-Kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada 1997
-Anggota DPRD Kota Pontianak periode 1997-1999 dan 1999-2003
-Wakil Wali Kota Pontianak mendampingi Buchari A Rahman periode 2003-2008
-Wali Kota Pontianak 2 periode 2008-2018
-Gubernur Kalimantan Barat 2018
Tahun 2017 adalah masa keemasan. Di penghujung pengabdiannya sebagai wali kota, Sutarmidji terpilih menjadi satu di antara tujuh wali kota terbaik se-Indonesia. Penghargaan bertema Leadership Award 2017, diberikan Kementerian Dalam Negeri.
Nama Sutarmidji, saat itu, juga disejajarkan dengan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini dan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil yang juga menerima penghargaan yang sama.
Capaian tersebut tidak bisa disulap dalam satu malam. Sutarmidji memulai semuanya dari awal masa kepemimpinannya. Satu di antara contoh, misalnya, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari Rp 60 miliar di tahun 2009 menjadi Rp 206 miliar di tahun 2012.
Baca juga: Tersangka Perusakan Masjid Ahmadiyah Sintang Bertambah Jadi 21 Orang
Ketepatan dalam merumuskan kebijakan dan program berhasil menggali berbagai potensi yang belum tergarap, yang kemudian berdampak terhadap peningkatan keuangan daerah. Lalu, kemana anggaran tersebut dibelanjakan? Infrastruktur jalan, pendidikan dan kesehatan menjadi prioritas.
Infrastruktur jalan dalam kota pun digenjot, dilakukan peninggian jalan-jalan dengan pondasi beton. Jalan Komyos Sudarso, misalnya, yang dahulu rusak dengan lubang di sana sini, kini mulus beraspal. Begitu pula Jalan Tabrani Ahmad juga telah dibenahi.
Sedangkan untuk mengatasi genangan air di jalan yang sering terjadi setiap musim hujan, dilakukan dengan normalisasi parit. Kemudian pembenahan jalan lingkungan atau gang–gang dilakukan dengan memberikan bantuan material semen, batu dan pasir.
Baca juga: Kota Pontianak Masuk Zona Merah Penyebaran Covid-19, Sutarmidji: PPKM Mikro Lebih Ketat
Sutarmidji juga ketat mengontrol penggunaan anggaran, utamanya bantuan sosial (bansos) yang rentan terjadi kebocoran.
Sutarmidji kemudian mengeluarkan Peraturan Wali Kota (Perwa) Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pemberian Bansos, yang mengatur dengan jelas siapa saja yang berhak menerima serta bagaimana mekanisme permohonan bantuan.
Di dalamnya juga memuat aturan bahwa setiap organisasi masyarakat, kelompok dan perorangan yang telah mendapatkan dana bansos harus membuat pertanggungjawabannya (SPJ) berupa laporan maupun bukti belanja. Ini dilakukan karena kerap terjadi kegiatan fiktif dalam bansos.