"Kita kan diberi dua pilihan untuk meningkatkan UMP, apakah pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Di DIY pertumbuhan ekonomi jauh lebih tinggi, kenapa pertumbuhan baik karena ekspor kita bagus. Devisa banyak dan pekerja berhak atas kenaikan UMP," ujar dia.
Disinggung berapa kenaikan UMP di DIY, Aji mengaku masih belum bisa memastikan berapa kenaikannya.
Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Irsyad Ade Irawan menyampaikan, pihaknya mengikuti rapat penetapan UMP 2022 DIY, tetapi dalam rapat tersebut pihaknya memilih untuk melakukan walk out (WO).
"Kemarin menginstruksikan ke perwakilan kami agar WO atau keluar dalam rapat pembahasan upah minimum provinsi. Alasannya, dasar yang dipakai UU Cipta kerja, PP 36 tentang pengupahan. Padahal, kami menolak UU Cipta kerja," kata Irsyad saat dihubungi wartawan, Senin (15/11/2021).
"Sekarang sedang kami gugat di MK. Jadi masih bermasalah. Masih bisa dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Tidak etis kalau memakai itu," imbuh Irsyad.
Menurut dia, penentuan pengupahan dengan Peraturan Pemerintah (PP) 36 dan UU Ciptaker menggunakan formula yang aneh atau tidak sesuai karena tidak mencerminkan hidup layak riil masyarakat di Yogyakarta.
Lanjut dia, dalam penentuan menggunakan PP36 dan UU Ciptaker tidak melalui proses survei. Tetapi dengan menggunakan rumus yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
"Tidak ada survei. Dewan pengupahan tinggal menambah, mengurang, dan membagi. Kalau seperti itu dewan pengupahan mending dibubarkan saja. Yang ngitung itu PNS di Disnakertrans pakai kalkulator, ditambah, dikurang kemudian diumumkan," urainya.
Ia menilai PP 36 lebih buruk dari PP 78 soal pengupahan. Pasalnya, jika menggunakan PP 78 kenaikan upah buruh sekitar 6-7 persen sedangkan menggunakan PP 36 kenaikan hanya 3-4 persen.
"2015 sudah buruk kami tolak, dan muncul lagi peraturan yang lebih buruk dalam kenaikan upah," ujar Irsyad.
Dia berharap, dengan kondisi DIY sebagai daerah istimewa Gubernur DIY dapat menetapkan formula lain dalam penentuan pengupahan sehingga upah minimum di DIY bisa mencapai standar minimum kehidupan hidup layak (KHL).
"Tuntutan kami pemerintah tak memakai aturan UU Ciptaker dan PP 36. Yogyakarta sebagai daerah istimewa harus berani menetapkan upah di luar mekanisme tersebut," ujar dia.
Irsyad menambahkan, kenaikan upah minimum yang layak dapat memperbaiki ekonomi masyarakat di tengah pandemi Covid-19 sekaligus juga mengurangi kemiskinan serta mempersempit jurang ketimpangan.
"KHL hitungan buruh di angka sekitar Rp 2,5-3 juta. Akan mendesak merevisi. Langkah litigasi dan nonlitigasi. Audiensi," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.