Pasal ini, kata dia, merupakan salah satu pasal sangat penting sebagai buah karya agung dari gerakan reformasi pada konteks pengalaman politik kekuasaan pada masa itu.
Tetapi, konteks sosial politik di tanah air kini telah mengalami perubahan serius.
Menurutnya, perubahan itu cenderung memungkinkan ketentuan Pasal 7 UUD 1945 dapat mengakomodasi dan memoderasi kepentingan rakyat terkini.
Perubahan yang memungkinkan kepentingan masyarakat, jika Pasal 7 diubah menjadi presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, tanpa ditambah dengan hanya untuk satu kali masa jabatan.
Baca juga: Bupati Ponorogo dan Istrinya Positif Covid-19, Begini Kondisinya
"Ketentuan perubahan ini, tidak mungkin dapat diterima manakala tidak didukung kekuatan opini rakyat yang berkedaulatan," kata Pius.
Pius menjelaskan, dukungan kekuatan opini rakyat didasari oleh hak hak asasi manusia yang berlaku universal dan semangat substantif itu diakomodasi melalui ketentuan Pasal 1 Ayat 2 UUD 1945 hasil amandemen, yang mengatakan kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut ketentuan UUD 1945.
Kedaulatan ini, kata Pius, antara lain kedaulatan untuk menentukan dan mengontrol masa jabatan presiden itu sendiri.
"Untuk menjawab makna praktis kedaulatan rakyat itulah, maka kami menginisiasi pembentukan komisi penyelenggaraan referendum terbatas terhadap konstitusi yang dideklarasikan hari ini," ujar dia.
Baca juga: Seorang ASN dil Lombok Tertangkap Tangan Bertransaksi Narkoba