Kepala Desa Lasem, Khoiri menuturkan, sosok Mbah Jek sejauh ini memang menjadi tokoh utama dalam cerita Situs Lasem Sidayu Gresik.
Namun, cerita dalam sejarah yang berkembang masih cukup terbatas, lantaran prasasti yang dianggap bisa menjadi kunci belum ditemukan hingga kini.
"Kami sudah berusaha, tapi memang belum ditemukan di mana prasasti itu. Bahkan sudah coba kami cari di beberapa kota, juga belum ketemu," ujar Khoiri.
Selama ini, jelas Khoiri, cerita yang berkembang di lingkungan masyarakat hanya berasal dari tutur turun-temurun dari generasi sebelumnya.
Belum ada yang secara tuntas membahasnya, karena terbentur hilangnya kepingan bukti pendukung.
"Cerita dari orang-orang tua, dari sesepuh desa, namun antara satu cerita dengan lainnya itu kadang tidak nyambung (tidak sinkron). Makanya, andai saja prasasti itu ditemukan dan berhasil diterjemahkan, bisa jadi ceritanya akan lebih lengkap. Sejauh ini, ya sekedar Mbah Jek saja," tutur Khoiri.
Cagar budaya
Pada halaman resmi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Gresik, juga sempat diulas secara singkat mengenai Situs Lasem yang berada di Kecamatan Sidayu.
Diterangkan, bila Situs Lasem merupakan salah satu cagar budaya peninggalan era Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-13, yang kini berada di bawah pengawasan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan.
Tokoh utama pada situs Lasem adalah Mbah Jek, yang dipercaya merupakan sosok pejabat penarik pajak yang di tempatkan oleh raja Majapahit untuk mengelola pajak di wilayah Sidayu dan sekitarnya.
Hasil penarikan pajak itu kemudian disetorkan untuk Kerajaan Majapahit.
"Setahu saya, Situs Lasem itu peninggalan zaman Kerajaan Majapahit. Dengan tokohnya itu Mbah Jek, penarik pajak bagi Kerajaan Majapahit untuk wilayah Pantura," kata arkeolog BPCB Trowulan Wicaksono Dwi Nugroho, saat dihubungi.
Wicaksono menjelaskan, Kerajaan Majapahit pada saat itu membutuhkan 'perwakilan' guna membantu mengontrol wilayah kekuasaan mereka yang cukup luas.
Terlebih, pesisir Pantura merupakan jujukan bagi kapal-kapal dagang pada masa tersebut.
"Waktu itu, Pantura kan sudah ramai aktivitas perdagangan, banyak kapal yang bongkar-muat. Mulai dari pelabuhan Gresik sekarang sampai Paciran-Brondong di Lamongan itu ramai, makanya kemudian ditunjuklah Mbah Jek guna menarik upeti atau pajak bagi Kerajaan Majapahit," tutur Wicaksono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.