MAKASSAR, KOMPAS.com - Bentrokan kembali terjadi saat aksi demo tolak pengesahan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja di sekitar kantor DPR Sulsel di Jalan Urip Sumoharjo, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Kamis (8/10/2020) sore.
Bentrok antarpolisi dan pengunjuk rasa tersebut terjadi tidak lama setelah kericuhan pertama yang membuat polisi menembakkan gas air mata setelah dilempar batu oleh massa aksi.
Dalam bentrokan kedua ini, sebuah pos polisi lalu lintas yang berada di sekitar flyover Makassar dilempari bom molotov oleh seseorang dengan menggunakan masker yang diduga massa aksi.
Momen ini terjadi saat polisi dan massa aksi saling baku lempar.
Baca juga: Sempat Ditangkap, 189 Pendemo Tolak Omnibus Law di Semarang Dibebaskan, Ada Siswa SMP
Selain pos polisi yang terbakar, bentrokan ini membuat beberapa orang diamankan polisi. Namun terkait kepastian berapa orang yang diamankan, polisi belum memberikan keterangan resmi.
Hingga kini ketegangan antara polisi dan pengunjuk rasa masih berlanjut. Dari pantauan Kompas.com, polisi mengejar massa aksi di sepanjang Urip Sumoharjo hingga ke arah Jalan A. P. Pettarani.
Bahkan, ada juga yang dikejar sambil melempar batu di atas flyover Makassar.
Polisi yang menembakkan gas air mata dan water canon dibalas demonstran dengan lemparan batu dan petasan.
Aksi unjuk rasa penolakan pengesahan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja di hari ketiga di Kota Makassar ini diikuti ribuan massa aksi dari buruh dan mahasiswa yang membentuk aliansi Front Buruh dan Mahasiswa (Formasi).
Baca juga: Demo Omnibus Law Ricuh di Malioboro, Wakil Ketua DPRD DIY: Tidak Sesuai Karakter Yogya
Ketua Konfederasi Serikat Buruh Nusantara Sulsel Armianto mengatakan dari belasan poin tentang aturan bidang ketenagakerjaan dalam Omnibus Law, kepastian kerja untuk buruh sudah tidak ada.
Buruh juga semakin terancam dengan kedatangan tenaga kerja asing. Selain itu pengadaan alat produksi juga menjadi ancaman bagi buruh.
"Kami menolak Omnibus Law karena undang-undang ini sangat jelas tidak memanusiakan. Dampaknya menyengsarakan, petani, nelayan, buruh, hingga mahasiswa," ujar Armianto.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.