu untuk meletakkan telurnya, yang kemudian ditimbun hingga permukaan tanah seperti sedia kala.

Baca juga: Peringati Hari Maleo Sedunia, 24.970 Anakan Dilepasliarkan

Untuk mengelabui predator pemangsa telur, maleo membuat tiruan timbunan telur.

Tidak hanya itu, anakan maleo sejak dalam cangkang telur ini harus mandiri.

Telur yang ukurannya enam sampai tujuh kali ukuran ayam kampung ini harus berjuang sendiri di dalam hangat tanah.

Sebutir telur buurng maleo (Macrocephalon maleo) menunggu diletakkan di dalam tanah di sebuah hatchery di dalam kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.KOMPAS.COM/ROSYID A AZHAR Sebutir telur buurng maleo (Macrocephalon maleo) menunggu diletakkan di dalam tanah di sebuah hatchery di dalam kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.

Saat menetas ia berjuang keluar dari cangkang telur menggunakan kaki-kakinya yang kuat, dibutuhkan waktu hingga 48 jam untuk keluar dari dalam tanah.

“Burung ini memiliki keistimewaan dibandingkan jenis burung lain, yaitu proporsi ukuran telurnya yang besar. Burung ini tidak pernah mengerami telurnya,” kata Hanom Bashari, staf Perkumpulan Biodiversitas Gorontalo (Biota), Minggu (21/11/2021).

Baca juga: Kisah Para Pelestari Maleo, Burung Endemik Sulawesi yang Terancam Punah

Burung maleo memiliki sebaran di Pulau Sulawesi dan Buton, di Provinsi Sulawesi Selatan diketahui ada di sekitar Danau Towuti.

Sebelumnya informasi keberadaan maleo di daerah ini minim informasi hingga dinyatatakan tidak ada.

Statusnya endangered (EN) karena perburuan dan habitat. Secara global diperkirakan berkisar 8.000 – 14.000 individu.

Seekor burung maleo (Macrocephalin maleo) dewasa di hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW). Lokasi TNBNW menjadi tempat terbaik hidupan burung endemik sulawesi ini.KOMPAS.COM/ARDIN MOKODOMPIT Seekor burung maleo (Macrocephalin maleo) dewasa di hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW). Lokasi TNBNW menjadi tempat terbaik hidupan burung endemik sulawesi ini.
Taman Nasional Bogani Nani Wartabone merupakan salah satu habitat terbaik yang masih tersisa.

“Habitat burung maleo adalah hutan primer dan sekunder, maleo dewasa secara berpasangan akan dating ke lokasi peneluran yang spesifik,” kata Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone Supriyanto.

Supriyanto menjelaskan lokasi peneluran atau nesting ground maleo berupa lokasi yang memiliki sumber panas bumi alami.

Panas bumi ini yang membantu proses inkubasi telur maleo.

“Burung maleo meletakkan telurnya di dalam tanah hangat yang dekat sumber air panas, atau di pasir pantai yang hangat oleh penyinaran matahari,” tutur Supriyanto.

Baca juga: KLHK Tetapkan 21 November Sebagai Hari Maleo Sedunia

Uniknya lagi, setelah bertelur sepasang maleo ini akan Kembali ke dalam hutan.

Dalam setahun burung ini dapat bertelur sebanyak delapan sampai 12 kali yang mereka lakukan dalam dua hingga tiga bulan.

Di hutan mereka sangat sensitive dan pemalu, sehingga banyak peneliti atau masyarakat yang kesulitan menjumpai secara langsung.

Salah satu perilaku unik burung ini adalah kebiasaan dalam bertelur.

Seekor anak burung maleo yang baru muncul dari dalam tanah di kawasan hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Burung maleo sangat bergantung pada panas bumi dan panasnya pasir pantai untuk berkembang biak.KOMPAS.COM/ROSYID A AZHAR Seekor anak burung maleo yang baru muncul dari dalam tanah di kawasan hutan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Burung maleo sangat bergantung pada panas bumi dan panasnya pasir pantai untuk berkembang biak.

Sepasang maleo akan mengunjungi kawasan peneluran, keduanya bergantian menggali tanah atau pasir, sementara yang tidak bertugas menggali akan berjaga-jaga memantau sekitar.

Jika ada predator atau manusia yang datang, mereka langsung kabur bersamaan.

Setelah dirasakan cukup dalam menggali, maleo betina segera mengeleluarkan telurnya, memastikan letaknya yang pas dan segera menimbun kembali dengan tanah atau pasir.

Baca juga: Sejumlah Anak Burung Maleo Mati Akibat Terendam Banjir di Gorontalo

Telur ini tidak pernah dikunjungi lagi, mereka sepenuhnya mengharapkan kemurahan alam untuk mengeraminya hingga menetas.

Kedalaman tanah untuk meletakkan telur tidak seragam, adakalanya hanya ditemukan pada kedalaman 20 sentimeter, bahkan ada yang 1 meter.

Maleo induk akan mendeteksi suhu panas bumi (diduga menggunakan tonjolan di kepalanya) sehingga mendapatkan suhu ideal untuk yang dibutuhakn untuk mengerami telurnya.

