Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Oni Hadijah, Pegawai Honor yang Telantar karena Diusir dari Rumah Dinas

Kompas.com - 22/11/2020, 13:30 WIB
Syarifudin,
Farid Assifa

Tim Redaksi

BIMA, KOMPAS.com - Oni Hadijah, warga Kelurahan Sarae, Kota Bima, bersama anak perempuannya hidup telantar karena tak memiliki rumah.

Keduanya diusir dari rumah dinas. Ibu yang biasa disapa Oni ini merupakan pegawai honorer yang bertugas sebagai petugas kebersihan di kantor Camat Rasanae Barat, Kota Bima.

Oni sebelumnya tinggal bersama anak bungsunya di rumah dinas milik kantor Camat Rasanae Barat. Selama hidup di rumah itu, ia pun sudah hidup susah dengan penghasilan seadanya.

Namun setelah bertahun-tahun menempati rumah itu, orangtua tunggal itu akhirnya diusir tanpa alasan yang jelas.

Peristiwa pengusiran terhadap Oni terjadi pada Kamis (19/11/2020) sekitar pukul 14.30 Wita.

Hingga akhirnya, ia bersama sang anak terpaksa hidup terlunta-lunta karena tak memiliki rumah.

Baca juga: Dua Anak yang Ditemukan Telantar di Kolong Jembatan Telah Sebulan Dinyatakan Hilang

Oni Hadijah saat ditemui Kompas.com, Sabtu (21/11/2020), mengaku tidak mengetahui pasti alasan dirinya diusir.

Ia juga bingung penyebab ia dikeluarkan oleh atasannya sendiri.

Namun belakangan, peristiwa ini diduga ada rentetan dengan keberadaan sebuah warung kopi milik putri pertama Oni yang tak jauh dari kantor tempat ia bekerja.

Pasalnya, sebuah warung kecil yang berada di pinggir jalan itu diisukan sebagai tempat mesum, hingga membuat atasanya geram. Ia kemudian diusir dan kini terpaksa hidup telantar.

"Saya juga bingung salahnya apa. Cuma dengar informasi, ini ada hubungan dengan tempat jualan anak saya. Mereka bilang warung itu sering didatangin tamu malam-malam, bahkan dikatakan jadi tempat maksiat. Makanya saya kaget, apa mungkin warung terbuka seperti itu jadi tempat maksiat. Menurut saya, ini alasan yang sengaja dibikin-bikin agar saya keluar dari rumah dinas itu," tutur Bu Oni

Ia mengatakan sudah lama menempati rumah itu. Ia tinggal di rumah dinas milik kantor Camat Rasanae Barat sejak tahun 2013 lalu atas kebijakan camat waktu itu, Lalu Sukarsana.

Namun setelah bertahun-tahun ditinggali, mendadak dia dihubungi langsung oleh atasan barunya. Dia diminta untuk segera angkat kaki dari rumah yang ditumpanginya itu.

Segala upaya sudah dilakukan Bu Oni untuk meminta kebijakan camat. Ia meminta waktu selama beberapa hari untuk tinggal di rumah itu sambil mencari rumah kontrakan, agar ia bersama anak bungsunya punya tempat untuk berlindung di tengah pendemi Covid-19.

"Saya sudah minta toleransi, tapi tidak diberikan.  Pas siang-siang sekitar pukul 14.00, tiba-tiba datang anggota polisi, TNI dan Pol PP langsung meminta saya keluar. Katanya, ini atas perintah Ibu Camat," ujar Oni.

Setelah angkat kaki dari rumah dinas tersebut, kini Oni Hajidah bersama anak gadisnya berusia 20 tahun hidup terlunta-lunta. Ia pun sempat kebingungan untuk mencari tempat tinggal.

Akhirnya Oni ditawari tinggal di rumah besannya.

"Alhamdulillah, mereka mau menampung sambil mencari tempat baru," tuturnya

Awal penderitaan

Dengan menahan tangis, Bu Oni bicara dengan terbata-bata, menceritakan pengalaman hidup yang dijalaninya.

Sebelum pisah dari suaminya, kehidupan Oni Hadijah masih serba tercukupi. Ia hidup bahagia bersama sang suami dan ketiga anaknya di Lingkungan Gilipanda, Kelurahan Sarae.

