Nofrizon mengatakan gubernur dan wakil gubernur bisa saja menolak anggaran itu dan mengembalikannya ke negara seperti yang dilakukan gubernur sebelumnya Irwan Prayitno.
3. Bisa Ditolak
Mantan Gubernur Sumbar Irwan Prayitno memahami, anggaran mobil dinas baru merupakan hak kepala daerah. Namun, kepala daerah bisa mengambil keputusan apa pun setelah anggaran itu ketok palu di DPRD.
Kepala daerha, kata Irwan, bisa saja menolak membeli mobil dinas baru.
"Namanya hak, bisa saja ditolak. Anggaran yang ditolak bisa kembali dianggarkan melalui mekanisme normal yaitu anggaran perubahan atau di zaman Covid-19 ini ada refocusing anggaran," kata Irwan.
"Meski itu adalah hak kepala daerah, namun setelah ketok palu di DPRD dan dianggarkan, maka terserah kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk membeli atau memakainya," lanjut Irwan.
Irwan mencontohkan langkah yang diambilnya pada 2010. Saat itu, Irwan menolak anggaran kendaraan dinas baru. Politisi PKS itu memutuskan memakai mobil pribadi, termasuk untuk istri gubernur.
"Saya pun menolak pembangunan rumah dinas Gubernur yang sudah tidak layak. Dalam perjalanan naik pesawat, saya pun menolak naik kelas bisnis. Tentu banyak juga hak Gubernur yang ditolak," ujar Irwan.
Saat itu, Irwan menjadi gubernur ketika Sumbar usai dilanda gempa yang meluluhlantakkan Sumbar pada 30 September 2009.
4. Dikritik anggota DPR RI
Anggota DPR RI Andre Rosiade menilai Gubernur Sumbar Mahyeldi dan Wakil Gubernur Audy Joinaldy tidak memiliki sense of crisis sebagai kepala daerah.
"Masak di tengah pandemi dan masyarakat menjerit perekonomiannya, mereka gagah-gagahan beli mobil baru. Ini tidak ada sedikit pun sense of crisis atau rasa kepeduliannya pada masyarakat," kata Andre.