Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melestarikan Tradisi Karuhan di Kampung Naga Tasikmalaya, Dua Bukit Jadi Sumber Kehidupan

Kompas.com - 26/09/2021, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Para leluhur dari Kampung Naga di Tasikmalaya meninggalkan jejak tradisi baik kepada keturunan mereka agar tetap menjaga kelestarian alam di kampung berpenduduk 100 kepala keluarga itu.

Pemukiman yang ada di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat memiliki nama unik yakni Kampung Naga.

Dari pusat kota Tasikmalaya dapat ditempuh melalui jalur darat sekitar 30 kilometer menuju barat atau lebih dekat melalui Kota Garut, sekitar 26 km menuju timur.

Baca juga: Merawat Tradisi di Kampung Naga

Dari Bandung, ibu kota Provinsi Jawa Barat, Kampung Naga dapat dicapai setelah menempuh perjalanan sejauh 106 km selama 2,5 jam.

Kampung berpenduduk 100 kepala keluarga ini berada di kilometer ke-30 dari jalan raya Tasikmalaya-Bandung lewat Garut.

Sebuah jalan selebar dua meter sepanjang 500 meter menjadi penghubung jalan raya yang ramai dengan pintu masuk Kampung Naga.

Baca juga: Kisah Abdul Halim Pakai Resep Gila Ubah Desa Miskin Bekas Galian Tambang Batu Kapur Jadi Kampung Miliarder

Penggalan dari kata nagawir

Foto dirilis Rabu (30/1/2019), menunjukkan dua warga adat kesepuhan Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Warga Kampung Naga merupakan salah satu masyarakat adat yang masih memegang tradisi nenek moyang mereka, salah satunya adalah tradisi panen padi.ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI Foto dirilis Rabu (30/1/2019), menunjukkan dua warga adat kesepuhan Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Warga Kampung Naga merupakan salah satu masyarakat adat yang masih memegang tradisi nenek moyang mereka, salah satunya adalah tradisi panen padi.
Jangan harap bakal bertemu naga saat ke kampung yang berada pada ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut ini.

Hewan dalam mitologi masyarakat Tiongkok itu justru tidak dikenal masyarakat di kawasan berudara sejuk bersuhu 20-23 derajat Celcius tersebut.

Naga justru berasal dari penggalan kata dalam bahasa Sunda, nagawir, artinya kampung di bawah tebing terjal.

Sesuai namanya, untuk menuju Kampung Naga kita harus menuruni 439 sangked atau anak tangga yang sudah disemen.

Baca juga: Potret Keunikan Gampong Nusa Aceh Besar hingga Masuk 50 Desa Wisata Terbaik Se-Indonesia

Kemiringan anak-anak tangga sekitar 45 derajat, sedikit berkelok mengikuti kontur lahan. Saat keluar dari sini pun, kita mesti melewati ratusan sangked tadi.

Hitungan tiap orang akan anak tangga ini tidak pernah sama. Sebagian bilang 350, tetapi ada juga menyebut jumlahnya 400 anak tangga.

Butuh waktu sekitar 15 menit untuk menapaki anak-anak tangga itu.

Ujung anak tangga langsung tersambung jalan setapak bersemen setinggi 1,5 meter menyusuri tepian Sungai Ciwulan beraliran deras di sisi kanan kita.

Sungai itu berhulu dari Gunung Cikuray (2.821 meter), gunung tertinggi keempat di Jawa Barat.

Baca juga: Melihat Desa Wisata Kampung Patin di Riau, Tiada Rumah Tanpa Kolam Ikan

Foto dirilis Rabu (30/1/2019), menunjukkan suasana Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Warga Kampung Naga merupakan salah satu masyarakat adat yang masih memegang tradisi nenek moyang mereka, salah satunya adalah tradisi panen padi.ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI Foto dirilis Rabu (30/1/2019), menunjukkan suasana Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Warga Kampung Naga merupakan salah satu masyarakat adat yang masih memegang tradisi nenek moyang mereka, salah satunya adalah tradisi panen padi.
Di kiri jalan setapak yang lebarnya cukup untuk tiga orang berjalan bersisian ini, sebuah tanda kehidupan pun mulai tampak. Ada beberapa balong (kolam) dihuni aneka jenis ikan seperti mas, nila, gurame, mujair, dan lele.

Di tepian balong terdapat saung serbaguna, bisa untuk mencuci pakaian atau tempat menumbuk padi (lisung) hasil panen. Masih di sisi kiri jalan setapak, kita akan menyaksikan suguhan alam, yaitu hamparan persawahan seluas 5 hektare bak permadani hijau kekuningan.

Sebuah papan kayu berukuran besar bertuliskan "Selamat Datang di Kampung Naga" langsung menyita perhatian begitu kaki mulai menapaki langkah menuju permukiman warga.

