Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara 2 Pegawai Apotek Diseret ke Pengadilan, Berawal dari Tulisan Dokter di Resep Tak Jelas, Divonis Bebas

Kompas.com - 02/02/2021, 12:49 WIB
Candra Setia Budi

Editor

KOMPAS.com - Dua pegawai apotek di Kota Medan, Sumatera Utara, Okta Rina Sari (21), dan Rizkiyanti Hasibuan (23), akhirnya dapat menghirup udara bebas setelah divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Medan.

"Memutuskan menjatuhkan vonis bebas atau Vrijspraak kepada terdakwa Okta Rina Sari dan Sukma Rizkiyanti Hasibuan karena berdasarkan fakta-fakta di persidangan tidak terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melanggar pasal yang didakwakan penuntut umum. Memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabatnya,” kata hakim sambil mengetuk palu, Rabu (27/1/2021) kemarin.

Keputusan itu pun disambut baik oleh Maswan Tambak, kuasa hukum Okta dan Rizkiyanti.

"Kita apresiasi vonis hakim, majelis telah objektif melihat fakta persidangan sehingga tepat dalam mempertimbangkan dan mengambil putusan," kata Maswan yang juga Kepala Divisi Buruh dan Miskin Kota di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, saat dihubungi Kompas.com lewat pesan singkatnya, Senin (1/2/2021).

Baca juga: Kronologi Video Viral Petugas Perbaikan ATM Dikeroyok 3 Pria karena Tak Bayar Uang Parkir

Terkait vonis bebas hakim, jaksa penuntut umum pun berencana akan mengajukan banding.

Menanggapi hal ini, Maswan mengaku siap menghadapinya.

"Kalau kami sifatnya menunggu saja, kalau di-kasasi kita hadapi. Upaya hukum masih kami diskusikan untuk ganti ruginya. Kemungkinan aku bakal sikapi dinas kesehatan dan ikatan apoteker, gawat kali sistem kerja di apotek, mulai tenaga kerja sampai obat-obatannya," ungkapnya.

Baca juga: Gara-gara Tulisan Dokter di Resep Tak Jelas, Dua Pegawai Apotek Diseret ke Pengadilan

Kronologi kejadian, belum bekerja di apotek

Diceritakan Maswan, kasus ini sendiri berawal seorang warga bernama Yusmaniar membeli obat di Apotek Istana 1, Jalan Iskandar Muda, Kota Medan, pada 6 November 2018 silam.

Saat itu, Yusmaniar membawa resep dokter setelah berobat di Klinik Bunda yang berada di Jalan Sisingamangaraja No 17 Medan.

Karena ada tulisan resep yang tidak jelas, karyawan apotek itu pun kemudian menghubungi dokter untuk memastikan obat yang akan diambil, namun tidak ada jawaban.

Baca juga: Usai Viral Video Pelajar Ngebut di Air Genangan hingga Menciprat, Orangtua Serahkan Anak ke Polisi

Takut terjadi kesalahan, karyawan itu pun mengembalikan resepnya. Saat itu, kedua terdakwa belum bekerja di sana.

Kemudian, saat pembelian obat pada 3 Desember 2018, baru terdakawa Sukma yang bekerja di apotek itu. Namun, tidak di bagian melayani pembelian obat.

Lalu, pada 13 Desember 2018, Yusmaniar menyuruh anaknya untuk membelikan obat dengan menggunakan resep pada 6 November 2018 tersebut.

Baca juga: Berawal Lihat Unggahan Temannya di Medsos, Siswi SMA Ini Bakar Masker dan Sebut Covid-19 Hoaks, Pelaku Ditangkap

Namun, anak Yusminiar menyuruh temannya untuk membelikan obat itu ke Apotek Istana 1. Saat itu, yang menerima resep dan memberikan obat adalah Endang Batubara.

Setelah beberapa hari mengonsumsi obat yang diambil tersebut, Yusmaniar jatuh sakit dan mendapat perawatan di RS Materna pada 15 Desember 2018.

Dan pada 17 Desember 2018, ia dilarikan ke RS Royal Prima karena tidak sadarkan diri. Hasil diagnosis diketahui gara-gara meminum obat Amaryl M2.

"Obat Amaryl M2 adalah obat yang diragukan karyawan apotek makanya dia menghubungi dokter untuk memastikan. Karena teleponnya ngak diangkat, dia tak berani, dipulangkannya resep. Waktu ditebus lagi dan diterima Endang Batubara, obat ini diberikan," ujar Maswan.

Baca juga: Satu Pelaku Pengeroyok Petugas Perbaikan ATM yang Videonya Viral Ditangkap, 2 Buron

Mengetahui adanya kesalahan dalam pemberian obat, sambung Maswan, anak Yusminiar pun melapor polisi pada 21 Desember 2018.

"Anak korban membuat laporan polisi atas kesalahan pemberian obat dan kedua terdakwa menjadi tersangkanya," ujarnya.

Dalam kasus tersebut, menurut Maswan, kedua kliennya sempat menjalani penahanan sejak 2 sampai 21 Juli 2020.

Baca juga: Siswi SMA Bakar dan Sebut Covid-19 Hoaks, Ayah: Saya Juga Tidak Tahu Siapa yang Viralkan Video Ini...

Lalu PN Medan memperpanjang masa penahanan sejak 22 Juli sampai 8 November 2020.

Dan pada 3 November-nya, kuasa hukum mengajukan penangguhan penahanan terhadap kedua terdakwa dan dikabulkan hakim sesuai Penetapan Nomor: 2258/Pid.Sus/2020/ PN Mdn.

Padahal, sejak dilaporkan ke Polrestabes Medan, penyidik tidak melakukan penahanan.

Minta semua berperan aktif

Agar kejadian serupa tak terjadi, Maswan pun meminta Dinas Kesehatan serta ikatan apotek harus berperan aktif dalam pengawasan dan pelaksanaan kerja-kerja apotek.

Penggunaan tenaga kerja yang ahli di bidangnya adalah wajib, kemudian ada pengawasan intens terkait tenaga kerja serta jenis obat-obatan yang dijual apotek.

Ke depan, perlu ada regulasi yang mengatur tentang batasan usia seorang apoteker.

"Fakta di sidang itu jelas, dinas kesehatan ngak tegas, terlebih lagi setelah dinas memeriksa apotek ternyata pemilik apotek masih menggunakan apoteker yang sama dalam perkara ini. Umurnya sudah 71 tahun," pungkas Maswan.

 

(Penulis Kontributor Medan, Mei Leandha | Editor Aprillia Ika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com