DENPASAR, KOMPAS.com - Pemerintah Kota Denpasar menggelar Upacara Wisuda Bumi di Pura Agung Jagatnatha Denpasar, Minggu (22/8/2021) kemarin.
Upacara keagamaan yang digelar bertepatan dengan Rahina Kajeng Kliwon Wuku Watugunung Nemoning Purnama Katiga tersebut bertujuan untuk mendoakan agar pandemi Covid-19 kembali mereda.
Kordinator Upacara, Cokorda Putra Wisnu Wardhana mengatakan, upacara Wisuda Bumi mengacu pada Lontar Siwagama yang menceritakan Kutukan Dewa Siwa terhadap Dewi Uma menjadi Dewi Dhurga.
Atas Kutukan Dewa Siwa, Dewi Durgha berstana di Setra Gandhamayu menjadi Panca Dhurga.
Baca juga: Biaya Tes PCR di Bali Rp 495.000, Dinkes Ancam Cabut Izin Layanan Kesehatan yang Tak Turunkan Harga
Namun demikian, Dewa Siwa turut menjelma menjadi Kala Ludra untuk memburu Panca Dhurga.
“Pertemuan antara Kala Ludra dan Panca Dhurga inilah yang melahirkan berbagai bencana, di antaranya yakni sasab, merana, gering tetumpur dan gering agung,” kata Wardhana, dalam keterangan tertulis, Senin (23/8/2021).
Wardhana menuturkan, lahirnya berbagai bencana tersebut telah membuat khawatir Sang Hyang Tri Semaya yang merupakan Brahma, Wisnu dan Siwa sebagai pencipta, pemelihara dan pelebur alam semesta.
Kekhawatiran itu kemudian dijawab dengan mempersembahkan upacara Wisuda Bumi yang didasari Caru Manca Sia dan Caru Panca Sanak Madurga kepada ciptaan berbagai bencana, di antaranya yakni sasab, merana, gering tetumpur dan gering agung.
“Proses penyadaran Kala Ludra dan Dewi Durgha inilah yang identik dengan sesolahan atau pementasan sakral," kata dia.
Pementasan sakral dalam upacara itu, lanjut dia, yakni Wayang Emas Samirana, Tabuh Pemanjang, Gula Ganti dan Redep Kecapi yang tertuang dalam Lontar Siwagama, serta pementasan Sang Hyang Tri Semaya yang berbuah wujud menjadi Telek, Topeng Bang dan Barong Swari.
Keseluruhan makna dalam upacara itu yakni Somia Rupa atau pengeruatan. Di mana, sifat-sifat negatif yang muncul dari ruang dan waktu alam semesta.