Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tutup 14 Tambang Ilegal di Lereng Merapi, Sultan HB X Bertitah: Gunung Harus Kembali ke Gunung

Kompas.com - 14/09/2021, 05:30 WIB
Wijaya Kusuma,
Wisang Seto Pangaribowo,
Khairina

Tim Redaksi

 

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menutup 14 lokasi tambang ilegal di lereng Gunung Merapi.

Sabtu (11/9/2021) lalu, Sultan HB X bersama Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, cucu RM Gustilantika Marrel Suryokusumo, Wakil Bupati Sleman Danang Maharsa melakukan kunjungan langsung.

Dalam kunjungan itu Sultan menegaskan, wilayah sekitar lereng Merapi harus tetap dijaga kelestariannya.

Sultan meminta agar para penambang pasir yang menggunakan alat berat di sekitar lereng Gunung Merapi harus segera berhenti beroperasi.

Baca juga: Warga Bantul Temukan Rantai Raksasa Saat Gali Pasir

Ditambah lagi saat ini status Gunung Merapi dinaikkan menjadi siaga oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) pada 5 November 2020.

Selama status Gunung Merapi masih siaga, masyarakat yang tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) diminta selalu waspada dan siap jika sewaktu-waktu diminta untuk mengungsi.

Penambang pasir di kawasan KRB juga direkomendasikan untuk berhenti.

Pada saat itu, berdasarkan dari pemantauan udara yang dilakukan, sebagian besar kegiatan penambangan sudah dihentikan. Meski masih ada pula penambangan yang dilakukan di sekitar Sungai Krasak.

Ingsun kagungan kersa, gunung bali gunung. Kuwi sing bisa tak andharake marang sliramu kabeh, muga-muga bisa kalaksanan (Saya memiliki keinginan, bahwa gunung harus kembali seperti gunung. Itulah yang bisa kusampaikan kepadamu semua, semoga bisa terlaksana),” ujar Sultan dikutip dari Jogjaprov.go.id.

Ngarsa Dalem menambahkan bahwa alam tidak membutuhkan manusia, tetapi manusia yang membutuhkan alam. Oleh sebab itu, manusia harus memperlakukan alam dengan baik.

Dalam inspeksi selama 4 jam itu Ngarsa Dalem dan rombongan menilik langsung di wilayah-wilayah terdampak pertambangan dan lokasi-lokasi yang tersembunyi seperti di Sungai Gendol, Sungai Opak, Sungai Kuning serta wilayah Umbulharjo, Argomulyo, Glagaharjo, Kepuharjo Kepanewon Cangkringan.

Sultan menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen dalam mengembalikan kelestarian lingkungan di lereng Gunung Merapi dan menutup seluruh praktik tambang pasir ilegal.

"Dari yang sudah kita saksikan selama ini, para penambang (ilegal) tersebut tidak pernah melakukan reklamasi," tegas Ngarsa Dalem.

Dia menegaskan kepada warga bahwa pihaknya telah melakukan penutupan kepada beberapa titik tambang ilegal terutama pertambangan yang dilakukan di Sultan Ground (SG).

"Tanah SG sudah ditutup, harapan saya (dinas) ESDM segera menutup penambangan yang di luar SG. Karena barangnya (portal) sudah ada, kalau besok Senin belum dipasang, pasti saya tegur," pungkas Sri Sultan.

Semuanya rusak

Saat ditemui wartawan di Kantor Gubernur DIY, Kompleks Kepatihan pada hari Senin (13/9/2021) Sultan menceritakan kondisi lereng Gunung Merapi yang dijadikan sebagai lokasi tambang ilegal. Saat mengunjungi lokasi Sultan terkejut karena kerusakan yang ditimbulkan cukup parah.

"Kalau digali sampai ratusan meter ya tetap larva (material vulkanik), karena tanah di Yogyakarta itu lava semua," katanya.

"Melihat ke sana itu luar biasa. Dalamnya berapa meter itu ada yang 50 meter, 80 meter. Rusak semuanya itu," ungkapnya.

Sultan menyampaikan, pertambangan secara masif ini dan tidak memperhatikan kondisi alam sekitar mencerminkan warga yang serakah.

"Kalau (menurut) saya yang dicari hanya duit saja. Keserakahan yang saya maksud," imbuhnya.

Sultan menambahkan beberapa aktivitas pertambangan pasir dilakukan di SG dan aktivitas itu tidak memiliki izin dari pemerintah. Sehingga dilakukan penutupan tambang-tambang pasir di SG.

"Memang izin itu tidak ada, jadi saya tutup semua total ada 14 portal (ditutup)," kata dia.

