Akan tetapi, Nurul kaget lantaran mendapat surat panggilan gugatan sidang perdata di Pengadilan Negeri (PN) Nganjuk pada awal September 2021.
Dalam surat itu, nama Nurul tercantum sebagai salah satu tergugat.
Setelah mengikuti persidangan, Nurul baru tahu telah muncul dua sertifikat tanah baru atas namanya.
Salah satu SHM tersebut dijadikan jaminan utang oleh AS. Setelah jatuh tempo, AN selaku pemberi utang melayangkan gugatan ke PN Nganjuk.
Menurut Djatmiko, kasus ini harus menjadi perhatian serius aparat kepolisian, BPN, dan Pemkab Nganjuk.
Sebab, muncul dua sertifikat baru. Sedangkan pemilik tanah dalam kondisiny tidak tahu-menahu. Ironisnya, dua sertifikat baru tersebut dikuasai orang lain.
“Penyertifikatan tanah massal ini perlu evaluasi menyeluruh dan butuh pengawasan yang ketat oleh para pihak terkait. Dalam kasus ini, saya yakin Satreskrim Polres Nganjuk dapat mengusut tuntas adanya dugaan tindak pidana Pasal 263 KUHP dan 374 KUHP,” papar Djatmiko.
“Ini harus clear, karena dampak hukum yang akan muncul sangat merugikan masyarakat bila sertifikat tanah kehilangan kepastian hukumnya,” lanjut dia.
Kepala Desa Sonopatik, Imam Achmad, mengaku belum mendapatkan tembusan resmi atas pengaduan salah satu warganya ke polisi.
“Kalau dari desa, secara resmi kita belum ada tembusan. Tapi kita juga sudah mendengar ada salah satu warga yang melaporkan perangkat desa saya. Ya nanti kita masih nunggu tembusan ke kami,” tutur Imam.
Kompas.com telah mendatangi kediaman AS, oknum perangkat Desa Sonopatik yang diadukan Muhtadin ke polisi. Namun yang bersangkutan tak berada di tempat.
Kasatreskrim Polres Nganjuk, AKP I Gusti Agung Ananta Pratama, belum memberikan tanggapan mengenai kasus ini.
Saat dihubungi via telepon dan pesan WhatsApp, yang bersangkutan tak merespons.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.