Salin Artikel

Situs Lasem Gresik dan Kisah Mbah Jek, Tokoh Penarik Pajak di Zaman Majapahit

Disebut demikian, sebab situs ini terletak di Desa Lasem, yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Sidayu.

Berbeda dengan peninggalan-peninggalan sejarah lain yang ada di Gresik, belum banyak budayawan maupun pemerhati sejarah yang melakukan penelitian secara mendalam mengenai situs ini.

Sehingga belum dapat diketahui secara detail alur sejarahnya.

Sosok Mbah Jek

Warga desa setempat percaya, bahwa Situs Lasem merupakan bagian dari sejarah Kerajaan Majapahit yang sempat tersohor pada masanya.

Tidak jauh dan berada di luar Situs Lasem, terdapat cungkup yang diyakini oleh warga setempat sebagai makam Mbah Jek.

Mbah Jek merupakan sesepuh desa yang juga menjadi sosok penarik pajak pada era Majapahit.

"Cerita yang saya dapat turun-temurun, di sini dulunya itu tanah perdikan. Yakni, tanah bebas pajak karena di tempati oleh Mbah Jek, penarik pajak di sepanjang kawasan Pantura untuk disetor kepada Kerajaan Majapahit pada zaman dulu," ujar juru kunci Situs Lasem Muhammad Muchid (56).

Lantaran menjadi tempat tinggal Mbah Jek, maka kawasan Lasem dibebaskan dari upeti sebagai bentuk penghargaan dari Kerajaan Majapahit.

Sementara Mbah Jek, semasa hidupnya, merupakan penarik upeti bagi Kerajaan Majapahit di wilayah Pantura yang saat ini menjadi Kabupaten Gresik dan Lamongan.

Hilangnya sebuah prasasti kunci

Muchid yang mengaku meneruskan ibunya sebagai juru kunci Situs Lasem tidak menampik, jika sudah ada beberapa orang yang berniat melakukan penelitian mengenai sejarah situs ini.

Namun mereka rata-rata kesulitan saat coba mengungkap detail sejarah, lantaran minimnya acuan dan petunjuk yang didapatkan di sekitar lokasi.

"Pada sekitar tahun 1976 itu sempat ditemukan prasasti, seperti meja bundar dengan di baliknya itu terdapat tulisan jawa kuno, sansekerta. Tapi sewaktu saya masih kecil, saat orde baru, prasasti itu dibawa orang. Ngomongnya petugas dari Jakarta, tapi kini malah hilang tidak ditemukan," kata Muchid.

Warga dan pihak desa setempat, jelas Muchid, sudah coba mencari keberadaan prasasti tersebut di beberapa musem dan tempat bersejarah yang ada di Jawa.

Namun hasilnya nihil. Hingga kini mereka belum berhasil menemukan prasasti yang dimaksud.

"Waktu itu juga tidak ada dokumentasi sama sekali, jadi sulit juga untuk melacaknya. Kalau prasasti itu ditemukan, mungkin bisa diungkap cerita mengenai Lasem secara runtut (detail)," tutur Muchid.

Oleh warga kemudian dipecah, sehingga tampak tulisan jawa kuno.

Temuan ini kemudian dilaporkan oleh warga ke kantor dinas terkait, dan sempat dilakukan ekskavasi pada tahun 1980-an.

Adapun dalam tulisan jawa kuno tersebut, salah satunya diketahui menyebut nama Mbah Jek.

Situs Lasem berada di lahan berukuran 50 meter persegi.

Di dalamnya, terdapat pagar batu berkeliling yang tertata secara rapi.

Pada beberapa ornamen batu tersebut, terdapat coretan tulisan jawa kuno dan juga gambar relief, sekilas terlihat mirip dengan tokoh yang ada pada pewayangan.

Di sebelah utara berbatasan lapangan voli dan sepakbola, arah timur berbatasan dengan kompleks makam umum desa setempat dan juga kuburan Mbah Jek.

Sementara di sebelah barat, berbatasan dengan lahan milik warga, dan selatan berbatasan dengan sebuah mushalla serta akses jalan masuk.

Terdapat dua kategorisasi dalam situs Lasem yakni, kompleks Ndalem dan Sentono.

Pada kompleks Ndalem, terdapat pagar batu dengan relief, bekas struktur masjid kuno, sumur tua, tempat mencuci atau membersihkan diri, makam kuno, serta pohon besar menjulang yang oleh warga dikenal sebagai pohon dandu.