Nantinya bukan hanya tambang yang berada di lokasi SG saja yang ditutup tetapi tambang yang tidak memiliki izin juga akan dilakukan penutupan oleh Pemerintah DIY.

"Dasarnya tidak ada izin juga yang menutup dari ESDM," imbuhnya.

Sultan merinci dari total 14 lokasi tambang yang ditutup oleh Pemerintah DIY, 8 di antaranya adalah SG.

Penutupan dilakukan selain tidak memiliki izin juga di luar dari ketentuan Undang-undang yang berlaku.

"Saya punya harapan dengan diportal kendaraan tidak boleh masuk, semoga tidak dilakukan. Kalau dilakukan kan itu kriminal," tegas Sultan.

Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji menambahkan daerah tertentu di DIY memang ada yang tidak diperbolehkan. Hanya beberapa lokasi yang diperbolehkan ditambang seperti di aliran sungai.

"Biarlah gunung tetap menjadi gunung tetap lestari, supaya tidak memanfaatkan lahan-lahan yang tidak seharusnya ditambang. Kita harapkan agar pettambangan tertib," kata dia.

Lanjut Aji penambangan tidak hanya dilakukan pada SG tetapi juga dilakukan di tanah-tanah pekarangan milik warga, dan lokasinya tidak berada di aliran sungai.

"Tambang yang diizinkan yang berada di aliran sungai, yang ditutup pasti tidak memiliki izin. Jika diberi izin yang salah yang memberikan izin," kata dia.

Ia meminta para penambang untuk melakukan aktivitas penambangan di lokasi-lokasi yang diizinkan. Hal itu semata-mata untuk menjaga lingkungan sekitar lereng Merapi.

"Jadi jangan dilakukan di tempat-tempat yang tidak seharusnya. Selain untuk dalam rangka pelestarian alam dan lingkungan ini juga untuk keselamatan para penambang," kata dia.

 

Petani sambut baik

Awal Agustus 2021 para petani di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman terkejut dengan kondisi air irigasi di area persawahan mereka yang bercampur dengan abu vulkanik. Bahkan air bercampur abu vulkanik tersebut masuk ke lahan persawahan.

Setiap hari selama sepekan, air di saluran irigasi daerah Hargobinangun terlihat keruh dan kental bercampur abu vulkanik.

Endapan lumpur tidak hanya terjadi di saluran irigasi. Tanah yang ditumbuhi padi yang biasanya berwarna coklat, terlihat abu-abu karena endapan lumpur vulkanik.

Diduga peristiwa tersebut akibat adanya aktivitas pertambangan. Air bercampur abu vulkanik yang masuk ke irigasi diduga berasal dari buangan pertambangan pasir.

Baca juga: 417 Hektar Lahan Pertanian di Lereng Merapi Terdampak Abu Vulkanik

Akibat peristiwa tersebut, beberapa tanaman petani yang masih berusia muda perlahan-lahan mati. Sedangkan jangka panjangnya akan memengaruhi hasil panen.

Bahkan air swadaya masyarakat pun  menjadi bercampur dengan abu vulkanik.

Endapannya menyumbat pipa air swadaya masyarakat. Alhasil air ke rumah warga menjadi sempat tidak mengalir.

Selain sektor pertanian, saat itu perikanan di daerah Hargobinangun juga terdampak. Air bercampur dengan material abu vulkanik masuk ke area kolam warga dan membuat pendangkalan.

Permasalahan itu sempat diadukan warga kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sekaligus Ratu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, GKR Hemas saat melakukan peninjauan langsung ke daerah yang terdampak yakni di Hargobinangun.

Warga juga menunjukkan saluran irigasi dan area sawah yang mengalami pengendapan akibat air irigasi bercampur abu vulkanik yang diduga dampak dari pertambangan kepada GKR Hemas.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Hargobinangun, Siswiyanto (47) mengatakan dampak terberat dirasakan petani adalah ketika air irigasi bercampur dengan abu vulkanik seperti kejadian awal Agustus 2021 lalu.

"Kalau saya dampak paling berat itu ya (air irigasi bercampur abu vulkanik)," ujar Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Hargobinangun, Siswiyanto (47) saat dihubungi, Senin (13/9/2021).

Siswiyanto mengungkapkan kawasan lereng Merapi merupakan tangkapan air. Fungsinya untuk menjamin ketersediaan air bagi wilayah dibawahnya, baik untuk pertanian maupun kebutuhan hidup masyarakat.

Sehingga, kondisi alam lereng Merapi harus dijaga agar fungsi sebagai tangkapan air tidak terganggu.

"Pertambangan, pengurangan vegetasi itu kan otomatis daya tangkap airnya berkurang. Nah sekarang pertanian tanpa air ya percuma," tegasnya.

