Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catatan Ikappi, 201 Pasar Tradisional Terbakar Sepanjang 2019, Belasan Orang Tewas

Kompas.com - 31/12/2019, 17:09 WIB
Afdhalul Ikhsan,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

KABUPATEN BOGOR, KOMPAS.com - Dari data Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP Ikappi), selama tahun 2019 telah terjadi 201 kasus kebakaran pasar tradisional di seluruh Indonesia.

Tercatat, jumlah total kios atau ruko yang terbakar mencapai 10.088 dan belasan korban jiwa.

Angka tersebut dinilai jauh lebih besar dari kasus di tahun sebelumnya.

"Iya (201) itu jumlah kasus kebakarannya, memakan korban 10.088 kios atau ruko dan belasan korban jiwa," ucap Ketua Kajian, Analysis Konflik, dan Kebakaran Pasar DPP IKAPPI, Dimas Hermadiyansyah kepada Kompas.com via telepon, Selasa (31/12/2019).

Baca juga: Pasar Terbakar, Seorang Warga Tewas Tergilas Mobil Pemadam Kebakaran

Dimas mengatakan, berdasarkan data itu maka disimpulkan bahwa rata-rata dalam sepekan terdapat empat titik kebakaran yang terjadi di pasar tradisional seluruh Indonesia.

Sedangkan kerugian yang dialami oleh para pedagang ditaksir mencapai miliaran bahkan triliunan rupiah. 

"Kita menyadari bahwa pasar tradisional masih rawan terhadap masalah kebakaran," ungkapnya.

Adapun penyebab terjadinya kebakaran yaitu arus listrik, pembakaran sampah, puntung rokok, bensin tumpah, tabung gas, bakar diri, bahkan sampai dibakar massa.

Sementara itu, jumlah kios yang paling banyak terbakar berada di Pasar Ngunut, Tulung Agung, Jawa Timur.

Totalnya mencapai 800 kios pada bulan November 2019.

Sedangkan jumlah korban jiwa karena terdampak kebakaran paling banyak terjadi di Pasar Simpang Utara, Lebak, Banten. Totalnya empat orang meninggal dunia pada bulan Maret 2019 lalu.

"Untuk korban jiwa memang dalam satu tahun relatif sedikit, tidak lebih dari belasan korban.  Itu karena kebakaran pasar lazimnya terjadi disaat para pedagang tidak berada di kios atau lapak dagangannya," ujar dia.

Angka kebakaran yang mengalami kenaikan signifikan dalam tiga tahun terakhir ini menunjukkan kurangnya kepedulian pemerintah terhadap nasib masyarakat kecil.

Hal itu disebabkan karena minimnya perlindungan dan daya antisipasi, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Tidak tercatat

Dimas menyampaikan, terdapat pula pasar yang terbakar tapi tidak tercatat jumlahnya.

Ini karena lokasi yang sulit diakses seperti di wilayah Papua, Kalimantan, Sulawesi.

Bahkan di sejumlah wilayah tersebut, rata-rata kasus kebakaran pasar disebabkan karena dibakar massa.

Dengan begitu, kasus kebakaran pasar akan menjadi momok mengerikan bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sektor perdagangan di pasar tradisional.

"Terlebih pemerintah tidak memberikan perhatian atau uluran tangan," kata Dimas.

Padahal, jika merujuk pada Kepmen PU No.10/KPTS/2000, menyebutkan pengamanan pada bahaya kebakaran di bangunan seperti pasar tradisional harus dimulai sejak proses perencanaan.

Dia menyebut, pasar yang akan dibangun harus juga memenuhi unsur sarana penyelamatan, sistem proteksi aktif atau pasif, hingga pengawasan dan pengendalian kebakaran.

Sehingga, jika merujuk pada Kepmen tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah menunjukkan sikap inkonsistensi.

"Masalah terbesar dalam hal ini adalah manajemen pengelolaan pasar dan sikap pengawasan pemerintah yang masih jauh dari kata layak. Sehingga mengakibatkan banyaknya kebakaran di pasar tradisional," ujar Dimas.

"Pemerintah harus menambah kepeduliannya terhadap kehidupan dan kesejahteraan masyarakat kecil yang menggantungkan hidupnya di sektor pasar tradisional," ucap Dimas menambahkan.

Baca juga: Diajak ke Pasar Malam, Siswi SMP Disetubuhi Pelajar SMK di Kebun

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com