Baca juga: Desa Wisata Alamendah Bandung, Tempat Mengamati Burung dan Wisata Religi

Di lahan yang sedikit menanjak, berdiri kokoh rumah-rumah warga dengan rupa seragam: rumah panggung kayu berpondasi batu-batu, dinding anyaman bambu berlabur kapur putih.

Serta berlantai papan kayu, atap segitiga dari ijuk hitam pekat membentuk julang ngapak atau sayap burung sedang mengepak.

Jumlah bangunan Kampung Naga ada sekitar 110 unit, 108 di antaranya dihuni.

Bangunan-bangunan tadi berdiri di atas lahan seluas total 1,5 ha dan tidak berubah jumlah serta bentuknya sejak kampung ini berdiri.

Rumah-rumah di Kampung Naga tertata rapi dengan pola memanjang dari timur ke barat atau sebaliknya, dengan pekarangan yang selalu terjaga kebersihannya.

Baca juga: Perjuangan Warga Daraman, Mimpi Desa Wisata dan Musibah Tragis

Kampung Naga di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI Kampung Naga di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.
Peneliti budaya Sunda, Nandang Rusnandar mengatakan arah rumah seperti itu dipilih sejalan dengan alurnya matahari, terbit di timur dan terbenam di barat.

Barisan rumah menghadap utara atau selatan dengan dua pintu masuk, sebelah selatan serta utara ditambah jendela-jendela.

Para pemiliknya seolah tak ingin saling menonjolkan diri dan membiarkan aset mereka terbangun seragam. Sungguh bersahaja.

Masih ada tiga bangunan lainnya di luar rumah-rumah warga, seperti masjid, Bumi Ageung, dan Bale Patemon dengan fungsi berbeda.

Baca juga: Desa Wisata Sungai Batang Sumatera Barat, Tempat Kelahiran Buya Hamka

Masjid menjadi rumah ibadah satu-satunya di kampung berpenduduk Islam, agama yang sudah mereka anut sejak awal tempat ini berdiri.

Bumi Agueng menjadi tempat sakral masyarakat setempat menyimpan benda-benda pusaka adat, dan Bale Patemon merupakan semacam balai pertemuan warga.

Bangunan di kampung ini usianya belum mencapai ratusan tahun.

Tetua adat Kampung Naga, Ucu Suherlan berkisah kalau daerah tempatnya tinggal ini pernah dibakar oleh organisasi DI/TII pimpinan Kartosuwiryo pada 1956 silam.

Pembakaran terjadi karena seluruh warga kampung menentang kehadiran DI/TII. Peristiwa itu ikut mengubur arisp-arsip sejarah yang disimpan para leluhur atau karuhun Kampung Naga di dalam Bumi Ageung.

Baca juga: Desa Wisata Nglanggeran Yogyakarta Ikuti Lomba Desa Wisata UNWTO

Tradisi Karuhun

Foto dirilis Rabu (30/1/2019), menunjukkan warga merontokan padi saat panen raya di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Warga Kampung Naga merupakan salah satu masyarakat adat yang masih memegang tradisi nenek moyang mereka, salah satunya adalah tradisi panen padi.ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI Foto dirilis Rabu (30/1/2019), menunjukkan warga merontokan padi saat panen raya di Kampung Naga, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Warga Kampung Naga merupakan salah satu masyarakat adat yang masih memegang tradisi nenek moyang mereka, salah satunya adalah tradisi panen padi.
Hingga kemudian di antara mereka, kata Ucu, muncul istilah pareum obor atau obor mati.

Musnahnya berkas-berkas sejarah kampung adat ini membuat kisah asal mula kampung menjadi pudar, tidak ada titik terang mirip padamnya obor.

Tak ada kejelasan sejarah, kapan, dan siapa pendiri serta apa yang melatarbelakangi terbentuknya kampung dengan adat istiadat yang masih dipegang teguh hingga sekarang.

Terlepas dari itu semua, Ucu mengatakan kalau ia dan seluruh warga masih tetap memegang teguh ajaran-ajaran para karuhun.

Baca juga: Masuk 50 Desa Wisata Terbaik di Indonesia, Ini Kelebihan dan Kekurangan Desa Serang di Blitar

Misalnya saja, sejak awal para penduduk sepakat untuk hidup tanpa listrik. Ucu beralasan keberadaan listrik dapat berdampak tidak baik bagi kehidupan mereka.

Alhasil, kendati tanpa listrik, mereka tetap bisa menikmati tontonan televisi atau siaran radio berbekal aki yang disambungkan dengan kabel.

Kala malam, kampung ini lumayan temaram.

Demikian pula dengan hasil panen padi di Kampung Naga. Kendati berlimpah, mereka jarang menjual hasil panen kepada pihak lain dan diprioritaskan untuk memenuhi pangan warga selama setahun.