Namun, semenjak ia bercerai dengan suaminya tahun 2004 silam, semuanya berubah.

Ia harus berjuang untuk hidup, menyekolahkan dan memberi makan anak-anaknya lantaran suami yang sebelumnya menjadi tulang punggung keluarga memilih berpisah dan menikahi perempuan lain.

Beberapa tahun setelah berpisah dari suaminya itu, Oni bekerja sebagai petugas cleaning service sekaligus ikut menjaga kantor Camat Rasanae Barat sejak tahun 2008 lalu.

Dengan gaji seadanya, ia berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup meskipun penghasilannya menjadi pegawai honorer K2 masih belum cukup.

"Tiap bulan saya digaji Rp 725.000. Kalau dibilang cukup, ya dicukup-cukupin saja. Cuman masalahnya, gaji ini dibayar tidak tepat waktu, mas. Biasanya dibayar dua sampai empat bulan sekali. Sementara kebutuhan sehari-hari seperti beras dan sayur harus dibeli, belum lagi untuk anak," ucapnya

Meski demikian, di tengah himpitan ekonomi yang dialaminya, perempuan ini tetap berjuang bertahan hidup dan menafkahi anak bungsunya.

Baca juga: 30 Jenazah Telantar di RSUP Sanglah Denpasar Dikremasi

Untuk bertahan hidup di tengah wabah virus corona, ia pun bahkan rela menjadi seorang pengemudi ojek di sela waktu bekerja.

"Ya, mau gimana lagi, saya banting tulang untuk mencari uang. Kadang-kadang jadi ojek atau anterain pesanan orang buat kebutuhan sehari-hari," kata dia

Namun cobaan bagi ibu berusia 39 tahun itu tak henti sampai di situ. Kali ini ia harus mengalami perlakuan kurang menyenangkan dari atasannya.

Ia diusir dari rumah yang ditinggali tanpa sedikit rasa empati. Sejumlah perabot rumah tangganya pun dikeluarkan.

"Kalau saya sih tidak ada masalah. Itu memang bukan rumah milik saya. Hanya saja caranya tidak manusiaswi. Apalagi saya ini kerja di situ juga, masak enggak ada pertimbangan sama sekali," pungkasnya.

Penjelasan camat

Sementara itu, Camat Rasanae Barat, Suharni, mengakui telah memaksa pegawai honorer itu meninggalkan rumah dinasnya.

Ditegaskannya, rumah-rumah dinas itu adalah inventaris negara tidak bisa dikuasai secara pribadi.

"Fasilitas camat itu, haknya camat untuk menikmati fasilitas perumahan. Ini kebutuhan organisasi juga kok," kata Suharni saat dihubungi Kompas.com, Minggu (22/11/2020)

Dia menjelaskan, Ibu Oni Hadijah memang mendapat izin untuk menempati rumah dinas bersama anaknya oleh pemerintah kecamatan.

Oni telah menempati rumah itu sejak tahun 2013 lalu sebelum akhirnya diminta untuk dikosongkan.

Menurut dia, rumah dinas itu seharusnya sudah dikosongkan sejak sebulan lalu, namun penghuni yang juga pegawai honorer di Kantor Camat Rasanae Barat itu tidak berkenan meninggalkan rumah tersebut.

Pihaknya juga telah mengirim surat untuk mengosongkan bangunan kepada Oni Hadijah, namun tak dihiraukan.

"Saya sudah kasih waktu itu sebulan lalu, saya suruh keluar. Tapi enggak ada niat mau keluar. Saya butuh juga," tuturnya

Suharni menjelaskan, alasan untuk mengosongkan rumah dinas yang ditempati pegawai honorer itu karena bangunan tersebut akan dijadikan kantor Majelis Indonesia (MUI) Kota Bima, yang saat ini gedungnya sedang direhab.

Baca juga: Telantar Saat Pisah dengan Induknya, Bayi Orangutan Dievakuasi Warga

Kebijakan itu, kata dia, merupakan tindak lanjut dari permintaan pengurus MUI beberapa waktu lalu.

"Ya, dijadikan kantor MUI, yang sekarang numpang di kantor camat. Sebelumnya, MUI minta bantuan ke kita, mereka butuh satu ruangan karena kantornya di Masjid Al Muwahidin sedang direhab. Itu kebijakan saya juga," pungkasanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com