BLORA, KOMPAS.com - Hampir setiap daerah di Indonesia mempunyai keunikan dalam menjalankan tradisi sepanjang bulan ramadhan. Begitupun tradisi yang berada di Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Tradisi tersebut berupa bunyi sirene sebagai penanda waktu imsak dan berbuka puasa.
Setelah sirine tersebut selesai berbunyi, maka dilanjutkan dengan kumandang azan maghrib.
Baca juga: Tanam Porang, Pria di Blora Raup Untung Rp 500 Juta dalam Setahun
Eks Kasubbag Rumah Tangga Setda Blora, Sukardji, menjelaskan awal mula sirine peninggalan Belanda dijadikan sebagai penanda buka dan imsak selama bulan Ramadhan.
"Pertama kali sirene dijadikan penanda buka puasa karena dulu penanda buka puasa pakai mercon oleh takmir masjid, namun mercon selurutannya itu ke atas enggak bunyi, malah menjatuhi rumah dan hancur, itu sekitar tahun 1979," ucap Sukardji saat berbincang dengan Kompas.com, Senin (19/4/2021).
Padahal sebelum digunakan sebagai penanda waktu buka dan imsak, sirine tersebut hanya berfungsi sebagai penanda bahaya.
"Sebetulnya sirene ini tidak boleh dibunyikan, karena untuk tanda bahaya, karena dulu jamannya Belanda digunakan untuk tanda bahaya dan juga kebakaran, terus berubah setelah ada kejadian rumah kena mercon selurutan itu hancur, maka diganti dengan sirene," katanya.
Baca juga: Memahami Islam Gorontalo sebagai Tradisi Diskursif
Sirine yang terletak di depan halaman Pendopo Rumah Dinas Bupati Blora itu mempunyai berat sekitar 78 kilogram dan tingginya sekitar 14 meter.
Saat masih berfungsi normal, frekuensi bunyi sirene bisa mencapai jarak sekitar 15 kilometer. Namun, seiring perkembangan zaman, kini bunyi hanya sekitar 2 kilometer.
"Dulu jaraknya sekitar 15 kilometer, sekarang tidak bisa alasannya kumparannya dimasuki lebah, sekecil lalat dan itu langsung korslet," jelasnya.
Selama kurang lebih 30 tahun merawat sirene, Sukardji telah melakukan perbaikan sebanyak tujuh kali.
"Untuk menghindari kerusakan, corong itu diberi sarang dan ditutup menggunakan kasa agar hewan-hewan kecil enggak bisa masuk dan bikin korslet," terangnya.
Lebih lanjut, Sukardji menerangkan posisi sirene juga tidak ada yang berani mengubahnya, sehingga lokasinya tetap berada di depan pendopo saat pertama kali diketahui.
Baca juga: Pipa Minyak Mentah Bocor dan Cemari Sawah di Blora, Pertamina Janji Atasi
"Enggak ada yang berani memindahkannya, dulu 'ndoro'nya bilang jangan diubah-ubah," ujarnya.
Agar sirene itu dapat menjadi ciri khas bagi masyarakat Blora, Sukardji berharap pemerintah mempunyai perhatian lebih terkait keberadaan sirine peninggalan Belanda tersebut.
"Harapannya ini bisa dibuat cagar alam dan bisa digunakan untuk penanda buka puasa dan sahur, karena mercon kan dilarang, makanya digunakan sirene," jelas Sukardji.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.