Agnes Natalia Kristianti, 39 tahun, mengaku kaget ketika suatu malam, saat ia sedang menangisi kepergian suaminya, putranya yang baru berusia 10 tahun, Ferdinand Hendarwan atau biasa dipanggil Ednan menghampiri dan mengelus punggungnya.
"Kami saling menguatkan," kata Agnes pada BBC News Indonesia.
Iwan Hendarwan, sang suami, meninggal dunia pada pertengahan Juli setelah menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Yogyakarta.
Sebelum masuk rumah sakit, Agnes dan suaminya telah menjalani isolasi mandiri di rumah mereka yang terletak di Kabupaten Sleman setelah mendapati hasil tes antigen mereka positif Covid-19.
Baca juga: Diperkirakan Ada 5.000 Anak Yatim Piatu di Jatim Selama Pandemi Covid-19
Namun dua hari berselang, Iwan mengeluh merasakan nyeri dan tidak bisa tidur. Ia harus dibantu oksigen untuk terlelap. Setelah oksigen di rumah mereka mulai habis, Agnes dan suaminya masuk rumah sakit.
"Karena saya juga positif, jadi saya ikut mendampingi suami di ruang isolasi sampai suami saya akhirnya meninggal," ujarnya.
Agnes yang berprofesi sebagai karyawan marketing sebuah bank kini menjadi kepala keluarga. Ia mengaku harus tetap tegar dan terus bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarganya serta menyekolahkan anaknya.
Selain tetap kuliah, Risqita mengurus rumah tangga dan mengelola toko peninggalan ibunya. Toko inilah yang nantinya akan menjadi sumber penghidupan bagi dirinya dan kedua adiknya.
Tapi sebelum itu, Risqita dituntut untuk tidak hanya menjadi sosok yang kuat dan tabah tapi juga menghibur bagi kedua saudara kandungnya.
Adik yang pertama adalah penyandang tunarungu yang memiliki keterbatasan komunikasi, sementara adik yang paling kecil, yang masih berusia sembilan tahun, masih terguncang emosinya.
Baca juga: Polda Jateng Janjikan Beasiswa untuk Ratusan Anak Yatim Piatu karena Covid-19
"Adik yang paling kecil kalau tidur selalu sama Ibu dan Bapak. Sekarang saja dia masih trauma kalau mendengar kata 'ibu' dan 'bapak', mau di handphone, di telepon, atau di televisi. Kalau orang cerita, langsung itu, dia pasti menangis sampai sesak," kata dia.
Menurut Komisaris dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, negara harus hadir -mulai dari pemberian pendampingan psikologis, hingga pemberian bantuan kesehatan dan pendidikan.
"Pertama-tama [yang harus dilakukan] tentu pendataan. Kementerian Dalam Negeri melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) harus memastikan berapa angka kematian orang tua yang punya anak-anak usia di bawah 18 tahun," kata Retno melalui sambungan online.
Baca juga: Penuh Haru, Vino yang Yatim Piatu akibat Covid-19 Ungkap Hal Ini ke Paman
"Jadi anak2 ini tetap bisa melanjutkan pendidikan dan tetap bisa melanjutkan hidup," lanjut Retno.
Sementara, melalui sebuah rilis, Kementerian Sosial menyatakan bahwa data akurat by name by address yatim piatu Covid masih dalam proses pengumpulan tim di lapangan.
Berdasarkan data dari Satgas Penanganan Covid-19 per 20 Juli 2021 diketahui terdapat 11.045 anak menjadi yatim piatu, yatim atau piatu.
Baca juga: Pemkab Karawang Akan Beri Beasiswa bagi Anak Yatim Piatu Korban Covid-19
Namun KPAI memprediksi terdapat lebih dari 40.000 anak, dan Kawal Covid-19 mengestimasi lebih dari 50.000 anak telah menjadi yatim/piatu akibat pandemi hingga Juli lalu.
Meski demikian, KPAI mengingatkan bahwa data kualitatif juga dibutuhkan di samping data kuantitatif atau data berupa angka.
Sehingga terdapat pemahaman bahwa setiap anak atau keluarga menghadapi situasi yang berbeda-beda dan bantuan tetap bisa disalurkan pada mereka yang terdampak dan membutuhkan.
"Apakah si anak ini misalnya pengasuhannya di kakek nenek, tidak di ayah ibu. Tapi kakek neneknya meninggal, itu juga jumlahnya pasti ada," kata Retno.
"Kalau data ini sudah ada, dan penyebarannya jelas - berapa jumlahnya, ada di mana saja, maka kita bisa bikin bantuan melalui APBN dan APBD."