Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Calon Kepala Daerah Terkaya di Pilkada Sumbar?

Kompas.com - 27/11/2020, 11:09 WIB
Abba Gabrillin

Editor

Sumber Antara

PADANG, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut bahwa calon bupati Solok Epyardi Asda menjadi calon kepala daerah terkaya di Pilkada Sumatera Barat 2020.

Epyardi memiliki harta yang mencapai Rp 73,06 miliar.

Hal itu diketahui berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan KPK dalam acara pembekalan Pilkada berintegritas di Padang, Sumatera Barat, Kamis (26/11/2020).

Baca juga: BPOM Sebut Vaksin Buatan Sinovac Memenuhi Aspek Produksi Obat yang Baik

Calon kedua yang memiliki harta terbanyak adalah calon wakil gubernur Sumbar Audy Djoinaldy, yakni senilai Rp 58,1 miliar.

Kemudian, calon bupati Limapuluh Kota Muhammad Rahmad yang memiliki kekayaan Rp 53,4 miliar.

Lalu, calon bupati Tanah Datar Hariadi yang tercatat memiliki kekayaan senilai Rp 47,9 miliar.

Selain itu, ada juga calon kepala daerah yang tidak memiliki kekayaan.

Bahkan, kekayaan yang dilaporkan minus atau jumlah harta lebih kecil dari utang yang dimiliki.

Pertama yakni calon wakil bupati Sijunjung Indra Gulanan yang tercatat hartanya minus Rp3,5 miliar.

Baca juga: Berapa Jumlah Penerima Vaksin Covid-19 di Lampung?

Lalu calon wakil bupati Padang Pariaman Tri Suryadi yang memiliki kekayaan minus Rp 998 juta.

Kemudian, calon wakil bupati Pesisir Selatan Hamdanus minus Rp 295,8 juta.

Berikutnya, calon bupati Limapuluh Kota Ferizal Ridwan yang tercatat memiliki kekayaan minus Rp 121,7 juta.

 

Tak sebanding dengan biaya Pilkada

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, hasil survei KPK dan beberapa pihak lainnya memperlihatkan bahwa ada selisih antara biaya Pilkada dengan kemampuan harta pribadi para calon.

Berdasarkan data LHKPN yang disampaikan oleh para calon kepala daerah kepada KPK, total kekayaan pasangan calon terlihat tidak mencukupi untuk menutup ongkos Pilkada.

Menurut Lili, tak mengherankan apabila hasil survei KPK pada 2018 memperlihatkan bahwa sebanyak 82,3 persen dari seluruh pasangan calon yang diwawancarai mengakui adanya donatur dalam pendanaan Pilkada.

Sebab ada selisih perbandingan antara biaya Pilkada dan kemampuan harta calon kepala daerah.

Direktur Fasilitasi Kepala Daerah, DPRD, dan Hubungan Antar Lembaga (FKDH) Kementerian Dalam Negeri Andi Bataralifu mengakui ongkos Pilkada yang mahal menyebabkan maraknya politik uang yang pada saatnya berpotensi menimbulkan kasus hukum.

Ia mengatakan, pada 2005 sampai Oktober 2020 terdapat total 457 kepala daerah atau wakil kepala daerah terkena kasus hukum dan yang terbanyak adalah kasus korupsi.

“Motif pelanggaran hukum itu adalah keinginan balik modal untuk maju Pilkada berikutnya, dengan cara obral izin, program dan proyek pembangunan pemda ke pengusaha, yakni investor atau cukong politik, mutasi pejabat, ketuk palu pengesahan APBD bersama DPRD, dan lain-lain,” kata Andi seperti dikutip dari Antara, Kamis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com