Leston Sinaga, kata dia, adalah salah satu pasien yang berani bersuara. Kondisi kesehatannya buruk dan menunggu cairan yang tidak tahu sampai kapan datangnya, tidak ada kepastian.
Pihaknya sudah mempertanyakannya ke pihak rumah sakit, namun jawabannya kurang memuaskan.
"Kalau ditanya, ini gimana, ya ada alasannya supirnya sakit lah, belum masuk pre-ordernya, jawaban-jawaban nyeleneh lainnya. Ini kita bayar BPJS, kalau telat ada denda. Saya harap ada punishment juga untuk rumah sakit yang sering mengabaikan hak pasien apalagi pasien yang life saving," kata Tony.
Menurutnya, pasien life saving adalah pasien yang obatnya bersifat emergency. Jika tidak diberikan obatnya dengan tepat waktu, maka berpotensi mengancam keselamatan jiwa pasien.
"Saya kira ini bisa diselesaikan denga baik oleh pihak terkait, distributor, BPJS, Dinkes Sumut dan Dirut RS Pirngadi turun tangan. Apapun bentuk alasan yang disampaikan yang pasti cairan ini telat. Kita punya buktinya, obatnya ini telat," kata Tony.
Seharusnya, lanjut dia, obat itu awal bulan sudah dikirim. Namun faktanya, obat itu dikirim molor hingga tanggal 20-an.
Padahal, pemakaian obat selama 30 hari dan dalam 24 jam, pasien harus mengganti cairan sebanyak 4 kali.
"Ini gimana perasaan mereka, kalau anggap enteng. Ini besok dicabut aja lah ginjal mereka ini biar dirasain dulu gimana gimana jadi pasien gagal ginjal. Karena saya pasien gagal ginjal, jadi tahu saya tahu betul, dari 2009," ujar Tony.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.