TEMANGGUNG, KOMPAS.com - Kasus penganiayaan anak, A (7), dengan dalih menghilangkan sifat nakal di Dusun Paponan, Desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, mengundang keprihatinan berbagai pihak.
Penganiayaan yang dilakukan oleh orangtuanya sendiri itu berakibat A meninggal dunia.
Orangtua A, M dan S, mengikuti ritual dengan cara menenggelamkan kepala bocah perempuan itu di bak mandi berisi air sesuai petunjuk dukun.
Baca juga: Kata Psikolog soal Kasus Bocah Ditenggelamkan Orangtua karena Nakal di Temanggung
Pemerhati Anak dan Parenting asal Magelang, Kanthi Pamungkas Sari menjelaskan, kasus ini menjadi pengingat masyarakat, khususnya para orangtua, bahwa setiap anak adalah amanah yang diberikan oleh Tuhan.
Setiap orangtua memiliki kewajiban untuk menerapkan pola asuh yang tepat dan benar pada anak.
Pola asuh yang benar mencakup mendidik, memelihara, melindungi anak dengan kasih sayang, sesuai dengan nilai atau norma sosial dan agama yang diyakininya.
"Sesuai dengan UU RI No 23 tahun 2002 setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan, termasuk salah satunya perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi," ujar Kanthi, saat dihubungi Jumat (21/5/2021) sore.
Baca juga: Bocah 7 Tahun yang Ditenggelamkan karena Dianggap Nakal Dikenal Pintar Mengaji
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma) itu melanjutkan, yang paling bertanggung jawab atas perlindungan anak tentu saja orangtua dan keluarga, lalu lingkungan di sekitarnya.
"Perlindungan anak tersebut sebenarnya tanggung jawab siapa? Kalau kita bicara yang ideal maka yang pertama dan utama adalah orangtua dan keluarganya, kemudian yang kedua adalah orang-orang yang ada di sekitarnya," tandasnya.
Namun demikian, banyak kasus yang terjadi justru anak kerap mendapatkan kekerasan dari orangtuanya sendiri dan orang-orang terdekatnya.
Kanthi menilai dua faktor yang menjadi pemicunya, yakni faktor kultural dan struktural.
"Faktor kultural, misalnya kebiasaan adanya sikap-sikap yang mengabaikan masalah hak anak dianggap biasa atau boleh dalam masyarakat," jelasnya.
"Kedua adalah faktor struktural, misalnya kemiskinan, keterbelakangan dan sebagainya," imbuh Kanthi.
Baca juga: Bocah 7 Tahun Tewas Ditenggelamkan karena Nakal, Orangtua dan Dukun Terancam 15 Tahun Penjara
Menurut Kanthi, cara-cara kekerasan apapun dengan dalih menghilangkan sifat "nakal" pada anak sama sekali tidak dibenarkan.
Setiap orangtua harus mengerti pola asuh yang tepat bagi anak mereka sendiri, sesuai dengan fase perkembangan dan kondisi anak tersebut.
"Tidak ada api kalau tidak ada asap. Anak dilahirkan dalam keadaan suci, seperti kertas putih. Jadi kalau ada anak yang dianggap 'nakal' kemungkinan besar itu disebabkan karena adanya pola asuh orangtua pada anak yang kurang tepat," ungkapnya.
Kathi menyebutkan, hasil penelitian tahun 2019, kurang dari 30 persen orangtua yang mau belajar tentang pola asuh untuk anak dari berbagai forum atau media.
Ini berarti masih banyak orangtua yang perlu dimotivasi untuk belajar tentang bagaimana mengimplementasikan pola asuh yang tepat.
Baca juga: Buntut Kasus Bocah Ditenggelamkan hingga Tewas karena Nakal, 4 Orang Jadi Tersangka
Dikatakan, masih ada anggapan bahwa peran orangtua adalah peran alamiah, sehingga begitu menjadi orangtua maka otomatis bisa menjalankan perannya dengan baik.
Selain itu keterbatasan-keterbatasan yang ada, seperti Sumber Daya Manusia (SDM), kesadaran, manajemen waktu, tenaga dan sebagainya.
Jangan Ragu Berkonsultasi
Sementara itu, Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq mengatakan, Pemkab Temanggung sebenarnya tidak henti-hentinya memberikan penyadaran masyarakat agar meninggalkan kepercayaan-kepercayaan yang tidak masuk akal untuk pengobatan alternatif.
Apalagi kepercayaan menggunakan ritual-ritual tertentu sehingga membahayakan nyawa manusia.
“Kepercayaan dan cara-cara pengobatan ini jelas-jelas mencelakakan masyarakat. Metode pengobatan sudah ketinggalan zaman,” kata Al Khadziq, dalam keterangan pers, Kamis (20/5/2021).
Baca juga: Korban Praktik Dukun, Bocah Ini Dipaksa Makan Bunga Sebelum Ditenggelamkan hingga Tewas
Dia berharap kasus yang menimpa A adalah yang terakhir di Kabupaten Temanggung.
Masyarakat diminta untuk tidak segan dan ragu berkonsultasi tentang tumbuh kembang anak pada forum atau kelembagaan mulai guru di sekolah, puskesmas, bidan desa, penyuluh KB, pendamping KB dan sebagainya.
“Kelembagaan itu mampu untuk asistensi dan fasilitasi keluarga berencana terutama tumbuh kembang anak. Manfaatkan fasilitas dan lembaga negara yang ada,” kata dia.
Seperti diberitakan, A (7), bocah kelas 1 SD asal Dusun Paponan, Desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung. ditemukan meninggal Minggu (16/5/2021).
Dia menjadi korban praktek pengusiran makhluk dunia lain oleh orangtuanya, M (43) dan S (39).
Baca juga: Sebelum Ditenggelamkan dan Tewas, Bocah 7 Tahun Disuruh Makan Cabai dan Bunga Mahoni
Bocah itu dianggap nakal, lalu atas saran dukun H (56) dan asistennya B (43), orangtuanya harus melakukan ritual dengan menenggelamkan kepala A di bak mandi, sampai akhirnya tewas.
Polres Temanggung mengungkapkan perbuatan itu dilakukan pada Januari 2021.
Jasad A tidak dimakamkan, akan tetapi disimpan oleh orangtuanya di kamar sampai mengering, tinggal tulang dan kulit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.