Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesulitan ODHA di Tengah Pandemi Corona, Khawatir Terpapar Covid-19 Saat ke Rumah Sakit

Kompas.com - 21/06/2020, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

Menurut Yanri, skema baru untuk pelayanan ODHA adalah dengan menyederhanakan prosedur, mempercepat layanan, dan meminimalkan kontak ODHA dengan pasien lain yang ada di rumah sakit.

Baca juga: Mengenal ARV, Obat yang Dapat Turunkan Kematian pada ODHA

Tak hanya tentang layanan. Yanri mengatakan pandemi Covid-19 juga berpotensi membuat stok beberapa jenis obat berkurang.

Hal tersebut harus dipahami karena laboratorium meyokong uji sampel bagi pasien terinfeksi Covid-19 sehingga ada kemungkinan layanan lab untuk ODHA terganggu.

Smeentara itu untuk mencegah penyebaran Covid-19, setiap ODHA akan menerima stok ARV untuk jangka waktu selama dua bulan sehingga mereka tidak harus sering datang ke rumah sakit.

Baca juga: Hari AIDS Sedunia, Keberadaan Obat ARV Beri Harapan Hidup ODHA

Berdampak pada anggaran

Pandemi corona juga berdampak pada anggaran untuk layanan terkait HIV/AIDS seperti yang terjadi di Nusa Tenggara Timur.

Simplexius Asa, dari Pusat Studi HAM, HaKI, Kependudukan, Gender dan Anak (H2KGA), Universitas Cendana, Kupang mengatakan ada sejumlah kabupaten di NTT tidak memiliki anggaran penanganan HIV/AIDS.

Asa mengatakan, secara umum penanganan HIV/AIDS di NTT berjalan lambat.

Apalagi pemerintah, baik pusat maupun daerah menerapkan strategi yang sama terkait anggaran.Mereka mengalihkan sebagian pos anggaran lain ke penanganan virus corona.

Baca juga: Harapan Baru, Pengidap HIV Sukses Donasikan Ginjal untuk ODHA

Langkah itu bukan tanpa resiko. Jika tidak cermat, sektor yang anggarannya dikurangi akan menerima dampak.

“Hanya daerah tertentu yang sudah tersentuh upaya intervensi sejak 20 tahun lalu bekerja sungguh-sungguh dalam penanggulangan HIV."

"Maka pertanyaannya adalah, apakah anggaran yang dialokasikan untuk HIV, ikut mengalami relokasi atau refocusing akibat penanggulangan pandemi Covid,” ujar Asa.

Membandingkan dengan kasus demam berdarah, Asa mengatakan, debat di DPRD setempat sempat memanas, karena pemerintah mengalihkan anggaran sektor itu ke penanganan virus corona.

Baca juga: 4 Tahapan Infeksi HIV Menjadi AIDS

“Kemarin ketika parlemen mendiskusikan relokasi anggaran penanggulangan demam berdarah, banyak diperdebatkan karena demam berdarah itu serius di NTT."

"Seandainya bisa ditangani, korbannya selalu tinggi. Apalagi jika anggaran demam berdarah pada Februari-Maret direalokasi untuk penanggulangan Covid,” kata Asa.

NTT mencatat hingga pekan ini pasien demam berdarah lebih dari 5.400 orang dengan jumlah pasien yang meninggal sebanyak 55 orang.

Provinsi ini memiliki jumlah pasien demam berdarah tertinggi di Indonesia. Sementara untuk virus corona, NTT mencatatkan 108 kasus positif, 51 pasien dirawat dengan hanya satu korban meninggal dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com