Mengacu penjelasan di halaman resmi Disparbud Gresik, tradisi gulat okol merupakan pertunjukan adu ketangkasan, dalam bela diri berteknik pegangan dan bantingan yang mengandung nilai spiritual sebagai ucapan rasa syukur atas karunia dari Tuhan YME.
Tradisi ini merupakan wujud rasa syukur atas hasil bumi yang diperoleh para petani.
Seusai panen dan pada musim kemarau, mereka menggelar sedekah bumi, remo kaulan dan gulat tradisional yang oleh warga setempat disebut okol.
Gulat okol menjadi agenda rutin tahunan, yang saat ini menjadi bagian dari wisata budaya.
Baca juga: Serba-serbi Tempe Mendoan Banyumas yang Ditetapkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia
Okol berasal dari istilah srokol-srokolan.
Sejarah okol dimulai ratusan tahun lalu, sekitar awal abad ke-19, ketika Desa Setro dan wilayah Kecamatan Menganti dilanda kemarau panjang.
Pada saat itu, ladang menjadi kering, tumbuhan banyak yang mati, bahkan hewan ternak pun kesulitan mencari makan.
Kemudian oleh pemimpin desa, cah angon alias penggembala dan warga desa mengadakan doa bersama.
Atas kehendak Tuhan YME, beberapa hari kemudian hujan turun, sehingga warga bisa kembali bercocok tanam, tumbuhan bisa segar kembali dan hewan ternak bisa mendapat makanan.
Baca juga: Sejarah Tempe Mendoan Banyumas yang Jadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia
Atas berkah yang diperoleh lantaran hujan turun sesuai harapan pada saat itu, cah angon kemudian saling berpelukan dan mendorong (srokol-srokolan) di atas jerami padi hasil panen, dengan maksud meluapkan kegembiraan dan rasa syukur kepada Tuhan YME.
"Zaman dahulu kan sempat terjadi, kata orang Jawa itu plait (masa susah), di mana di sekitar daerah Menganti itu petani sempat kesulitan mencari air untuk kelangsungan hidup tanaman padi mereka, karena lama tidak turun hujan," tutur Sutaji.
"Kemudian turun hujan, dengan mereka saat itu meluapkan kegembiraan melalui gulat okol tersebut. Sebenarnya tidak hanya gulat okol, tapi ada semacam ritual sedekah bumi yang dilaksanakan bersamaan gulat okol. Namun yang dinilai oleh tim ahli kemarin itu, cuma tradisi gulat okolnya saja, karena mungkin itu yang lebih populer," jelas Sutaji.
Oleh warga, kata srokol-srokolan tersebut lebih dikenal dengan sebutan okol, yang lambat laun terus berkembang dan rutin dilakukan oleh warga
Seiring perkembangan zaman, agenda tersebut kemudian menjadi tradisi dan terus dilaksanakan oleh warga setempat hingga saat ini.
Baca juga: Petani di Gresik Mengaku Anggota Interpol dan Bergaji Rp 9 Juta, Ini Ceritanya