Baca juga: Sandiaga Uno Kunjungi Desa Wisata di Bima, Ditemani Atta Halilintar

Foto dirilis Rabu (30/1/2019), menunjukkan sejumlah warga memanen padi di Kampung Naga, Kabupetan Tasikmalaya, Jawa Barat. Warga Kampung Naga merupakan salah satu masyarakat adat yang masih memegang tradisi nenek moyang mereka, salah satunya adalah tradisi panen padi.ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI Foto dirilis Rabu (30/1/2019), menunjukkan sejumlah warga memanen padi di Kampung Naga, Kabupetan Tasikmalaya, Jawa Barat. Warga Kampung Naga merupakan salah satu masyarakat adat yang masih memegang tradisi nenek moyang mereka, salah satunya adalah tradisi panen padi.
Di kampung tersebut musim tanam berlangsung dua kali dalam setahun. Hasil panen akan mereka simpan di leuit atau lumbung, tepat di belakang rumah warga.

Demikian juga dengan pengelolaan lahan hutan di Bukit Naga dan Bukit Biuk, dua bukit hijau lestari yang memeluk hangat kampung berkontur cekungan mangkuk ini.

Kedua bukit atau leweung dalam bahasa setempat dikeramatkan oleh warga sejak era kolot baheula (nenek moyang) karena dianggap sebagai sumber kehidupan.

Bukit-bukit ini merupakan penampung air alami serta menjadi sumber pengairan selain aliran Sungai Ciwulan.

Baca juga: Desa Wisata Ranu Pani, Tawarkan Wisata Alam dan Fasilitas Lengkap

Pemandangan barisan air menetes dari sela-sela akar pepohonan rindang di lereng bukit merupakan hal biasa untuk penduduk kampung.

Air-air dari mata air perbukitan itu kemudian mengalir pelan menuju balong warga.

Warga juga tidak boleh sembarangan menebang atau memetik tanaman di sekitar kampung serta leweung.

Para karuhun Kampung Naga memiliki pepatah, lojor teu beunang dipotong, pondok teu beunang disambung (panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung).

Artinya dengan menjaga dan melestarikan alam, maka hidup akan berlangsung lebih alami.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kemenkes Berikan Beasiswa Kedokteran Khusus untuk Anak Asli Natuna

Kemenkes Berikan Beasiswa Kedokteran Khusus untuk Anak Asli Natuna

Regional
Banjir Sembakung Jadi Perhatian Nasional, Pemda Nunukan Dapat Bantuan 213 Unit Rumah dari BNPP

Banjir Sembakung Jadi Perhatian Nasional, Pemda Nunukan Dapat Bantuan 213 Unit Rumah dari BNPP

Regional
Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Wilayah Lumajang

Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Wilayah Lumajang

Regional
Wilayah Rawan Banjir Kiriman Malaysia Jadi Sasaran TMMD, Kodim 0911/NNK Siapkan Lahan Pangan

Wilayah Rawan Banjir Kiriman Malaysia Jadi Sasaran TMMD, Kodim 0911/NNK Siapkan Lahan Pangan

Regional
6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

6 WNI Jadi Tersangka Penyelundupan WN China ke Australia

Regional
Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Korban Tungku Meledak di Lampung Bertambah Jadi 4 Orang, Polisi Selidiki Penyebabnya

Regional
Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Pilkada Demak: Dua Orang Mendaftar ke Gerindra, Ada yang Diantar Klub Sepak Bola

Regional
Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Nekat Rebut Kalung Emas Lansia, Jambret di Brebes Babak Belur Dihakimi Massa

Regional
Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Mawar Camp Gunung Ungaran di Semarang: Daya Tarik, Aturan, dan Harga Tiket

Regional
Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Tak Hafal Lagu Indonesia Raya Saat Bikin KTP, Gadis di Nunukan Mengaku Dilecehkan ASN Disdukcapil

Regional
Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Sabtu, Wali Kota Semarang Bakal Daftar Pilkada 2024 di DPC PDI-P

Regional
Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Polisi Tangkap Preman yang Acak-acak Salon Kecantikan di Serang Banten

Regional
Rumah Pembunuh Pelajar SMK Diserang Puluhan Massa Bersenjata Parang

Rumah Pembunuh Pelajar SMK Diserang Puluhan Massa Bersenjata Parang

Regional
Maju Bakal Calon Wakil Wali Kota Semarang, Ade Bhakti Mendaftar ke PDI-P

Maju Bakal Calon Wakil Wali Kota Semarang, Ade Bhakti Mendaftar ke PDI-P

Regional
Teka-teki Pria Ditemukan Terikat dan Berlumpur di Semarang, Korban Belum Sadarkan Diri

Teka-teki Pria Ditemukan Terikat dan Berlumpur di Semarang, Korban Belum Sadarkan Diri

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com