KARAWANG, KOMPAS.com - Tembok beton yang menutup satu rumah warga di Kompleks Puskopad, Kelurahan Ciseureuh, Kecamatan Purwakarta, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, akhirnya dibongkar pada Rabu (24/3/2021).
Pembongkaran tembok yang mengisolasi rumah pasangan Binbin Binekas dan Neni Kartini Sriwijaya itu dilakukan setelah melewati musyawarah yang cukup alot.
Berikut kronologi tembok benton itu berdiri hingga akhirnya dirobohkan.
Baca juga: Dedi Mulyadi Disemprot Seorang Ibu Saat Pembongkaran Tembok Beton yang Menutup Rumah Warga
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi awalnya mendapat laporan dari warga perihal konflik antar tetangga itu.
Dedi kemudian mendatangi Kompleks Puskopad di Purwakarta.
Dedi meminta keterangan dari warga perihal duduk perkara tembok beton berdiri.
Ia bahkan turut bernegosiasi dan melakukan mediasi di antara kedua pihak.
Berdasarkan keterangan pihak RW, menurut Dedi, tembok beton itu dibangun karena keluarga Binbin memindahkan pos ronda dari tengah ke pinggir jalan.
Menurut RW, pos ronda itu sudah lama dibuat, bahkan sebelum rumah Binbin dibangun.
Warga merasa relokasi itu membuat pos ronda menghadap ke rumah Binbin.
Selain itu, tembok beton itu dibangun oleh warga sekitar karena Binbin membuat pagar yang menutup akses warga ke RT lain.
Padahal, pagar itu memang berada di tanah milik Binbin.
"Awalnya keluarga Pak Binbin pindahkan pos ronda di ujung jalan ke samping dan menghadap rumah Pak Binbin. Warga tak terima karena menganggap pos ronda itu milik umum dan berada di batas RT. Akhirnya atas kesepakatan warga, dibuatlah pagar beton," ujar Dedi.
Dedi mengatakan, pagar beton itu mengadang garasi rumah di pinggirnya, sehingga mobil milik Binbin tak bisa keluar.
Konflik antar tetangga ini sudah berlangsung sekitar 1 tahun.
"Secara ekonomi, Pak Binbin dan Ibu Neni baik. Punya rumah bagus dan tanah luas. Ada semacam kecemburuan dan juga kekhawatiran pasangan ini akan membangun real estate. Tapi alasan itu tidak masuk akal. Enggak mungkin real estate dibangun di lahan sekitar 200 meter persegi," kata Dedi.
Menurut Dedi, persoalan seperti ini sudah lumrah terjadi di kompleks dengan penghuni yang heterogen.
Warga di setiap lokasi memiliki karakter dan budaya berbeda.
Namun, menurut Dedi, persoalan itu seharusnya bisa diselesaikan apabila aparat pemerintah mulai dari lurah hingga camat punya keberanian untuk bersikap adil.
"Rata-rata aparat dari lurah dan camat relatif tak punya nyali tinggi di hadapan masyarakat," ujar Dedi.
Namun, setelah diberikan pengertian, akhirnya seluruh warga sepakat agar tembok itu dibongkar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.