Helmi menyesalkan potensi besar tersebut harus dibenturkan dengan kendala geografis serta kondisi terisolirnya Krayan yang memang hanya bisa ditempuh dengan pesawat terbang.
Dia berujar, yang dibutuhkan hanya sebuah inovasi dan ketersediaan pembeli.
Inovasi bisa berupa memanfaatkan kembalinya penerbangan pesawat perintis ke Krayan, baik dari program Jembatan Udara (Jembara) oleh APBN atau Subsidi Ongkos Angkut (SOA) oleh APBD provinsi dan kabupaten.
"Setiap pesawat terbang balik, itu kalau membawa hasil bumi gratis. Paling dikenai PNBP dengan tarif Rp 1000 per kilogram. Kenapa kita tidak manfaatkan itu dengan skema pengaturan yang jelas," kata Helmi.
Alternatif kedua adalah dengan transit melalui Malaysia. Barang yang diangkut kapal tol laut dari Nunukan bisa masuk Tawau kemudian menempuh jalur darat menuju Serawak dan masuk Krayan.
"Skema G2G kalau itu, akan menghemat biaya dan lebih murah dari biaya pesawat. Kuncinya komitmen pemerintah pusat. Kita menunggu jalur darat Malinau Krayan jadi, faktanya jalanan belum bisa dilewati hingga hari ini," sesalnya.
Sementara ketersediaan pembeli adalah persoalan lain yang butuh pemikiran bersama.
"Dengan adanya pembeli tentu produk petani garam bisa terbeli, ketika barang terbeli tentu saja petani sejahtera," kata Helmi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.