PURWOREJO, KOMPAS.com - Unjuk rasa penolakan penambangan batu andesit untuk proyek bendungan di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, berujung ricuh, Jumat (23/4/2021).
Aksi saling dorong antara warga dengan aparat tidak terelakkan hingga beberapa orang di antaranya terluka.
Salah satunya, Slamet (37) warga Desa Wadas yang mengaku sempat ditendang dan dipukul.
Ia juga dilempar ke kendaraan polisi bersama beberapa warga lainnya lalu dibawa ke kantor polisi.
Baca juga: Ganjar Sayangkan Warga Bentrok dengan Polisi di Purworejo: Sosialisasi Dulu Biar Saling Paham
Saat itu ia mendengar ada yang berteriak "tangkap" tidak lama setelah ia meminta polisi agar tidak bicara kasar terhadap warga.
"Saya bilang ke polisi kalau bicara jangan kasar-kasar sama warga. Tapi ada yang bilang 'tangkap'. Kemudian saya ditangkap dan dilempar ke mobil," kata Slamet, dihubungi Sabtu (24/5/2021) malam.
Di kantor polisi, Slamet dan beberapa warga diinterogasi terkait keterlibatannya dalam unjuk rasa tersebut.
"Kami dibawa ke Polres (Purworejo). Di sana kami diinterogasi soal keterlibatan dalam unjuk rasa. Di Polres sudah tidak ada pemukulan lagi," ujar Slamet.
Walau begitu Slamet masih merasakan sakit di leher dan ada bekas memar. Tapi ia tidak ingat sakit itu akibat pukulan atau tendangan pada saat unjuk rasa.
Baca juga: Bentrok Aparat dengan Penolak Bendungan Wadas, 11 Orang yang Ditangkap Sudah Dibebaskan
Slamet menceritakan, warga berunjuk rasa karena menolak penambangan batu andesit di lahan warga.
Lahan itu selanjutkan akan dibangun bendungan. Penambangan itu dinilai merusak lingkungan dan mematikan mata pencarian warga.
Pengunjuk rasa yang mayoritas ibu-ibu "Wadon Wadas" itu awalnya berlangsung damai. Mereka hanya duduk-duduk sambil membaca sholawat.
"Tapi saat itu, polisi memaksa masuk mendorong para ibu yang ada di depan. Mereka (polisi) yang mulai duluan menembakkan gas air mata," kata Slamet.
Usai diinterogasi, Slamet dan 11 warga lainnya dibebaskan polisi. Mereka mendapatkan pendampingan hukum dari LBH Yogyakarta. Menurut Slamet warga tetap menolak proyek itu.
"Sikap warga tetap menolak," tegas Slamet.
Sesuai Protap
Sementara itu, Kapolres Purworejo AKBP Rizal Marito menyatakan pihaknya telah menerapkan prosedur dan proporsional dalam penggunaan kekuatan sampai tahap pembubaran masa.
Sebab saat itu sudah mulai aksi-aksi provokasi dan anarkis dengan menyerang petugas dengan memukul menggunakan tangan kosong, kayu dan lemparan batu.
Menurutnya, bentrok tak bisa dielakkan, warga melempari petugas dengan batu, petugas membalas dengan tembakan gas air mata.
Sejumlah orang yang terindikasi sebagai provokator diamankan dan dibawa oleh polisi.
Ia menduga ada oknum yang menyusup aksi warga sehingga terjadi kericuhan tersebut.
Rizal melanjutkan, kejadian itu bermula ketika ia menerima laporan masyarakat terkait penutupan akses jalan Kabupaten, di Desa Wadas, Kecamatan Bener.
Polres Purworejo dibantu personel Brimob dan Kodim 0708 Purworejo melakukan upaya-upaya preemtif di lokasi.
“Kami mendapat laporan jika terjadi penutupan jalan di Desa Wadas, maka kami bersama petugas kepolisian dibantu Brimob Kutoarjo dan anggota Kodim 0708 datang kelokasi untuk membuka jalan itu,” jelas Rizal.
Aparat telah mengimbau warga agar tidak memblokir jalan karena jalan merupakan fasilitas umum yang digunakan oleh masyarakat umum.
Pengunjuk rasa adalah warga yang menolak tanah Desa Wadas untuk proyek pembangunan Bendungan Bener.
Jalan ditutup menggunakan batang pohon, tiang listrik, hingga bebatuan yang disebar di jalan.
Baca juga: Diduga Masalah Sengketa Lahan, Satu Keluarga di Lombok Tengah Bentrok
Pihaknya mengaku telah mengimbau warga dan mengajak dialog dengan dibantu LBH yang ada tapi tidak diindahkan.
"Imbauan dilakukan berulang kali dan ajakan untuk berdialog dengan LBH yang ada, namun tidak ditanggapi. Ketika petugas hendak membersihkan material pohon dan ranting serta batu yang melintang dan menghadang di jalan raya warga tidak terima," terang Rizal.
“Ini jalan kabupaten, tidak boleh kelompok masyarakat tertentu kemudian menguasainya dan melarang orang lain untuk melintas. Ini sama saja dengan mengganggu ketertiban umum sehingga harus ditertibkan,” tegas Rizal.
Seperti diketahui, pada Jumat (23/4/2021), sekitar pukul 11.30 terjadi bentrokan antara antara pengunjuk rasa dan aparat.
Pengunjuk rasa menolak proyek pembangunan bendungan Bener.
Melansir tanahkita.id, proyek ini adalah salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang telah di tetapkan melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Berdasarkan surat keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/41/2018, Desa Wadas di Kecamatan Bener adalah lokasi yang akan dibebaskan lahannya dan dijadikan lokasi pengambilan bahan material berupa batuan andesit untuk tujuan pembangunan Bendungan Bener.
Baca juga: Bentrok 2 Kelompok Warga di Samarinda karena Rebutan Lahan, 1 Tewas dan 6 Terluka
Berdasarkan amdal proyek bendungan bener, lahan yang akan dieksploitasi untuk lokasi quarry (bahan material) seluas 145 hektar dan 8,64 hektarnya untuk jalan akses pengambilan material.
Penambangan akan dilakukan menggunakan metode blasting (peledak) yang diperkirakan menghabiskan 5.300 ton dinamit.
Warga menolak penambangan karena mengancam keberadaan 27 sumber mata air di Desa Wadas yang berarti juga berpotensi merusak lahan pertanian warga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.