KOMPAS.com - Wakil Wali Kota Surabaya Armuji kaget ketika mengetahui siswa dipaksa membayar uang seragam sebesar Rp 1,3 juta hingga Rp 1,5 juta menjelang pembelajaran tatap muka (PTM) 6 September 2021.
Yang lebih mengherankan, siswa dari kalangan kurang mampu atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) pun turut dipaksa membeli seragam.
"Apapun kondisinya, yang MBR ini, karena mereka penghasilannya cuma Rp 2,5 juta, kalau (disuruh) untuk beli seragam seharga Rp 1,3 juta, ya habis uangnya," kata Armuji, saat dikonfirmasi, Kamis (2/9/2021).
Baca juga: Siswa di Surabaya Diminta Beli Seragam Rp 1,5 Juta oleh Sekolah, Begini Respons Wakil Wali Kota
Wali murid melapor
Dia mengetahui hal tersebut atas laporan sejumlah masyarakat yang mendatangi dirinya.
"Tadi ada enam wali murid (yang mengadu), dan itu masih banyak yang lainnya. Jadi yang kebetulan saya undang, saya interogasi, ada enam orang, dengan SMP yang berbeda-beda. Jadi hampir seluruh (sekolah) Surabaya modelnya kayak gitu," kata Armuji.
Menurutnya, pihak sekolah hanya memberi dia pilihan, yaitu membeli seragam di sekolah atau membeli seragam di luar sekolah.
"Lha ini alternatif dari sekolah cuma gini, beli seragam di sekolah atau di luar. Bukannya dikasih malah disuruh beli kok. Harusnya kan diberi, bukan beli. Karena ini tanggung jawab Pemerintah Kota," ucap Armuji.
Siswa keluarga MBR tak boleh dibebani biaya
Armuji menegaskan, siswa sekolah negeri dari keluarga berstatus Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) atau yang melalui jalur Mitra Warga tidak boleh ditarik biaya operasional dan personal.
"Kami telah mengatur dalam regulasi penyelenggaraan pendidikan dan hibah biaya pendidikan daerah, siswa tidak mampu tidak boleh ditarik biaya seragam," kata Armuji.
Kepada warga yang menemuinya, Armuji telah membantu pelunasan seragam.
"Untuk ini (siswa MBR yang memberi laporan) saya bantu lunasi seragamnya, tapi bagi yang lainnya kami pastikan bahwa sekolah negeri, khususnya SMP negeri, tidak boleh menarik biaya seragam bagi siswa MBR yang diterima di jalur Mitra Warga dengan alasan apa pun," tutur Armuji.
Armuji mengaku kecewa atas peraturan dari sekolah tersebut.
Sebab seakan-akan Dinas Pendidikan Kota Surabaya tidak melakukan pengawasan terhadap sekolah-sekolah.
Padahal pihaknya sudah memberi peringatan bahwa tidak ada kewajiban siswa membeli seragam.
"Makanya ini kami sangat menyesalkan, terutama sama Dispendik Surabaya. Karena mereka tidak mau tahu hal-hal semacam itu. Aturannya sudah jelas, bagi warga MBR akan diberi seragam buku dan semuanya ditanggung pemerintah," kata Armuji.
Meski demikian, Armuji tidak menyebutkan sekolah yang melakukan penarikan biaya seragam.
Baca juga: Tawuran Remaja di Surabaya, Direncanakan Lewat Medsos hingga 4 Orang Ditangkap
Minta Dispendik cek ke bawah
Armuji pun kembali menginstruksikan kepada para kepala sekolah untuk tidak memaksa siswa membeli seragam.
Ia juga meminta agar Dispendik Surabaya turun ke sekolah-sekolah untuk melakukan pengawasan agar hal-hal serupa tidak terjadi lagi.
"Kalau enggak ada laporan, mungkin Dispendik akan diam saja. Tapi, kalau sudah seperti ini, kami instruksikan harus turun ke sekolah-sekolah untuk bisa mengecek keberadaan anak-anak MBR ini," kata Armuji.
Ia pun meminta Dispendik Surabaya untuk memanggil semua kepala sekolah agar tidak ada lagi kebijakan sekolah yang bertentangan dengan regulasi Pemkot Surabaya.
"Ini tugas Dispendik untuk memanggil semua kepala sekolah dan menginstruksikan agar tidak lagi memaksa siswa membeli seragam. Ini kesannya Dispendik juga enggak kerja kalau seperti ini," kata Armuji.
"Untuk berikutnya, tidak boleh pihak sekolah memaksa siswa atau wali murid membeli seragam. Kewajiban dari Dispendik, sesegera mungkin memberikan seragam bagi anak-anak dari MBR," imbuh Armuji.
Baca juga: Belajar Tatap Muka Dimulai, Sekolah Diminta Jangan Paksa Murid Beli Seragam Baru
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sebelumnya sudah menyampaikan melalui akun Instagramnya terkait pembelian seragam.
Eri mengancam pihak sekolah yang mewajibkan siswanya membeli seragam.
Pernyataan itu disampaikan Eri menjelang pelaksanaan PTM terbatas untuk SD dan SMP di Surabaya pada 6 September 2021 mendatang.
"Saya minta, tidak ada memaksa membeli seragam, ini fardhu ain, SD, SMP. Kalau ada yang memaksa, njenengan akan berhadapan dengan saya," ucap Eri.
(KOMPAS.COM, Penulis Kontributor Surabaya, Ghinan Salman | Editor Robertus Belarminus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.