Masalah utama yang ia hadapi adalah stigma masyarakat. Banyak orang yang merasa tidak mungkin seorang ibu Jannah bekerja membuat olahan makanan seperti sambal roa dan garam pati.
“Benar di dapur saya pakai kursi roda supaya tidak jatuh, tapi di sana saya suruh karyawan yang tunarungu, dan saya selalu kontrol karena mereka tidak bisa mendengar dan tidak bisa bicara, mereka andalkan fisik,” tuturnya.
Kadang-kadang mereka dicemooh, orang beli produk hanya karena mungkin merasa kasian.
“Tapi saya tidak pernah mengatakan produk saya enak. Saya hanya berusaha, saya tetap berbuat, menutup mata telinga tentang stigma, tetap berbuat, bekerja, rezeki sudah diatur,” tuturnya.
Baca juga: Pengakuan Suami Istri yang Diduga Aniaya Anak Asuh Difabel di RKS Sleman
Bahkan pernah sekali saat pameran, produknya benar-benar detail diperiksa seperti mencari kekurangan produk, apakah sama dengan yang membuatnya.
“Saya memang difabel tapi utamakan kualitas produk kami. Perilaku seperti itu merasa seperti diskriminasi. Ada juga pertanyaan kenapa tidak batik ini, tenun si A yang sudah go internasional, kenapa harus Mayana Ecoprint,” jelasnya lagi.
Saat melebarkan sayap usahanya ke ecoprint pada 2020, Nurjannah mengenal PT Pertamina.
Dia kemudia menerima suntikan dana Rp 20 juta melalui program mitra untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Dengan Pertamina, Nurjannah mengaku tak hanya mendapatkan modal usaha, tapi juga banyak yang ia pelajari, terutama menjadi seorang enterprenuer yang sukses, membuat hasil produksi yang bagus, perizinan, promosi hingga ekspor.
“Ecoprint ini baru. Sekitar 2019 saya tertarik dengan kain, motif daun dan pewarna alama. Selama setahun belajar, memahami semua, apa itu ecoprint. Sampai 2020 kita launching dan buat pelatihan untuk SLB kota Ternate, alhamdililah sampai sekarang,” kata Nurjannah.
Ecoprint adalah teknik memberi pola pada kain dengan menggunakan bahan alami.
“Kalau saya mungkin ini lebih ke batik kontemporer. Saya tertarik ini karena saya mau angkat bahwasanya Maluku Utara punya tumbuhan, zat pewarnanya bisa dipakai kain tertentu,” katanya.
Baca juga: Kisah Vivin, Rintis Batik dari Pelosok Desa, Modal Rp 100.000, Kini Omzet Puluhan Juta
Dari usaha ecoprint, dia memproduksi berbagai jenis kain, shal, pashmina, baju, kain dan tas dengan berbagai jenis bahan.
Untuk shal, pashmina dan baju bahan dasarnya mulai dari katun hingga sutera, sementara tas dan sepatu kulit asli sapi.
Harganya pun bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga belasan juta rupiah.
“Produk Mayana Ecoprint ini, Alhamdulilah dipakai oleh tamu VVIP pada moment STQ (Seleksi Tilwatil Qur’an) tingkat Nasional ke XXVI di Sofifi (Ibu Kota Provinsi Maluku Utara) belum lama ini,” katanya.
“Bahkan ada baju yang harganya Rp 15 juta terjual. Kalau dihitung-hitung saat STQ kemarin itu omzetnya ratusan juta rupiah,” katanya lagi.