Waktu itu Gabungan Kelompok Tani (Gapiktan) Hargobinangun sudah mengirimkan surat keberatan ke Pemkab Sleman terkait aktivitas penambangan pasir di Kali Kuning.

"Bulan kemarin mereka (Pemkab Sleman) ke sini lagi, hasilnya kan kemarin yang Sultan Ground (SG) yang untuk jalan terus diportal, yang melalui tanah Sultan Ground diportal sekarang," ungkapnya.

Baca juga: Gunung Merapi 129 Kali Keluarkan Guguran Lava Selama Sepekan

Siswiyanto mengaku merespon positif keinginan Sri Sultan HB X  "Gunung dikembalikan sebagai mestinya gunung".

Dengan adanya dukungan dari Gubernur DI Yogyakarta (DIY) maka membuat pertanian akan kembali bergairah, selain itu alam Merapi akan terjaga kelestarianya.

"Kita sih responnya positif ya, jadi gunung kembali ke gunung. Kalau seperti itu kan harapanya nanti pertanian akan bergairah lagi karena pertanian kan tidak lepas dari alam, kalau gunungnya rusak, sumber daya airnya kan berkurang," jelasnya.

Namun demikian, pihaknya saat ini masih menunggu realisasi di lapangan. Pihaknya berharap agar "gunung kembali menjadi gunung" bisa terwujud.

"Iya, tapi aplikasi ke bawahnya kita masih menunggu," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

3.617 Wajib Pajak Magelang Gratis PBB, Berikut Syaratnya

3.617 Wajib Pajak Magelang Gratis PBB, Berikut Syaratnya

Regional
Saat Doa Ibu Mengiringi Pratama Arhan Bertanding...

Saat Doa Ibu Mengiringi Pratama Arhan Bertanding...

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Tengah Malam Berawan

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Tengah Malam Berawan

Regional
Viral Keluhan Soal Kenaikan UKT Unsoed, Mahasiswa Merasa Ditodong

Viral Keluhan Soal Kenaikan UKT Unsoed, Mahasiswa Merasa Ditodong

Regional
Utang Pelanggan PDAM Magelang Capai Rp 150 Juta, Banyak Rumah Kosong

Utang Pelanggan PDAM Magelang Capai Rp 150 Juta, Banyak Rumah Kosong

Regional
Kronologi Pembunuhan Karyawan Toko di Sukoharjo, Korban Dicekik dengan Sabuk dan Dipukul Batu

Kronologi Pembunuhan Karyawan Toko di Sukoharjo, Korban Dicekik dengan Sabuk dan Dipukul Batu

Regional
Kepala LKPP Pastikan Belanja Pemerintah Prioritaskan PDN dan UMKK

Kepala LKPP Pastikan Belanja Pemerintah Prioritaskan PDN dan UMKK

Regional
Penyelidikan Dugaan Korupsi Payung Elektrik Masjid Raya Annur Riau Dihentikan

Penyelidikan Dugaan Korupsi Payung Elektrik Masjid Raya Annur Riau Dihentikan

Regional
Sederet Fakta Pembunuhan Karyawan Toko di Sukoharjo, Korban Dibunuh 3 Pria, Pelaku Bawa Kabur THR Korban

Sederet Fakta Pembunuhan Karyawan Toko di Sukoharjo, Korban Dibunuh 3 Pria, Pelaku Bawa Kabur THR Korban

Regional
Anggota OPM Pelaku Penyerangan Pos Kisor Serahkan Diri dan Kembali ke Pangkuan NKRI

Anggota OPM Pelaku Penyerangan Pos Kisor Serahkan Diri dan Kembali ke Pangkuan NKRI

Regional
Bus Eka Tabrak Truk di Tol Solo-Ngawi, 1 Orang Tewas, Ini Dugaan Penyebabnya

Bus Eka Tabrak Truk di Tol Solo-Ngawi, 1 Orang Tewas, Ini Dugaan Penyebabnya

Regional
PDAM Magelang Beri Diskon untuk Masyarakat Penghasilan Rendah, Catat Tanggalnya

PDAM Magelang Beri Diskon untuk Masyarakat Penghasilan Rendah, Catat Tanggalnya

Regional
Timnas Menang atas Korea Selatan, Warga Ambon Konvoi Sambil Bunyikan Klakson

Timnas Menang atas Korea Selatan, Warga Ambon Konvoi Sambil Bunyikan Klakson

Regional
Cerita Nelayan Berhari-hari Bantu Cari Dokter Wisnu di Laut, Keluarganya Pernah Jadi Pasien Sang Dokter

Cerita Nelayan Berhari-hari Bantu Cari Dokter Wisnu di Laut, Keluarganya Pernah Jadi Pasien Sang Dokter

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com