Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenali Kawasan Jelajah, Peneliti Lepaskan Burung Maleo Bercincin

Kompas.com - 30/06/2019, 11:16 WIB
Rosyid A Azhar ,
Khairina

Tim Redaksi

GORONTALO, KOMPAS.com – Balai Taman nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW) mengembangkan riset burung maleo (Macrocephalon maleo) dengan melepasliarkan individu yang sudah ditandai (banding).

Burung yang dilepas ini berasal dari Sanctuary Maleo Tambun, Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara  yang juga menjadi pusat penelitian burung maleo.

“Pelepasliaran burung yang di-banding ini merupakan salah satu penelitian maleo di Lansekap Taman Nasional Bogani Nani Wartabone yang bertujuan untuk mengetahui wilayah jelajah satwa tersebut,” kata drh Supriyanto, Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Jumat (28/6/2019).

Baca juga: Maleo dan Satwa Endemik Jadi Magnet Ekowisata 6 Desa di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

drh Supriyanto  menjelaskan sejak pembangunan sanctuary malaeo, beberapa maleo dibesarkan dalam kandang pembesaran. Saat ini maleo generasi pertama yang ada di kandang sudah beranjak dewasa dan akan dilepasliarkan ke alam.

“Untuk mengetahui wilayah jelajah maleo, sebelum dilepasliarkan dilakukan penandaan (bird banding),” ujar drh Supriyanto.

Sebanyak 5 ekor maleo dewasa pada Sabtu (22/6/2019) dilakukan bird banding dengan memasang cincin penanda (ring bird) yang terbuat dari campuran alloy dan nikel.  Cincin tersebut diperoleh dari LIPI, dan bernomor seri Indonesian Bird Banding Scheme (IBBS).

“Cincin yang melingkar di kaki burung ini sebagai tanda yang akan dikenali oleh  petugas atau staf lapangan yang melihat pada saat monitoring. Dengan tanda ini juga dapat diketahui bahwa individu maleo tersebut berasal dari Tambun,” ujar Ign Pramana Yuda, peneliti Universitas Atma Jaya Yogyakarta sekaligus Presiden Indonesian Ornitologist Union yang melakukan banding pada maleo.

Sebelum pemasangan cincin, dilakukan pengukuran morfometrik setiap burung maleo. Data ini nantinya akan dimasukkan dalam database nasional burung yang dikelola oleh LIPI.

Pengambilan sampel darah juga dilakukan untuk uji kesehatan maleo, khususnya penyakit parasit darah.

“Serangkaian kegiatan ini dimulai pada dini hari, di mana maleo masih mudah untuk ditangkap dan langsung dilakukan pengurukan morfometrik, banding, dan pengambilan sampel darah. Hal ini untuk mengurangi stress pada individu maleo,” kata Elisabet Purastuti, Field Coordinator EPASS Bogani Nani Wartabone.

Baca juga: Kisah Pipin Sulap Pohon Mati Jadi Patung Maleo, Babi Rusa, dan Julang Sulawesi

Uji tes sampel darah dilakukan di Laboratorium Kesehatan Hewan Manado, Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi Utara.

Hasil laboratorium menyatakan bahwa semua sampel hasilnya negatif atau semua maleo bebas dari parasit darah. Sehingga maleo ini siap untuk dilepasliarkan ke alam.

Tiga tahun yang lalu Balai TNBNW membangun Sanctuary Maleo Tambun sekaligus sebagai Pusat Penelitian Maleo. Sebelumnya anakan maleo yang menetas di bak penetasan semi alami langsung dilepasliarkan.

Maleo adalah burung endemik Sulawesi yang dilindungi dan habitatnya banyak berkurang karena perubahan penggunaan lahan di lokasi peneluran maleo.

Taman Nasional Bogani Nani Wartabone adalah salah satu habitat terbesar dan penting bagi maleo. Penelitian ini diharapkan dapat menunjang konservasi maleo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com