Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Eddy Kembali Bekerja ke Jakarta, dari Medan Pakai Bus, Bermodal "Rapid Test"

Kompas.com - 11/06/2020, 06:45 WIB
Dewantoro,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com – Eddy Putra Sembiring memilih menggunakan jalur darat untuk kembali ke Jakarta.

Keberangkatannya ke Jakarta dengan bus Antar Lintas Sumatera (ALS) dari Medan ke Jakarta adalah pengalaman pertamanya.

Dia mengaku tidak memiliki cukup uang untuk test swab dengan metode polymerase chain reaction (PCR), sebagaimana disyaratkan untuk menggunakan pesawat ke Jakarta.

Eddy mengatakannya kepada wartawan ketika ditemui sedang menunggu bus yang akan membawanya ke Jakarta pada Rabu (10/6/2020) siang.

Baca juga: Tanya Jawab soal SIKM Selama PSBB Transisi di Jakarta

 

Eddy yang ‘orang Medan’ bekerja di proyek konstruksi di Jakarta sejak awal tahun. Sebelum merebaknya Corona atau Covid-19, dia ditugaskan untuk mengawasi proyek di Medan.

Setelah selesai dia pun harus kembali ke Jakarta. Namun, adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dia harus menunggu.

“Untuk bisa kembali ke Jakarta saya sudah mengurus Surat Izin Keluar Masuk (SIKM). Dokumen ada saya bawa,” katanya sembari mengeluarkan map plastik berisi berkas-berkas dari dalam tas punggungnya.

Dia menunggu arahan untuk pembatasan di dalam bus selama dalam perjalanan. Untuk berangkat ke Jakarta, dia diminta untuk mengurus surat kesehatan.

Dia mengurusnya di sebuah rumah sakit di Tembung, Deli Serdang.

Surat kesehatan itu ditunjukkannya kepada petugas ketika membeli tiket dan akan dibutuhkannya ketika dalam perjalanan terdapat pemeriksaan.

Baca juga: Cara Membuat SIKM Jakarta, Depok, Bekasi, dan Tangerang Selatan

Takut dipecat jika tak segera kembali ke Jakarta

Dia terpaksa memilih jalur darat karena syarat yang harus dipenuhi hanya surat kesehatan. Di rumah sakit, dia melakukan rapid test dan hasilnya nonreaktif.

“Karena kalau lewat jalur udara, mesti dengan PCR. Jadi itu memberatkan bagi saya, makanya saya pilih bus. Bisa dengan surat kesehatan, dengan rapid test. Biaya rapid test-nya, Rp 489.000,” katanya.

 

Sebagai pengalaman pertamanya naik bus ke Jakarta, dia tidak tahu berapa waktu dan jarak yang ditempuh. Menurutnya, jalur udara tentunya jauh lebih efektif namun karena syarat test dengan PCR, dia pun memilih darat.

Dengan bus, ongkos hanya Rp 600.000-an. Sedangkan dengan pesawat, Rp 1,3 juta.

“Saya tinggal di Kelurahan Duren Timur, Jakarta Timur. Harusnya saya kembali 30 Mei, tapi karena aturan PSBB, ini saya baru bisa gerak 10 Juni. Kalau saya telat lebih lama lagi, mungkin saya dipecat,” katanya.

Baca juga: Pakai Surat Bebas Covid-19 Palsu, 2 DPO Sindikat Narkoba Internasional Bisa Kabur ke Medan

Penumpang bus masih sedikit

Direktur Utama PT ALS, Chandra Lubis mengatakan, bus mulai beroperasi untuk perjalanan ke Jawa maupun Sumatera setelah adanya surat dari Kementrian Perhubungan, yang di dalamnya mengatur bahwa penumpang dibatasi 50 persen dari kapasitas. Namun surat yang baru keluar diperbolehkan hingga 75 persen. Bulan Juli mendatang, kemungkinan akan diperbolehkan hingga 85 persen.KOMPAS.COM/DEWANTORO Direktur Utama PT ALS, Chandra Lubis mengatakan, bus mulai beroperasi untuk perjalanan ke Jawa maupun Sumatera setelah adanya surat dari Kementrian Perhubungan, yang di dalamnya mengatur bahwa penumpang dibatasi 50 persen dari kapasitas. Namun surat yang baru keluar diperbolehkan hingga 75 persen. Bulan Juli mendatang, kemungkinan akan diperbolehkan hingga 85 persen.
Direktur Utama PT ALS, Chandra Lubis mengatakan, bus mulai beroperasi untuk perjalanan ke Jawa maupun Sumatera setelah adanya surat dari Kementerian Perhubungan, yang di dalamnya mengatur bahwa penumpang dibatasi 50 persen dari kapasitas.

Namun surat yang baru keluar diperbolehkan hingga 75 persen. Bulan Juli mendatang, kemungkinan akan diperbolehkan hingga 85 persen.

Dijelaskannya, saat ini memang armada bus sudah beroperasi. Namun belum ada penambahan penumpang secara signifikan.

Baca juga: 2 Bulan Tak Beroperasi akibat PSBB, PO Bus NPM Bertahan Tak PHK Karyawan

 

Dia menduga karena masyarakat belum begitu yakin dengan kondisi Covid-19 saat ini. Dari 300 armada yang ada, hanya beberapa saja yang sudah mulai beroperasi dengan rute Sumatera dan Jawa.

Pandemi membuat ratusan armada tidak bisa berjalan. Saat ini baru 7 dari 20 unit yang biasanya ke Jawa dan 4 dari 8 unit yang biasanya beroperasi di wilayah Sumatera. Begitu halnya dengan armada yang menuju Bandara Internasional Kuala Namu.

“Ada 18 yang ke bandara. Dari Ringroad ada 8 unit, Binjai 10 unit. Tapi, baru 2 yang jalan dari Binjai dan Ringroad. Itupun jumlah penumpangnya belum mencukupi,” katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com