KOMPAS.com - Sanusi (79), warga Desa Sidodadi, Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar, Jawa Timur adalah pemilik biro jodoh.
Biro Jodoh milik Sanusi itu viral usai sebuah akun TikTok mengunggah video yang mengambil banner biro jodoh tersebut.
Banner berukuran 1x1,5 meter itu dipasang di depan rumah dengan tulisan besar tulisan besar berwarna dominan merah "Biro Jodoh".
Tertulis di bawahnya dengan cetakan lebih kecil dan warna yang tidak menonjol "gadis, jejaka, duda dan janda".
Lalu di salah satu sudut bawah tertulis cetak tebal "P. SANUSI". Tanpa telepon pintar di tangannya, dia mulai menjajakan jasa perjodohan dengan cara lama.
Baca juga: Kisah Sanusi Mak Comblang Blitar, Buka Biro Jodoh di Tengah Maraknya Aplikasi Kencan Digital
Berikut 7 hal soal Sanusi, mak comblang asal Blitar, Jawa Timur:
Sanusi bercerita jika ia pernah menjadi tukang ojek di Pasar Kutukan, pasar tradisional yang jaraknya sekiatr 500 meter dari rumahnya.
Pekerjaan sebagai tukang ojek membuat dia memiliki banyak kenalan dan mudah berkomunikasi dengan orang berbagai latar status sosial.
Pria yang buta huruf itu bertahun-tahun bekerja sebagai tukang ojek.
Ia kemudian berhenti setelah sepeda motor seken yang digunakan ditarik pihak toko karena angsuran tak terbayar.
"Biasanya, penumpang saya mengeluh anak perawannya kok belum dapat jodoh," tutur Sanusi saat ditemui Kompas.com, Sabtu (14/11/2021).
Sanusi juga pernah menjadi marbot di sebuah masjid di Kota Blitar. Bahkan ia pernah melakukan pengembaraan ke banyak daerah hingga ke luar Pula Jawa.
Melalui proses yang panjang, orang banyak mengenal dirinya sebagai tukang mencarikan jodoh.
Baca juga: Pasang Tarif Rp 100.000, Biro Jodoh di Blitar Minta Calon Serahkan Foto dan Nomor Telepon
Sanusi memasang tarif Rp 100.000 sebagai uang pendaftaran yang harus dibayar setiap orang untuk dicarikan jodoh.
Selain membayar uang pendaftaran, mereka juga diminta menyerahkan foto diri dan fotokopi KTP.
Kemudian Sanusi juga akan meminta mereka menuliskan nama dan nomor telepon di belakang foto yang mereka serahkan.
Klien yang kemudian menemukan jodoh berkat jasa Sanusi biasanya akan memberikan uang ekstra.
"Seikhlasnya. Tapi biasanya ngasih Rp 300.000 setiap pasangan," ujarnya.
Baca juga: Viral di TikTok, Ini Kisah Biro Jodoh Milik Sanusi di Blitar, Pertemukan 5 Pasangan Dalam 2 Bulan
"Saya sendiri heran. Kadang yang datang perempuan, perempuan, terus perempuan. Berapa hari yang datang laki-laki terus," ujarnya.
Dia kembali menunjukkan tujuh orang klien yang belum menemukan jodoh, mayoritas laki-laki, yakni tujuh orang.
Kata Sanusi, mungkin perempuan cenderung gengsi kalau terang-terangan mencari jodoh.
Terkait status perkawinan, meski terdapat klien yang lajang, memang lebih banyak duda dan janda yang datang padanya untuk mencari jodoh.
"Perempuan yang satunya lagi itu, itu masih perawan umur 38 tahun. Dia sekarang masih kerja di Hongkong, tapi sudah waktunya pulang. Makanya minta dicarikan jodoh," tuturnya.
Sanusi mengaku sudah cukup lama membuka layanan biro jodoh. Namun ia baru 2,5 bulan memasang spanduk tersebut.
"Saya Sanusi. Baru dua apa tiga bulan lalu saya pasang spanduk itu. Tapi saya menjodohkan orang sudah lama," ujar Sanusi menggunakan bahasa Jawa.
Ia memasang banner karena sejak beberapa tahun terahir mulai jarang mendapatkan 'order' perjodohan.
Setelah 2,5 bulan pasang spanduk, Sanusi mengklaim sudah menjodohkan lima pasangan dan menikah.
Jumlah itu tidak termasuk mereka yang perjodohannya terjadi berkat bantuan yang dia berikan sebelum memasang banner.
Baca juga: Satu-satunya Pasien Covid-19 yang Tersisa di Blitar Meninggal di RS
Jika ada yang tertarik dengan foto, maka Sanusi memintanya untuk menelepon dan mengundangnya untuk bertemu di rumah Sanusi.
"Kalau bisa saat itu juga ya lebih baik. Kalau tidak bisa ya lain waktu. Tapi saya selalu minta mereka bertemu di sini dengan saya saksikan," ujar dia..
Pengalamannya dalam perjodohan, memberi Sanusi cukup banyak pengalaman. Salah satunya tentang adanya siklus "musim kawin".
Kata Sanusi, manusia juga terikat pada siklus alami musim kawin yang datang pada musim penghujan.
Atas dasar itulah, Sanusi memaksakan diri membuka biro jodoh sejak 2,5 bulan lalu menjelang datangnya "musim kawin".
Sejak 2,5 bulan, Sanusi mengklaim telah menjodohkan 5 pasangan hingga akhirnya menikah.
Sanusi tak menampik bahwa "peran tradisional" sebagai pencari jodoh lambat laun mulai pudar.
Saat ini, orang dapat dengan mudah mencari jodoh menggunakan aplikasi yang ada di ponsel.
"Katanya orang sekarang bisa cari jodoh lewat HP," ujar Sanusi yang buta huruf itu.
Walau demikian masih ada beberapa orang yang mendatangi Sanusi untuk mencari jodoh. Saat ini ia masih menyimpan 7 foto yang terdiri dari 5 pria dan 2 perempuan.
"Dilihat dulu fotonya, kalau cocok balik fotonya. Di belakang ini ada nama dan nomor telepon pemilik foto," tutur Sanusi.
Sanusi bercerita sang istri meninggal 3 tahun lalu bersamaan dengan motor seken miliknya ditarik karena menunggak angsuran beberapa bulan.
"Sebenarnya sepeda motor mau saya lunasi dengan menjual beberapa pohon kayu keras di pekarangan, tapi keduluan menantu saya," tuturnya.
Ia bercerita suami dari anak perempuan semata wayangnya yang tidak memiliki penghasilan tetap.
Dua tahun lalu, anak perempuannya itu memutuskan pergi ke Hongkong untuk bekerja sebagai buruh migran, pembantu rumah tangga.
Di tengah situasi yang sulit itulah, dua atau tiga bulan lalu, Sanusi membulatkan tekad membuka biro jodoh di rumahnya yang kini ia tinggali seorang diri.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Asip Agus Hasani | Editor : Priska Sari Pratiwi, Robertus Belarminus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.