Dari hasil pengalaman staf lapangan Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dan Wildlife Conservation Society (WCS) proses bertelur burung ini membutuhkan waktu antara beberapa menit hingga lebih dari satu jam.

Anakan burung maleo (Macrocephalon maleo) di hatchery Hungayono menyapa dunia. Telur maleo membutuhkan waktu 60 hari untuk menetas di dalam timbunan tanah panas (geotermal) hingga kedalaman 80 cm, setelah menetas ia berjuang keluar dari dalam tanah.KOMPAS.COM/ROSYID A AZHAR Anakan burung maleo (Macrocephalon maleo) di hatchery Hungayono menyapa dunia. Telur maleo membutuhkan waktu 60 hari untuk menetas di dalam timbunan tanah panas (geotermal) hingga kedalaman 80 cm, setelah menetas ia berjuang keluar dari dalam tanah.
Telur maleo terinkubasi di dalam tanah hingga 60 hari dengan suhu berkisar 29-36 derajat Celcius.

Anakan maleo yang berhasil menetas akan berusaha muncul ke permukaan tanah, perjuangan pergerakan muncul di permukaan tanah ini sekitar 1 sentimeter per jam, membutuhkan waktu hingga 2 hari untuk sampai ke permukaan.

Sesampai di atas, ia akan beristirahat sejenak untuk memulihkan tenaga.

Waktu istirahat ini adalah saat yang rentan bagi anak maleo, para predator yang sudah mengetahui lokasi peneluran acap menanti kemunculan mereka.

Biawak, elang, gagak atau lainnya sudah berjaga-jaga siap menerkam.

Usai beristirahat anak maleo bisa berjalan atau terbang menuju rimbunnya hutan.

Baca juga: Kenali Kawasan Jelajah, Peneliti Lepaskan Burung Maleo Bercincin

Meski baru menetas anak maleo ternyata bisa langsung terbang, terutama jika menghadapi sesuatu yang berbahaya.

Anak maleo ini hidup tanpa bimbingan induknya, ini yang membedakan dengan jenis burung lainnya.

Setelah mencapai usia empat tahun, maleo akan mencari pasangannya.

Setelah menemukan pasangan, mereka akan menjalani sebagai burung dewasa, melakukan kawin yang kemudian bertelur di lokasi yang istimewa ini, memiliki panas bumi atau di pasir pantai yang hangat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dituding Lecehkan Gadis Pemohon KTP, ASN Disdukcapil Nunukan: Saya Tidak Melakukan Itu

Dituding Lecehkan Gadis Pemohon KTP, ASN Disdukcapil Nunukan: Saya Tidak Melakukan Itu

Regional
Longsor di Pinrang, Batu Seukuran Mobil dan Pohon Tumbang Tutupi Jalan

Longsor di Pinrang, Batu Seukuran Mobil dan Pohon Tumbang Tutupi Jalan

Regional
Transaksi Seksual di Balik Pembunuhan Gadis Muda Dalam Lemari di Cirebon

Transaksi Seksual di Balik Pembunuhan Gadis Muda Dalam Lemari di Cirebon

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Sedang

Regional
Lontaran Pijar Gunung Ibu Capai 1.000 Meter di Bawah Bibir Kawah

Lontaran Pijar Gunung Ibu Capai 1.000 Meter di Bawah Bibir Kawah

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Siang Ini Berawan

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Sabtu 11 Mei 2024, dan Besok : Siang Ini Berawan

Regional
Mati Terkena Tombak, Bangkai Paus Kerdil Terdampar di Botubarani

Mati Terkena Tombak, Bangkai Paus Kerdil Terdampar di Botubarani

Regional
Ibu Melahirkan di Ambulans karena Jalan Rusak, Dinkes Kalbar Bersuara

Ibu Melahirkan di Ambulans karena Jalan Rusak, Dinkes Kalbar Bersuara

Regional
[POPULER NUSANTARA] Pabrik Sepatu Bata di Karawang Tutup | Kades di Blora Tewas Tersengat Listrik

[POPULER NUSANTARA] Pabrik Sepatu Bata di Karawang Tutup | Kades di Blora Tewas Tersengat Listrik

Regional
Ketiduran Sambil Bawa Emas, Nenek 87 Tahun Jadi Korban Perampokan

Ketiduran Sambil Bawa Emas, Nenek 87 Tahun Jadi Korban Perampokan

Regional
Kemenkes Berikan Beasiswa Kedokteran Khusus untuk Anak Asli Natuna

Kemenkes Berikan Beasiswa Kedokteran Khusus untuk Anak Asli Natuna

Regional
Banjir Sembakung Jadi Perhatian Nasional, Pemda Nunukan Dapat Bantuan 213 Unit Rumah dari BNPP

Banjir Sembakung Jadi Perhatian Nasional, Pemda Nunukan Dapat Bantuan 213 Unit Rumah dari BNPP

Regional
Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Wilayah Lumajang

Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Wilayah Lumajang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com