‘’Kami main gaple, dorang (mereka) warga lokal kalah sejuta. Dia minta balik uangnya dengan sabetkan pisau, kena saya punya bahu dan luka. Saya berlari juga ambil badik lawan dorang. Saya tikam pinggangnya dan matilah dia,’’kenangnya.
Umar pun hanya bisa pasrah saat polisi berseragam lengkap membawanya dengan borgol. Umar hanya menunduk dan menangis karena teringat akan nasib anak istrinya di kampung halaman.
Saat dia berangkat merantau, anak sulungnya masih usia 4 tahun dan si bungsu usia 2 tahun.
‘’Sejak itu tidak ada kabar, entah istriku menunggu ataukah tidak, saya tidak tahu. Kalaupun sudah ada kehidupan baru, mau diapa sudah? Saya dipenjara hampir 12 tahun bukan waktu sebentar,’’katanya sedih.
Umar saat ini hanya berniat melihat kondisi kedua anaknya di Sulawesi. Kalaupun keluarganya sudah memiliki kehidupan baru, ia akan menjauh.
"Sebagai seorang ayah, tanggung jawab moral itu pasti ada. Saya akan kunjungi mereka setelah itu kalau memang mereka punya kehidupan sendiri saya tak akan mengganggu mereka,’’lanjutnya sedih.
Riswan dan Umar adalah sekelumit kisah dari ribuan TKI di negeri Jiran Malaysia yang memiliki kisah getir dalam perantauannya.
Masih banyak kisah kisah TKI ilegal lain yang menjadi cerita sedih bagaimana bertahan hidup di negeri orang.
Keduanya saat ini masih menjalani karantina mandiri di gedung Rusunawa Nunukan bersama ratusan deportan lain.
Setelah 15 hari, mereka akan dipulangkan ke kampung halaman masing masing oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Nunukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.