Sementara pada komplek Sentono, selain makam cungkup Mbah Jek dan makam panjang, juga terdapat beberapa kuburan kuno.

Di antaranya ada yang beberapa sudah bercampur dengan makam warga desa setempat.

"Kalau melihat dari struktur batu yang ada di sana, sepertinya sempat di tempati beberapa dinasti. Tapi terkenalnya itu zaman Kerajaan Majapahit, dibuat seperti layaknya kantor pajak oleh tokoh yang dikenal sebagai Mbah Jek," ujar Hasan Shadiq, tokoh masyarakat yang mengaku mengikuti sejarah Situs Lasem.

Namun Hasan masih menyimpan sebuah keyakinan dalam hatinya, jika Situs Lasem berumur lebih tua dari perkiraan banyak orang, yang meyakini situs ini ada sejak masa Majapahit.

Kendati Hasan mengakui, hingga saat ini belum bisa membuktikan apa yang diyakini olehnya tersebut.

"Kalau prasasti itu ditemukan, mungkin bisa lain ceritanya. Sudah sempat dicari, tapi sampai saat ini belum ditemukan," tutur Hasan, yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Camat (Sekcam) Sidayu.

Makam Mbah Jek terlihat dikelilingi pagar yang tersusun dari batu karang berbentuk bulat, berdenah persegi empat panjang membujur barat timur.

Panjangnya sekitar 9,05 meter, lebar 6,55 meter dan tinggi 92 sentimeter.

Namun, cerita dalam sejarah yang berkembang masih cukup terbatas, lantaran prasasti yang dianggap bisa menjadi kunci belum ditemukan hingga kini.

"Kami sudah berusaha, tapi memang belum ditemukan di mana prasasti itu. Bahkan sudah coba kami cari di beberapa kota, juga belum ketemu," ujar Khoiri.

Selama ini, jelas Khoiri, cerita yang berkembang di lingkungan masyarakat hanya berasal dari tutur turun-temurun dari generasi sebelumnya.

Belum ada yang secara tuntas membahasnya, karena terbentur hilangnya kepingan bukti pendukung.

"Cerita dari orang-orang tua, dari sesepuh desa, namun antara satu cerita dengan lainnya itu kadang tidak nyambung (tidak sinkron). Makanya, andai saja prasasti itu ditemukan dan berhasil diterjemahkan, bisa jadi ceritanya akan lebih lengkap. Sejauh ini, ya sekedar Mbah Jek saja," tutur Khoiri.

Cagar budaya

Pada halaman resmi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Gresik, juga sempat diulas secara singkat mengenai Situs Lasem yang berada di Kecamatan Sidayu.

Diterangkan, bila Situs Lasem merupakan salah satu cagar budaya peninggalan era Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-13, yang kini berada di bawah pengawasan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan.

Tokoh utama pada situs Lasem adalah Mbah Jek, yang dipercaya merupakan sosok pejabat penarik pajak yang di tempatkan oleh raja Majapahit untuk mengelola pajak di wilayah Sidayu dan sekitarnya.

Hasil penarikan pajak itu kemudian disetorkan untuk Kerajaan Majapahit.

"Setahu saya, Situs Lasem itu peninggalan zaman Kerajaan Majapahit. Dengan tokohnya itu Mbah Jek, penarik pajak bagi Kerajaan Majapahit untuk wilayah Pantura," kata arkeolog BPCB Trowulan Wicaksono Dwi Nugroho, saat dihubungi.

Wicaksono menjelaskan, Kerajaan Majapahit pada saat itu membutuhkan 'perwakilan' guna membantu mengontrol wilayah kekuasaan mereka yang cukup luas.

Terlebih, pesisir Pantura merupakan jujukan bagi kapal-kapal dagang pada masa tersebut.

"Waktu itu, Pantura kan sudah ramai aktivitas perdagangan, banyak kapal yang bongkar-muat. Mulai dari pelabuhan Gresik sekarang sampai Paciran-Brondong di Lamongan itu ramai, makanya kemudian ditunjuklah Mbah Jek guna menarik upeti atau pajak bagi Kerajaan Majapahit," tutur Wicaksono.

https://regional.kompas.com/read/2021/09/09/102614678/situs-lasem-gresik-dan-kisah-mbah-jek-tokoh-penarik-pajak-di-zaman

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke